Thursday, December 20, 2012

Sometimes in Desember

Mypapua     1:45 AM   2 comments

YOGYA-- Sehabis aksi bisu memperingati  hari Trikora, 19 Desember  1961, pada Selasa, (19/12) siang, aku duduk di lantai aula asrama Kamasan I Papua bersama dengan kaka Sonny Dogopia. Ia duduk di samping saya. Teh manis yang masih hangat ada di depan kami, dengan gelas plastik kecil: cukup untuk membuat tubuh kami panas kembali, sehabis diguyur hujan selama 4 jam aksi.


BASTIAN TEBAI
Kaka Ana Maria telah berdiri di depan kami dengan satu toples kue. Ia sedang mengedarkan kue untuk dicicipi bersama teh hangat kepada semua yang duduk membuat satu lingkaran besar di dalam aula asrama.


“Bastian, pernah kau nonton film ‘Sometimes in April’ atau belum?” ia bertanya padaku. Di luar, hujan yang sedari tadi turun masih belum berhenti juga.

“Sudah kaka. Film tentang perang suku antara suku Hutu dan Tutsi di Rwanda itu to?”

“Iya. Itu sudah.”

Kaka Sonny terlihat menarik nafas panjang. Ia melihat ke luar;
“Sekarang bulan Desember.”

Ia berkata sambil memandang keluar, memandangi guyuran hujan. Aku jadi teringat akan filmSometimes in April tersebut. Pandangan kaka Sonny ke luar memandangi hujan, guratan wajahnya, dan raut mukanya sama seperti tatapan dan guratan wajah salah satu tokoh yang menjadi saksi hidup perang antar kedua suku tersebut, Augustin,  dalam film Sometimes in April.

Dalam film Sometimes in April, di negara Rwanda, sebenarnya suku Tutsi dan Hutu  hidup berdampingan dalam keharmonisan, jauh sebelum berkontak dengan kebudayaan luar. Aman. Semua kebencian itu muncul setelah bangsa Eropa memasuki wilayah mereka. Suku mayoritas di Rwanda, yakni suku Hutu merasa menjadi bahawan (budak)  dari suku minoritas, yakni suku Tutsi. Presiden dan orang-orang penting Rwanda ketika itu berasal dari suku Tutsi. Ini membuat iri dan penolakan terhadap kenyataan, membuat dendam dan amarah tumbuh.

Singkat saja. Dengan bantuan persenjataan Amerika Serikat, Inggris, China, dan beberapa negara lain, suku mayoritas Hutu memulai aksi mereka dengan menembak jatuh pesawat yang ditumpangi presiden mereka. Setelahnya, suku Tutsi diburu untuk dibunuh layaknya binatang. Ribuan orang menjadi deadman.

“Potensi perang suku seperti itu sudah, sedang dan akan terus diciptakan di tanah Papua, antar sesama orang Papua untuk kepentingan mereka,” kata kaka Sonny.

“Maksudnya bagimana kaka?” Saya belum jelas.

“Kini, Papua oleh ‘mereka’ yang tidak menyenangi adanya persatuan, sengaja mereka memecah belah kita orang Papua dengan dua kata: ‘Pantai,’ dan ‘Gunung.’ Ini bahaya adik. Padahal Papua itu satu, sebagaimana orang Papuanya yang tergambar dalam semboyan One People One Soul; satu jiwa satu bangsa. Kita satu, Papua adik.”

Aksi bisu mahasiswa Papua di Yogyakarta (Dok. AMP)
Hujan di luar masih turun, dan aku teringat kembali adengan film Sometimes in April. Setiap bulan April, selalu saja Rwanda diguyur hujan yang deras. Alam Rwanda seakan menangisi lembaran sejarah kelabu akibat kepentingan dan permainan segelintir orang yang membuat ribuan warga Rwanda yang kebanyakan dari suku Tutsi harus meregang nyawa.

Kini, di Yogyakarta, di bulan  Desember, hujan itu turun lagi.
“Setiap tanggal 1 Desember, atau tanggal 19 Desember, setiap ada aksi demontrasi oleh mahasiswa Papua, sedari dahulu, hujan selalu jadi teman setia,” kata kaka Sonny.

“Pas sudah kaka. Sometimes in Desember.”

“Itu sudah. Sometimes in Desember.” Kaka Sonny kembali melihat keluar, hujan masih belum reda.

“Di Rwanda, alam menangis, menangisi pertumpahan darah antara suku Tutsi dan Hutu yang sebearnya tidak perlu terjadi.” Kaka Sonnya terlihat menarik nafas panjang.

“Hari ini 19 Desember 2012, hujan turun lagi mengawal aksi demo. Alam Papua datang bersama kita membuat aksi. Lebihnya, ia menangis melihat masa depan orang Papua dan tanah Papua yang suram karena ‘mereka’ mengotak-kotakkan orang Papua dengan kata gunung dan pantai, dengan pemekaran, dengan penciptaan konflik antar etnis, yang membuat orang Papua tidak bersatu, sehingga tetap terbelenggu.”

“Sometimes in Desember.”

“Kenangan manis itu.... Akh, sobat. Biar kita bersatu, mengulang kenangan manis itu pada 51 tahun yang lalu. Hadirkan kembali asa dan hope buat rakyat Papua.” (Bastian Tebai)


SUMBER: https://www.facebook.com/note.php?saved&&note_id=390809041000188

,

Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

2 comments :

  1. Cerita yang sangat menarik dan layak untuk direnungkan oleh setiap insan West Papua...

    Free West Papua !

    ReplyDelete
  2. bro gimana kalo org2 papua yg di kotak2 in ma org asing kyk ausi..

    ReplyDelete

silakan komentar anda!

Translate

Followers

NEWS