JAKARTA (UMAGI)- Konfik Pilkada
Kasus kerusuhan Ilaga Puncak Papua, Puluhan
Mahasiswa Yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Puncak Papua
(SMPP), yang berstudi berada di pulau Jawa dan Bali melakukan aksi damai, menuntut Kapolda Papua Bebaskan Kedua
terdakwa Elvis T dan Simon A, depan
Kantor Pusat Kepolisian Repubilk Indonesia (Kapolri) Jakarta Pusat, Senin
(27/02/2012) Mulai Pukul 09:00.
Solidaritas Mahasiswa Puncak
Papua mendesak Kepada Kepolisian
Republik Indonesia untuk Penyampaikan Aspirasi Tuntutan kepada Kapolda Papua
dan Wakapolda Papua bahwa Bebaskan Kedua terdakwa Atas nama Elvis T dan Simon
A.
Dalam media online
menyatakan, Setelah menjalani proses pemerikasaan sebagai saksi di Mapolda
Papua. Dua kandidat Calon Bupati Kabupaten Puncak, Elvis Tabuni dan Simon Alom
akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Papua. Saat ini
keduanya ditahan di Mapolda Papua dan terancam dikenakan pasal 160 atau 170
KUHP tentang penghasutan, pengrusakan serta pengeroyokan dengan hukuman
maksimal 6 tahun penjara.
Wakapolda Papua, Brigjen Paulus
Waterpau mengungkapkan, terhitung sejak Sabtu (18/2) lalu keduanya ditetapkan
sebagai tersangka dan dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab atas
serangkaian kejadian yang terjadi di Puncak.
Aksi damai solidaritas Mahasiswa Punjak Papua ini, dikordinir “ Lekasi D”, dalam materinya mengatakan bahwa
konflik diKabupaten
Puncak Papua, (2011-2012)
Konflik Pilkada yang terjadi disana menelan korban
jiwa, raga, dan harta benda. Menurut informasi yang
diperoleh korban jiwa yang berjatuhan berjumlah 19 orang, dan 1 orang
luka-luka, sedangkan korban harta benda adalah rusaknya 1 buah mobil,
pembakaran 3 buah rumah masing-masing adalah kantor KPU Puncak Papua, rumah
tinggal, rumah adat (honai).
Data tersebut diperoleh
pertanggal 11 juni 2011, menurut informasi hingga saat ini masih terjadi
perseturuan antara kubu pendukung Calon Bupati Elvis Tabuni dan Simon Alom,
artinya korban jiwa, raga, dan harta benda masih berjatuhan berdasarkan
informasi yang diperoleh melalui METROTV korban jiwa yang berjatuhan sebanyak
55 orang, namun karena situasi disana masih tegang sampai sekarang maka dapat
diperkirakan akan bertambah;
Dan konflik bukan saja
terjadi di Kabupaten Puncak Papua saja tapi, Kabupaten Tolikara Kabupaten
Tolikara (Februari 2012),
Konflik Pilkada yang terjadi ditolikara telah menelan korban jiwa, raga, dan harta benda.
Konflik Pilkada yang terjadi ditolikara telah menelan korban jiwa, raga, dan harta benda.
Berdasarkan informasi yang
diperolah melalui METROTV korban jiwa yang berjatuhan berjumlah 2 orang,
sedangkan ribuan orang lainnya terluka semua korban terluka yang telah
diefakuasikan ke RSUD Dok II Jayapura, pertanggal 19/2 sebanyak 83 orang yang
telah diefakuasi, sedangkan korban harta benda sebanyak 10 rumah yang dibakar
termasuk 2 perkantoran.
Menurut informasi
perseteruan antara kubu pendukung Calon Bupati/Wakil Jhon Tabo – Edi Suyanto
dan Usama Wanimbo – Amos Jikwa masih berseteru sampai sekarang sehingga korban
yang akan berjatuhan diperkirakan akan terus berjatuhan.
selanjutnya Propinsi Papua Barat, (Januari 2012), Konflik Pilgub yang terjadi dimanakwari telah melahirkan situasi yang tidak kondusif akibat adanya pemblokiran jalan umum oleh massa pendukung salah satu Calon Gubernur disana (Dominggus Mandacan), ulah massa pendukung itu juga telah menelan korban harta benda dimana 1 buah rumah dibakar milik Gubernur terpilih Abraham O Atururi. Dalam insiden itu tidak menimbulkan korban jiwa.
selanjutnya Propinsi Papua Barat, (Januari 2012), Konflik Pilgub yang terjadi dimanakwari telah melahirkan situasi yang tidak kondusif akibat adanya pemblokiran jalan umum oleh massa pendukung salah satu Calon Gubernur disana (Dominggus Mandacan), ulah massa pendukung itu juga telah menelan korban harta benda dimana 1 buah rumah dibakar milik Gubernur terpilih Abraham O Atururi. Dalam insiden itu tidak menimbulkan korban jiwa.
Setelah berakhirnya insiden itu kemudian beredar isu yang menyebutkan bahwa Masyarakat Adat Arfat adalah OPM (Organisasi Papua Merdeka), ketika mendengar isu itu kemudian keluarga besar Masyarakat Adat Arfat merasa dicemarkan nama baik mereka sehingga mereka mendesak untuk adanya permohonan maaf terkait beredar isu tersebut.
Mereka juga mengancam jika
belum ada penyataan maaf maka pelantikan Gubernur Papua Barat jangan diadakan
diatas tanah ulayat Masyarakat Adat Arfat (Manakwari), menurut mereka jika
pemerintah ingin melaksanakan pelantikan dimaksud maka buatlah di Jakarta dan
bekerjalah disana.
Untuk diketahui juga bahwa Pemilu Gubernur di Propinsi Papua Barat yang dilaksanakan sebayak dua kali itu menelan dana sebesar Rp. 358 M Dana ini dikucurkan lewat tiga lembaga, yakni KPUPB sebesar Rp 273 M, KESBANGPOL Rp. 25 miliar yang merupakan dana pengamanan diserahkan pada POLDA dan TNI, serta PANWASLUKADA sebesar Rp 60 M. Demikian disampaikan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Linmas Provinsi Papua Barat Drs Soleman Sikirit kepada wartawan di kantornya, Jumat (27/1).
Untuk diketahui juga bahwa Pemilu Gubernur di Propinsi Papua Barat yang dilaksanakan sebayak dua kali itu menelan dana sebesar Rp. 358 M Dana ini dikucurkan lewat tiga lembaga, yakni KPUPB sebesar Rp 273 M, KESBANGPOL Rp. 25 miliar yang merupakan dana pengamanan diserahkan pada POLDA dan TNI, serta PANWASLUKADA sebesar Rp 60 M. Demikian disampaikan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Linmas Provinsi Papua Barat Drs Soleman Sikirit kepada wartawan di kantornya, Jumat (27/1).
Selanjutnya diperkirakan
akan terjadi diseluruh Kabupaten/Kota dan Propinsi di Tanah Papua.
Konflik Sosial yang terjadi itu terkadang berujung pada Konflik Vertikal antara masyarakat dengan Aparat Keamanan akibat persoalan tersebut dipolitisir oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab seperti yang terjadi di Propinsi Papua Barat (Manakwari) dengan adanya ungkapan yang menyebutkan bahwa Orang Arfat adalah OPM (Organisasi Papua Merdeka)
Jika dilihat dari pengalaman pemilu kepala daerah (PEMILUKADA) Propinsi, Kabupaten/Kota yang terjadi seluruhnya telah dan akan menuai persoalan yang menelan korban baik korban jiwa, raga, harta benda, dan lebih parah para lagi adalah terbagunnya opini publik yang mendiskreditkan orang papua seperti ungkapan beberapa media massa baik cetak maupun elektronik bahwa orang papua masih menggunakan alternatif Perang Suku dalam menyelesaikan persoalan, padahal faktanya adalah Perang Kelompok Antara Pendukung Calon Gubernur/Bupati .
Konflik Sosial yang terjadi itu terkadang berujung pada Konflik Vertikal antara masyarakat dengan Aparat Keamanan akibat persoalan tersebut dipolitisir oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab seperti yang terjadi di Propinsi Papua Barat (Manakwari) dengan adanya ungkapan yang menyebutkan bahwa Orang Arfat adalah OPM (Organisasi Papua Merdeka)
Jika dilihat dari pengalaman pemilu kepala daerah (PEMILUKADA) Propinsi, Kabupaten/Kota yang terjadi seluruhnya telah dan akan menuai persoalan yang menelan korban baik korban jiwa, raga, harta benda, dan lebih parah para lagi adalah terbagunnya opini publik yang mendiskreditkan orang papua seperti ungkapan beberapa media massa baik cetak maupun elektronik bahwa orang papua masih menggunakan alternatif Perang Suku dalam menyelesaikan persoalan, padahal faktanya adalah Perang Kelompok Antara Pendukung Calon Gubernur/Bupati .
Sehingga dapat dikatakan bahwa; Teori Spiral Kekerasan sedang dipraktek oleh Negara Indonesia terhadap Masyarakat Pribumi Papua, karena Pemekaran Propinsi Kabupaten/Kota di Tanah Papua adalah inisiatif Pemerintah Pusat dengan tujuan Kepentingan Politik dan Ekonimi Politik Negara Indonesia di Tanah Papua. Terkait Konflik Horisontal yang berujung pada Konflik Vertikal merupakan TARGET yang ingin dicapai oleh Negara Indonesia.
Pemekaran merupakan Proyek
Berdarah yang paling aman dan manis, sebab opini publik yang terbangun adalah
Pemekaran Merupakan Permintaan Masyarakat Pribumi Papua. Proyek berdarah
pemerintah pusat terhadapa rakyat pribumi papua terlihat pada motifasi dan
tindakan pemerintah pusat yang dipraktekan dengan isu pemekaran itu sendiri,
antara lain :
1. Pemekaran Propinsi Kabupaten/Kota di Tanah Papua merupakan inisiatif pemerintah pusat, secara legal inisiatif itu tertuang dalam UU No. 45 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, Dan Kota Sorong. Disamping itu terlihat juga pada tindakan pemerintah pusat yang langsung menjawab permintaan pemekaran oleh Politikus Lokal Papua tanpa kompromi (melakukan studi kelayakan, red);
2. Pemekaran Propinsi Kebupaten/Kota di Tanah Papua merupakan tindakan terselubung pemerintah pusat dalam hal membuka ladang Bisnis baru guna menciptakan lintasan imprealis dalam negara yang siap meng-kapitalisasi-kan tanah adat. Tindakan itu bertujuan untuk memuluskan hubungan bisnis pemerintah pusat/daerah dengan pugusaha nasional/internasional, pengurangan jumlah pengangguran di Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, NTT, NTB, dan lainnya, Pelebaran Wilayah Bisnis Keamanan Negara (ajang kenaikan pangkat, dan mendapatkan vii keamanan);
3. Disisi pendanaan untuk mengurus Pemekaran Propinsi Kabupaten/Kota di Tanah Papua semuannya dijalankan mengunakan dana negara namun tidak pernah pernah dijerat oleh lembaga yang berwenang (BPK, KPK), selain itu pendanaan juga mengalir dari Pengusaha-pengusaha nasional dan internasional yang mendapat ijin usaha dari pemerintah pusat/daerah (praktek liberalisasi);
Tujuan dari aksi yang
dilakukan Mahasiswa, menuntut hentikan
Konflik pilkada yang terjadi di Puncak Papua dan daerah Papua lainya, Pemerintah segerah mencari solusi dan
perdamaian di sana, kemudian Hentikan pemekaran Kota propinsi dan Kabupaten di
Papua.
Mahasiswa Menilai Pemekaran
Propinsi, Kabupaten/Kota Ditanah Papua Merupakan Proyek Berdarah Negara
Indonesia Terhadap Masyarakat Pribumi Papua. Korban hanya rakyat tidak berdosa (Materinya).
”(Umagi/Ayo)
Sumber : Materi Aksi damai,
Vivanews, Metrotv, BintangPapua.