Wednesday, November 23, 2011

Gugur Karena Freeport

Mypapua     8:17 AM   No comments

13217886912034543782Gugur karena freeport tidak saja kematian, tetapi gugur juga secara halus, jabatan politik digugurkan. Kasus freeport di Papua yang mengakibatkan gugurnya sejumlah petinggi negara, rakyat sipil dan aparat keamanan sendiri digugurkan dari keprofesionalismenya. Sukarno gugur akibat permainan halus amerika menggunakan propaganda komunisme, tujuannya freeport segra pergi ke Papua. Ada juga nama Irian Barat yang oleh Suharto di hapus dan digantikan dengan Irian Jaya disaat meresmikan perusahaan ini.


Kebanyakan rakyat awam cenderung memandang kematian orang Papua itu akibat persoalan politis belaka. Tetapi, bila digali secara mendalam, kita akan tahu, bahwa tangan-tangan tak kelihatan seperti freeport juga berimbas pada upaya pelucutan nyawa, baik secara fisik maupun melalui racun. Penghargaan negara Indonesia terhadap keberadaan freeport membuat siapapun yang kritis terhadap freeport ditenggelamkan. Ada banyak korban yang gugur akibat cara-cara sistematis bekerjanya rantai pembunuhan yang dibentangkan demi pengamanan perusahaan tersebut. Dibawah ini beberapa diantaranya yang gugur. Untuk mengungkap praktek pembunuhan akibat kehadiran freeport, mari menggunakan kaca mata sistematis, karena pembuktian hukum tidak akan dapat menemukan jawabannya.
1. Mantan Gubernur Papua: Alm. J.P Salosa
1321788002140910129
Masyarakat Jayapura berduyun-duyun mendatangi RS DOK II Jayapura untuk melihat jenazah Gubernur Definitif JP Salossa yang meninggal dunia pada Senin (19/12/2005 ) pukul 21.00 WIT (19.00 WIB). Salossa meninggal diduga karena serangan jantung. Menurut seorang dokter jaga di RS itu, Dr Teopius, almarhum datang ke RS sudah tidak sadarkan diri dan ada busa di mulutnya. Sebelumnya, almarhum datang dari acara pesta reuni SMU 2 Jayapura. “Nadi dan tensi beliau sudah tidak terdeteksi. Kami sudah memberikan pertolongan pertama, tapi tidak juga dapat membantu,” kata dokter jaga tersebut.
Gubernur Provinsi Papua JP Salossa mengatakan akan menanyakan besaran royalti yang dibayarkan PT Freeport Indonesia kepada pemerintah pusat selama ini. Menurutnya, hingga saat ini Pemda Papua belum pernah mengetahui total royalti yang dibayarkan Freeport tiap tahunnya kepada pemerintah. “Saya akan menanyakannya kepada Menteri Keuangan,” ujar Salossa seusai dipanggil Presiden di Kantor Kepresidenan, Selasa (8/2/2005). Salossa mengatakan, total royalti yang dibayarkan perlu diketahui karena ini menyangkut besaran bagian yang diterima Propinsi Papua. Selama ini, katanya, Pemprov Papua memperoleh sekitar 80 persen sedangkan pemerintah pusat 20 persen. Tapi, 80 persen bagian untuk Pemprov Papua adalah senilai Rp 120-150 miliar. Dana itu digunakan untuk pembangunan di Papua serta daerah-daerah sekitarnya. Selain itu, pembayaran royalti juga terkadang terlambat.
Terhitung sembilan bulan ALM. J.P Salosa kecam freeport, dari februari hingga desember 2005, beliau meninggal dengan tragis. Penelusuran yang penulis dapatkan, dua jam sebelum akhirnya dibawah ke rumah sakit, sang gubernur sempat diajak makan bakso oleh predir freeport di salah satu warung di Hamadi Jayapura. Pelaku sekarang dipindahkan ke freeport pusat di Amerika. Ada dugaan, alam meninggal akibat racun arsenik. Konon keluarga almarhum tidak mengijinkan otopsi sehingga publik tidak bisa menemukan apa penyebab kematian.
2. Alm. Kelly Kwalik
1321788211320709570
Kelly meninggal dalam penyergapan pada 16 Desember 2009. Tokoh pejuang HAM dan peraih penghargaan Yap Thiam Hien, Mama Yosepha Alomang, menyatakan, Kelly Kwalik bukan seorang teroris. Alomang menyatakan, Kelly Kwalik tidak pernah memprovokasi kekerasan yang selama ini terjadi di Papua.
Seketika berjumpa dengan Alm di Markasnya di Timika tahun 2007 silam, penulis banyak mendapat pengalaman berharga. Di otak pak Kelly, freeport itu bikin rusak tanah air Papua. Beliau seakan kecewa brat dengan hancurnya tanah leluhur yang di rusak freeport. Kelly yang keras menentang freeport, akhirnya berhasil di bunuh setelah lolos dari lima kali percobaan pembunuhan.
Dia ( alm ) ketipu dengan gelagat kapolda di era itu yang mau berdialog, sayang, niat damai itu berakhir tragis seketika densus 88 tahu keberadaanya yang sudah berada di daerah perkotaan Timika.
3. Alm. Agus Alua ( Mantan Ketua Majelis Rakyat Papua )
1321788360450403331
Rekomendasi MRP atau yang dikenal dengan keputusan MPR N0.14 tahun 2009 menjadi bola panas yang bisa saja memanaskan jantung sang nahkoda. Perdebatan pun kian panas tentang legalisasi MRP. Walaupun sudah jelas MRP diatur dalam Peratuan Pemerintah N0.54 tahun 2004.
Gonjang ganjing dan tarik ulur semakin membuat frustasi berbagai pihak dalam menangani wadah pengawal otsus ini. Point ke-11 Majelis Rakyat Papua ” MRP MINTA PEMERINTAH MENUTUP FREEPORT ” yang dituangkan dalam rekomendasi 11 MRP berakhir dengan non-aktif jabatan anggota MRP Jilid I secara tidak terhormat. Akhirnya beliau pun meninggal dunia.
Beberapa pemimpin gereja-gereja di Tanah Papua menilai kematian Ketua Majelis Rakyat Papua Agus Alue Alua terjadi secara tidak wajar. Pasalnya, beberapa bulan sebelum meninggal pada Kamis (7/3/2011), Agus Alua menerima teror dari beberapa pihak yang tidak setuju dengan kebijakan otonomi khusus MRP yang pernah dibuatnya pada 2009. “Kami menilai ada upaya pembunuhan karakter, teror mental dan psikologis yang dimaksudkan untuk menumbangkan otonomi khusus MRP sebagai benteng pertahanan terakhir orang asli Papua,” kata Wakil Ketua Sinode GKI Papua Pendeta Elly D.
Doerebo saat melakukan konferensi pers di Wisma PGI, Jakarta, Jumat (8/4/2011). Elly menjelaskan, salah satu otonomi khusus tersebut adalah SK No14 Tahun 2009 yang dikeluarkan oleh Agus Alue Alua. Dalam SK tersebut berisi rekomendasi bahwa bupati/wakil bupati di Papua harus berasal dari orang asli Papua. Namun, rekomendasi tersebut ditolak pemerintah pusat. “Bapak Agus Alua pernah mendapat teror lewat SMS dan telepon berkali-kali oleh orang tak dikenal.
Bahkan, seorang petinggi Barisan Merah Putih (BMP) yang berambisi menjadi pimpinan MRP berkali-kali datang kepada Bapak Agus Alue Alua dan wakilnya, Ibu Hana S Hikayobi, agar segera membuat pernyataan tidak akan mengkritisi terhadap kebijakan pemerintah,” jelas Elly. Untuk itu, kata Elly, pihaknya menginginkan agar beberapa pihak yang diduga terkait dalam kematian Agus dapat bertanggung jawab. “Kami ingin bagi mereka yang bertindak sebagai aktor lapangan baik sebagai individu atau maupun atas nama lembaga datang melayat dan menyatakan pengakuan di hadapan jenazah,” kata Elly.
4. Alm. Petrus Ayamiseba
13217886912034543782Anggota SPSI freeport yang berdemo menuntut upah, Korban meninggal dunia, penembakan aparat polisi di Timika ( Petrus Ayamiseba ). 11 Oktober 2011 Jam 10 pagi waktu Papua.
Peristiwa seputar Freeport
Negara “ Pemerintah “ dalam kasus PT. Freeport yang sudah terjadi, belum ada niat baik untuk menyambut tuntutan rakyat Papua, terutama soal Freeport. Sikap rakyat Papua meminta penyelesaian Freeport, selalu saja di jawab dengan bedil senjata, konflik perang suku, mobilisasi aparat militer di areal Freeport bahkan membanjirnya dana-dana taktis Negara lebih pada pengutamaan pengamanan asset perusahaan ketimbang Negara memberi ruang kedaulatan kepada warga Negara sendiri.
11 Juli 2009, Warga negara Australia Drew Grant (29), yang juga teknisi PT Freeport, tewas ditembak orang tak dikenal dalam perjalanan dari Tanjungpura menuju Timika. Berlanjut Peristiwa penembakan yang dilakukan orang dikenal di Freeport, Papua, mengakibatkan satu keamanan PT Freeport tewas dan dua orang petugas kepolisian luka-luka.
12 Juli 2009, Peristiwa penembakan oleh kelompok kriminal bersenjata terjadi di area PT Freeport Indonesia Tembagapura, Papua. Akibatnya bus yang mengangkut petugas keamanan dan cleaning service tertembus peluru.
27 Agustus 2009, Lebih dari 1.000 karyawan PT Freeport Indonesia dan perusahaan kontraktornya Kamis pagi kembali ke tempat kerja mereka di Tembagapura. Ribuan karyawan Freeort tersebut sudah sekitar dua pekan tak bekerja menyusul insiden penembakan bis karyawan, Minggu (16/8) oleh orang tak dikenal di Mile 45 ruas jalan Timika-Tembagapura. Para karyawan Freeport menumpang 23 bis, dimana setiap bis ditumpangi sekitar 61 orang. Mereka berangkat dari terminal Gorong-gorong Timika secara bergelombang dimulai sekitar pukul 08.00 hingga pukul 12.00 WIT dengan dikawal ketat dua peleton aparat gabungan TNI dan Polri. Pada saat yang sama, ratusan rekan kerja mereka yang menggunakan 15 bis berangkat dari Tembagapura ke Timika untuk libur kerja (off).
2 September 2009, Sesuai Rencana mobilisasi militer ke areal Freeport. Biak (ANTARA News) - Sedikitnya 600 prajurit TNI AD akan diperbantukan mengamankan areal kerja PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Timika, Papua mulai 2 September 2009. Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Ahmad Yani Nasution di Biak, Senin, mengatakan, penempatan ratusan prajurit TNI itu atas permintaan Polri dalam upaya memulihkan situasi Kamtibmas di areal PT.Freeport. “Ke-600 prajurit TNI AD tambahan itu akan bertugas secara efektif 2 September,” kata Mayjen AY Nasution.
10 September 2009. Para karyawan PT Freeport Indonesia yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan SPSI Kabupaten Mimika, Papua meminta jaminan perlindungan dari Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) atas berlarut-larutnya aksi teror gangguan keamanan dan ketertiban di wilayah perusahaan tempat mereka bekerja. Permintaan jaminan keamanan itu disampaikan pengurus DPC FSP-KEP SPSI Mimika kepada anggota Komnas HAM, Nur Cholis SH MA di Timika.
2 Juli 2008, Para tokoh masyarakat Amungme yang tergabung dalam Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (LEMASA) di Kabupaten Mimika, mengancam akan kembali ke hutan dan menutup areal tambang PT Freeport Indonesia (PTFI), jika Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan sengketa Pilkada Mimika yang diajukan pasangan Drs Yosep Yopi Kilangin- Yohanes Felix Helyanan SE, calon Bupati dan Wakil Bupati Mimika periode 2008-2013 yang diusung Koalisi Suara Rakyat pada Pilkada di kabupaten itu.. “Kami minta Mahkamah Agung RI sungguh-sungguh menegakan keadilan dan kebenaran dalam permasalahan Pilkada di Mimika,” tegas LEMASA dalam suratnya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
18 April 2007, sekitar 9.000 karyawan Freeport mogok kerja untuk menuntut perbaikan kesejahteraan. Perundingan akhirnya diselesaikan pada 21 April setelah tercapai kesepakatan yang termasuk mengenai kenaikan gaji terendah. Selanjutnya, Ketua Tongoi Papua Frans Pigome di pindahkan bertugas di Freeport Pusat di Amerika Serikat.
21 Februari 2006, terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam Freeport. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama Freeport di Ridge Camp, di Mile 72-74, selama beberapa hari. Jalan itu merupakan satu-satunya akses ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg.
25 Februari 2006, karyawan PT Freeport Indonesia kembali bekerja setelah palang di Mile 74 dibuka.
28 Februari 2006, Demonstran di Plasa 89, Jakarta, bentrok dengan polisi. Aksi ini mengakibatkan 8 orang polisi terluka.
1 Maret 2006, demonstrasi selama 3 hari di Plasa 89 berakhir. 8 aktivis LSM yang mendampingi mahasiswa Papua ditangkap dengan tuduhan menyusup ke dalam aksi mahasiswa Papua.
7 Maret 2006, demonstrasi di Mile 28, Timika di dekat bandar udara Moses Kilangin mengakibatkan jadwal penerbangan pesawat terganggu.
14 Maret 2006, massa yang membawa anak panah dan tombak menutup checkpoint 28 di Timika. Massa juga mengamuk di depan Hotel Sheraton.
15 Maret 2006, Polisi membubarkan massa di Mile 28 dan menangkap delapan orang yang dituduh merusak Hotel Sheraton. Dua orang polisi terkena anak panah.
16 Maret 2006, aksi pemblokiran jalan di depan Kampus Universitas Cendrawasih, Abepura, Jayapura, oleh masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Parlemen Jalanan dan Front Pepera PB Kota Jayapura, berakhir dengan bentrokan berdarah, menyebabkan 3 orang anggota Brimob dan 1 intelijen TNI tewas dan puluhan luka-luka baik dari pihak mahasiswa dan pihak aparat
17 Maret 2006, Tiga warga Abepura, Papua, dalam demo menentang freeport, terluka akibat terkena peluru pantulan setelah beberapa anggota Brimob menembakkan senjatanya ke udara di depan Kodim Abepura. Beberapa wartawan televisi yang meliput dianiaya dan dirusak alat kerjanya oleh Brimob.
22 Maret 2006, satu lagi anggota Brimob meninggal dunia setelah berada dalam kondisi kritis selama enam hari.
23 Maret 2006, lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT Freeport Indonesia di Grasberg, longsor dan menimbun sejumlah pekerja. 3 orang meninggal dan puluhan lainnya cedera.
23 Maret 2006, Kementerian Lingkungan Hidup mempublikasi temuan pemantauan dan penataan kualitas lingkungan di wilayah penambangan PT Freeport Indonesia. Hasilnya, Freeport dinilai tak memenuhi batas air limbah dan telah mencemari air laut dan biota laut.
17 April 2006, SBY Tak Akan Tutup Freeport. Presiden Susilo Bambang Yudoyono berjanji akan menangani tuduhan pencemaran lingkungan oleh PT Freeport Indonesia di Papua. Namun katanya, pemerintah tidak mungkin melakukan penutupan perusahaan pertambangan itu sebagaimana dituntut oleh sebagian kalangan. SBY mengatakan, jika Freeport terbukti mencemari lingkungan, harus dilakukan tindakan hukum. Namun jika dilakukan penutupan sepihak terhadap Freeport, maka Indonesia akan digugat secara hukum, akan diharuskan membayar ganti rugi milyaran dolar. Ia juga mengatakan, tindaan radikal semacam itu hanya akan makin memperburuk iklim penanaman modal di Indonesia.
Agustus 2006, Konflik berkepanjangan di kwamki akibat gesekan tiga kepentingan; Freeport, Elit lokal dan Militer. Konflik perang suku reda ketika dua buah mobil milik PT. FI di tembak di mile 69.
Sejak tahun 1992-2006 total pemasukan Freeport kepada negara Indonesia adalah 37 Trilyun, dari hasil pembayaran Pajak Negara dan daerah. Sedangkan keuntungan Freeport adalah menyuplai 40ribu ton Emas ke Amerika selang beroperasi.
Wajar seketika tragedi Papua itu penuh dengan tragedi freeport. Biang kerok konflik Papua lebih didominasi oleh kelakuan freeport yang terus bergerak dengan cara-cara sistematik. Desain hukum negara tidak mempan menangkap freeport. Hukum menjadi lemah seketika berhadapan dengan cara kerja tangan-tangan tak kelihatan. Padahal, bila menggunakan pola pikir sehat dalam menelusuri konflik yang berujung pada korban nyawa, sepenuhnya dapat diduga bahwa ada unsur keterlibatan freeport. Contoh konkrit, freeport bayar tentara untuk jaga perusahaan. Seketika jaga, tentara nembak masyarakat. Hukum HAM bicara soal siapa yang nembak, tetapi tidak bicara soal siapa yang beri uang.
Alm. J.P Salosa dan Agus Alua dua pejabat negara yang tragis nasib mereka mengikuti nasib Sukarno di tahun 1965. Nyawa mereka semakin riskan seketika berbicara keras tentang freeport. Pola yang sama akan terus dilakukan sampai orang di Papua, siapapun yang dkritis, tetap ditiadakan. Bandingkan dengan penolakan suku Amungme dan Kamoro terhadap freeport melahirkan DOM ( daerah operasi militer ). Atau Alm. Gusdur misalanya, nasibnya diambang kehancuran seketika beliau ngotot menyelesaikan masalah freeport. Upaya beliau terus di ikuti para agen kapitalis di Indonesia. Gus Dur di desak membentuk Dewan Ekonomi Nasional. Akhirnya lengser juga.
Dalam buku yang ditulis John Pilger dan yang juga ada film dokumenternya, dengan judul The New Rulers of the World, antara lain, dikatakan: “Dalam dunia ini, yang tidak dilihat oleh bagian terbesar dari kami yang hidup di belahan utara dunia, cara perampokan yang canggih telah memaksa lebih dari sembilan puluh negara masuk ke dalam program penyesuaian struktural sejak tahun delapan puluhan, yang membuat kesenjangan antara kaya dan miskin semakin menjadi lebar”. Ini terkenal dengan istilah nation building dan good governance oleh “empat serangkai” yang mendominasi World Trade Organisation (Amerika Serikat, Eropa, Canada, dan Jepang), dan triumvirat Washington (Bank Dunia, IMF, dan Departemen Keuangan AS). Mereka mengendalikan setiap aspek detail dari kebijakan pemerintah di negara-negara berkembang. Kekuasaan mereka diperoleh dari utang yang belum terbayar, yang memaksa negara-negara termiskin membayar USD 100 juta per hari kepada para kreditor Barat. Akibatnya adalah sebuah dunia yang elitenya -dengan jumlah lebih sedikit dari satu miliar orang- menguasai 80 persen kekayaan seluruh umat manusia.”
Dari berbagai sumber

Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

0 SILAKAN BERKOMENTAR :

silakan komentar anda!

Translate

Followers

NEWS