Rakyat Papua Barat yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua [ A M P ]
dihadang oleh Polisi, Utusan Sultan ke-X, dan Ormas Islam tepat di
Jalan Raya Kusumanegara, sesaat sebelum tiba di rambu-rambu lalu lintas
ke-2 dari arah Asrama Papua ke titik nol KM, Yogyakarta, Indonesia.
Kami dihadang di depan Taman Makam Pahlawan oleh Polisi sebelumnya.
Kami telah ikuti sesuai jalur. Di mana, telah memberikan surat
pemberitahuan aksi demo damai 2X24 jam sebelumnya, kami tidak membawa
Senjata Tajam, Senjata Api, Bom, entah apa pun benda yang akan
mengatakan kami sebagai Separatis, Teroris, Kriminalis, Pengacau
Keamanan, dan sejenisnya.
Kami justru membawa benda yang melengkapi kami sebagai pecinta Demokrasi, pecinta kedamaian, dan pecinta kebenaran.
Pada 01 Juli 1971 silam adalah momen sejarah bagi kami, rakyat Papua
Barat. Tidak ada satu kelompok atau individu yang bisa menbengkokan
sejarah itu. Momen ini adalah sejarah yang tetap terukhir dan ini adalah
kelanjutan dari sejarah Papua Barat.
Setelah wilayah Papua
dimasukan secara paksa lewat manipulasi Penentuan Pendapat Rakyat
(PEPERA) oleh Indonesia, 14 Juli 1969, wilayah Papua dijadikan wilayah
jajahan. Indonesia mulai memperketat wilayah Papua dengan berbagai
operasi sapu bersih terhadap gerakan perlawanan rakyat Papua yang tidak
menghendaki kehadiran Indonesia di Papua.
01 Juli 1971 bertempat
di Desa Waris, Numbay, dekat perbatasan PNG dan Papua Barat,
diproklamasikan kemerdekaan Papua Barat oleh Brigjend Zeth Jafet
Rumkorem, selaku Presiden Papua Barat. Namun, proklamasi tidak dapat
melepaskan Papua dari cengkraman kekejaman dan kebrutalan kekuatan
militer Indonesia yang sudah menguasai seluruh wilayah Papua.
Berbagai operasi militer dilancarkan oleh Indonesia untuk menumpas gerakan pro kemerdekaan rakyat Papua Barat.
Hari ini, 01 Juli 2014, tepat 43 tahun peringatan proklamasi
kemerdekaan Papua Barat, Indonesia semakin menunjukan watak
kolonialisnya terhadap rakyat Papua. Berbagai peristiwa kejahatan
terhadap kemanusiaan terus terjadi di Papua, hutan dan tanah-tanah adat
dijadikan lahan jarahan bagi investasi perusahaan-perusahaan Multy
Nationl Coorporation (MNC) milik negara-negara Imperialis.
Pembungkaman terhadap ruang demokrasi semakin nyata dilakukan oleh
aparat negara (TNI-Polri) dengan melarang adanya kebebasan berekspresi
bagi rakyat Papua didepan umum serta penangkapan disertai penganiyaan
terhadap aktivis-aktivis pro kemerdekaan Papua.
Pernyataan sikap,
tuntutan AMP adalah jelas. Berikan kebebasan dan hak menentukan nasib
sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat, menutup dan
menghentikan aktifitas eksploitasi semua perusahaan MNC milik
negara-negara Imperialis; PT. Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo,
Mifee dan lain-lain dari seluruh Tanah Papua, serta Menarik Militer
Indonesia organik dan non-organik dari seluruh Tanah Papua untuk
menghentikan segala bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan oleh negara
Indonesia terhadap rakyat Papua.
Bersama dengan artikel ini
menyatakan, kami tetap di jalan dengan cara damai dan bersama sejarah.
Inilah kami rakyat Papua Barat yang bisa kami lakukan hanya untuk
menuntut penentuan nasib sendiri terjadi di tanah Papua bagi orang
Papua, ini dilindungi UU Indonesia bahkan Internasional.
*) Sahabat Jalanan, Sonny Dogopia dari kota Kolonial, 01 Juli 2014./SUMBER:FB