NABIRE (UMAGI)-- Dimana
ada Gula disitu ada Semut, dimana ada Emas disitu ada konflik. Begitulah
kira-kira gambaran kondisi pertambangan Emas di Degeuwo, Papua. Sejak awal
pertambangan rakyat emas di buka tahun 2003 di Degeuwo tidak ada konflik yang
berarti terjadi namun akan ada konflik di kemudian hari itu sudah diprediksi.
Prediksi
itu terjadi tak lama kemudian tahun 2004 adalah tahun mulai banyak konflik
terjadi. Sejak tahun itulah banyak pendatang mulai masuk ke Pertambangan
tradisonal tersebut. Jika para pendatang masuk untuk mencari nafkah dari batu
mulia adalah hak setiap warga, namun para pendatang ini membawa sejumlah petaka
bagi warga lokal.
Para
pendatang mulai membuka bar-bar, membawah masuk para wanita-wanita penghibur
dari Jawa dan sulawesi. Bersamaan dengan itu warung-warung dibuka, tempat
bermain bilyar pun bertebaran di tengah hutan tersebut. Seketika sunyi senyap
ditengah hutan belantara di sulap menjadi kota porstitusi dan gemerlap bertebar
lampu-lampu.
Asal
ada emas satu geram, seketika dapat ditukar dengan pelayanan memuaskan dari
para wanita-wanita penghibur. Selain itu bisnis minuman keras juga ada tersedia
di warung-warung milik para pendatang. Gemerlapnya emas membuat harga barang
dan jasa menjadi harga mulia pula. Satu kilo Beras yang biasanya Rp 10.000 di
Toko harganya menjadi 50.000 rupiah di lokasi pendulangan.
Selain
bisnis “menjual diri” dan menjual bahan-bahan kebutuhan Pokok, juga sejumlah
pengusaha mulai melakukan bisnis transportasi dari Nabire menujuh lokasi
pendulangan emas. Jasa Helikopter menjadi laku keras. Satu penumpang tanpa
membawah barang harga tiketnya mencapai Rp. 1.500.000 belum lagi tambah
barang-barang tentu dua kali lipat.
Tidak
saja para pendatang puas dengan bisnis jasa, kini mereka telah menggunakan
alat-alat berat untuk mengambil biji logam mulia. Walaupun Pemerintah Daerah
Paniai telah melarang menggunakan alat berat, para pengusaha tetap “ bandel”
operasi jalan terus. Bersamaan dengan itu beribu-ribu Ton Emas telah dibawah
keluar dari lokasi Degeuwo tanpa para pengusaha membayar pajak sebagai
pendapatan Daerah Kabupaten Paniai.
Lebih
dari itu “bandelnya” para pengusaha dapat terlihat dengan telah menggunakan Air
Raksa dan Merkuri untuk mendapatkan Emas secara muda dan cepat. Walaupun
merusak kekayaan alam serta habitat lainnya. Operasi tambang emas menggunakan
Air Raksa tetap berjalan.
Sejumlah
pihak telah menyatakan agar Pemerintah baik Daerah maupun Propinsi Papua dapat
mengatur pertambangan ini agar dapat menjadi sumber Pendapatan Daerah dan juga
ada pembagian hasil antara Pemerintah, Masyarakat pemilik Hak Ulayat dan
Investor namun hingga kini belum terjadi.
Bandelnya
para pengusaha juga terlihat ketika Bupati Kabupaten Paniai mengeluarkan
Instruksi Bupati Paniai bernomor 53, Tahun 2009 tentang penutupan sementara
Lokasi Pendulangan Emas di Degeuwo, Distrik Bogobaida Kabupaten Paniai, Namun
surat tersebut justru memicuh semangat para pengusaha untuk tambah giat lagi
mengambil emas.
“
Ada aparat Keamanan sedang memback-up operasi ilegal tambang Emas di Degeuwo
ini” tegas Tobias Bagubau ( Ketua Aliansi Intelektual Suku Wolani, Mee dan
Moni) di Sekertariat Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua, di wane, Jumat
18/11.
“
Kami telah melihat sendiri dilokasi pendulangan. Bahwa Aparat Polisi dan TNI
membantu para pengusaha ini. Sehingga surat Intsruksi Bupati selaku Kepala
Daerah saja tak dihiraukan” tegas Bagubau.
Selain
itu, masih menurut Bagubau bahwa telah terjadi pemusnaan terhadap orang Papua
karena beberapa nyawa telah menjadi korban. Para pelaku adalah Para pengusaha
dan Aparat Keamanan sempat menodong bahkan di tikam sehingga para korban sempat
dibawah kerumah Sakit Umum Daerah Nabire. Beberapa waktu lalu” tegas Bagubau.
Ditempat
yang sama dalam jumpa wartawan di sekertariat AMPTP Waena Andreas Gobay ( Ketua
Dewan Pimpinan Wilayah Timur AMPTP) mengatakan tahun 2009 lalu, Majelis Rakyat
Papua (MRP) telah melayangkan gugatan Tambang Emas Degeuwo, dengan nomor
540/512/MRP/2009. Namun tak berpengaruh sama sekali. Para Pengusaha terus
mencuri hasil kekayaan Rakyat Papua” tegas Gobay.
Penambangan
emas masih menurut Gobay adalah Ilegal. Alasan Ilegal adalah para pengusaha
tidak memiliki surat ijin operasi. Sehingga pihaknya menuntut agar Gubernur
Propinsi Papua Barnabas Suebu untuk segera melakukan penutupan lokasi
tersebut”tegasnya.
Lokasi
Pertambangan tersebut juga berada di daerah perbatasan antara beberapa
Kabupaten sehingga Gubernur Propinsi Papua yang memiliki wewenang Penuh untuk
segera menghentikan pengambilan Emas di Degeuwo’ tegas Gobay lagi.
Lokasi
Pertambangan ada diantara tapal Batas Kabupaten Paniai, Kabupaten Dogiay, dan
Kabupaten Intan Jaya sehingga surat dari Bupati Paniai saja kurang kuat untuk
menghentikan operasi tambang secara ilegal ini.
Tak
pelak daerah tambang tentu banyak konflik karena itu pihak kepolisian Resort (
Polres) daerah Paniai yang secara administratif masih menangani 3 Kabupaten
yakni, Kabupaten Paniai, Kabupaten Deiyai dan Kabupaten Intan Jaya telah
mengeluarkan surat untuk penutupan Sementara Lokasi Pendulangan Emas di
Degeuwo, dengan nomor surat B/114/X/2009/Res Pan pada tanggal 22 Oktober 2009
lalu. Namun Operasi tetap saja berlangsung bahkan para pengusaha “tancap gas”
mengambil emas sebanyak mungkin.
Ketidak
Mampuan aparat Pemerintah dan Kepolisian Daerah Paniai untuk menghentikan
operasi tambang ini perlu dipertanyakan. Apakah mereka kerja sama dengan para
pengusaha ? sehingga telah mengelabuhi dan menipu masyarakat pemilik hak
Ulayat? Tegas Sebedeus Selegani ( Ketua Mahasisw Intan Jaya) pada jumpa pers
tersebut.
Sebedeus
juga mengatakan ketidak mampuan pemerintah ini merupakan satu bukti Gagalnya
Otonomi Khusus Papua. Karena masih menurut Selegani dengan jelas ada tertuang
dalam undang-undang Otonomi Khusu s Papua terutama pada pasal 43 Ayat 1 sampai
5. Pada ayat 1; Pemerintah Propinsi wajib mengakui, menghormati, melindungi,
memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
Ayat
2; Hak-hak masyarakat adat tersebut pada ayat 1 meliputi Hak ulayat masyarakat
Hukum Adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang
bersangkutan.
Ayat
3; Pelaksanaan hak ulayat, sepanjang menurut kenyataan masih ada, dilakukan
oleh pengusaha adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut hukum adat
setempat, dengan menghormati penguasaan tanah bekas hak ulayat yang di peroleh
pihak lain secara sah menurut tata cara dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
“
sehingga bagi kami ketidakmampuan dan pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah
Propinsi Papua untuk menyikapi persoalan ini merupakan kegagalan pelaksanaan
Otsus Papua” tegas Selegani.
Lantaran
lokasi tambang emas ini berada pada sebelah utara berbatasan dengan kabupaten
Yapen Waropen, Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Intan Jaya, Sebelah
Timur dengan Kabupaten Intan Jaya dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten
Paniai Maka dalam jumpa pers ini Aliansi ini dengan tegas menolak sikap salah
satu pemerintah Daerah yang mengklaim bahwa lokasi pertambangan ada di daerah
administrasi pemerintahannya sehingga membuat surat Ijin penambangan Emas (
SIPE) tanpa melibatkan ketiga pemerintah Daerah lainnya” tegas Tobias Bagubau.
Penambangan
Emas ini sudah berlangsung 7 tahun, sejak tahun 2003-2010, dampaknya hutan dan
habitat ikutan lainnya kini diambang kepunahan karena kini bukan penambangan
tradisional tetapi berubah menjadi penambangan semi permanen yang dikerok
kekayaannya dengan alat berat seperti exsapator.
Aliansi
ini juga merujuk masalah pertambangan ini kepada pihak ketiga, yakni Pemerintah
Propinsi. Namun belum ada tanggapan soal ini.
“
Kami telah bertemu Kepala Dinas Pertambangan Propinsi Papua untuk menyampaikan
persoalan ini, namun belum ada tanggapan serius. Sehingga bagi kami ini adalah
proses pembiaran terhadap orang Papua Pemilik Hak Ulayat” tegas Tobias lagi.
Tobias
juga mendesak agar sebelum pergantian Gubernur Papua karena masa waktu akan
berakhir dalam waktu dekat maka sebelum Pilkada dilakukan sebaiknya kasus ini te
selesaikan terlebih dahulu. Intinya, Gubernur dapat mengeluarkan surat
instruksi keputusan yang baru sebelum perusahaan yang terus bandel ini mencuri
emas di wilayah Gunung Ngaitaga, Aletaga, Mugindi,Peangelopa, Muniputuguto,
Wagaputuguto, Uai dan sepanjang urat gunung Degeuwo dan Sungai Mbeamo.
Secara
tegas Tobias juga menyatakan untuk Gubernur Propinsi Papua segera menutup
Penambangan emas ini karena bukan hanya Pemerintah Daerah saja yang mengalami
kerugian tetapi Rakyat Pemilik Hak Ulayat juga terus dibantai oleh kekuatan
aparat keamanan yang menjaga kekayaan para pengusaha ini”tegasnya.
Jika
Pemerintah tidak berhasil , masih menurut Tobias menutup penambangan ilegal ini
maka itu menjadi bukti kegagalan otonomi Khusus” pungkasnya
#
John Pakage
0 SILAKAN BERKOMENTAR :
silakan komentar anda!