Showing posts with label Opini. Show all posts
Showing posts with label Opini. Show all posts

Thursday, January 11, 2018

KNPB & ULMWP TIDAK TURUN SENDIRI DARI LANGIT

mypapua     8:38 AM   No comments
Oleh Gembala Dr. Ndumma Socratez S. Yoman
1. Pendahuluan
Lembaga perlawanan rakyat dan bangsa West Papua seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB) & United Liberation Movement For West Papua (ULMWP) tidak turun dari langit. Wadah perlawanan rakyat seperti ini tidak pernah muncul dengan tiba-tiba. Ia lahir dari suastu proses panjang setelah melihat ketidakberesan terhadap kehidupan rakyat.
Latar belakang lahirnya KNBP dan ULMWP karena ketidakadilan, kejahatan, kekerasan, kekejaman, penindasan dan pembunuhan yang dilakukan Indonesia yang menduduki dan menjajah rakyat dan bangsa West Papua. Wadah perjuangan keadilan dan hak asasi manusia seperti ini selalu dianggap musuh oleh penjajah yang merasa kepentingannya diganggu.
KNPB dan ULMWP disambut dan diterima sebagai pejuang nasib rakyat yang tertindas dan teraniaya. Rakyat West Papua percaya bahwa lembaga perlawan ini wadah yang benar-benar lahir dari rakyat dan berjuang untuk nasib rakyat West Papua.
2. Bangsa West Papua, KNPB dan ULMWP dilawan oleh Ramses Ohee
Ramses Ohee adalah yang hidupnya identik dengan juru bicara/corongnya BIN dan Kopassus. Ramses menjadi tameng/wayang yang terbuka sementara pewayangnya ada dibelakang. Apa yang diminta oleh pelakon wayang diikuti dengan baik. Memang ini potret nyata orang Melanesia yang sudah kehilangan pijakan. Identitas dan budayanya sudah dicabut dari akar-akarnya. Kita ikuti permainan perwayangannya/apa yang dikatakan Ramses Ohee sebagai berikut.
2.1. Papua hadir dan menjadi bagian dari NKRI adalah kehendak Tuhan.
2.2. Papua akan selamanya menjadi bagian tak terpisahkan dari NKRI.
2.3. Papua bagian sah dari NKRI dan tak ada Negara manapun yang bisa memisahkan.
2.4. Sebelum Pepera, orang-orang Papua sudah terlibat dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
2.5. Silahkan angkat kaki jika tak setuju dengan NKRI.
2.6. Upaya yang selama ini dilakukan oleh NRFPB, KNPB, PRD dan ULMWP serta
organisasi-organisasi yang ilegal lainnya untuk memisahkan Papua bagian dari NKRI akan menjadi sia-sia karena Tuhan telah berkendak atas ini.

3. Ramses Ohee dan Kopassus/BIN hanya menyebarkan bibit-bibit kebohongan
3.1. Apakah benar NKRI hadir di West Papua adalah kehendak Tuhan?
Menurut iman saya, Tuhan tidak pernah ajarkan untuk menipu dan membunuh umat Tuhan. Jadi, apakah perjanjian New York 15 Agustus 1962 dan pepera 1969 yang menghadirkan NKRI dengan kebohongan, kejahatan, kekerasan, kekejaman dan pembantaian umat Tuhan itu kehendak Tuhan?
TUHAN bilang: "Jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu" (Ulangan 5:17, 19, 20).
3.2. Apakah benar Papua selamanya menjadi bagian tak terpisahkan dari NKRI?
Menurut Ramses Ohee begitu, hanya menurut prediksi saya NKRI akan menjadi kenanangan dan West Papua tidak akan bertahan dalam NKRI.
Karena fondasi NKRI di West Papua adalah tetesan air mata, cucuran darah umat Tuhan pemilik negeri ini, tulang-belulang, penderitaan. Kekejaman, kekerasan, kejahatan, kebohongan, ketidakbenaran, ketidakadilan, pembunuhan, perampokkan, pencurian dan tindakan kriminal lainnya.
Perilaku para penguasa NKRI sudah mengusir dan menjauhkan rakyat dan bangsa West Papua. Wajah NKRI yang digambarkan tadi tidak memenangkan hati rakyat West Papua.
3.3. Apakah benar Papua sah dari NKRI dan tak ada Negara manapun yang bisa memisahkan?
Yang berjuang untuk West Papua Merdeka itu bukan Negara lain. Yang berjuang West Papua adalah rakyat dan bangsa West Papua sebagai pemilik sah negeri dan tanah ini. Apa dasar Papua bagian sah dari NKRI? Apakah melalui Pepera 1969 yang penuh dengan cacat hukum internasional dan penuh dengan kejahatan ABRI (TNI)?
Yang benar dan jujur adalah West Papua adalah wilayah pendudukan dan penjajahan Indonesia secara ilegal. West Papua diintegrasikan dengan moncong senjata bukan dengan proses yang benar.
3.4. Apakah benar sebelum Pepera 1969, orang-orang Papua sudah terlibat dalam Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928?
TUHAN bilang, "jangan menipu. Kamu jangan menipu dirimu sendiri". Kamu jangan jadi pembohong. Kamu jangan jadi manusia yang menjadi sahabat Iblis yang jahat, penipu dan pembohong itu.
Apakah orang-orang itu diutus resmi oleh rakyat dan bangsa West Papua dari Sorong-Merauke? Siapa nama orang itu? Kapan dan dimana rakyat dan bangsa West Papua rapat untuk mengutus orang itu menghadiri pertemuan pada 28 Oktober 1928.
Fakta membuktikan bahwa rakyat dan bangsa West Papua dari pegunungan dan pedalaman belum dijamah oleh orang-orang luar. Artinya belum ada orang yang mendapat pendidikan tentang NKRI. Barangkali, teman-teman dari pesisir pantai yang sudah duluan mengenal dunia luar.
3.5. Siapa yang seharusnya dipersilahkan angkat kaki jika tak setuju dengan NKRI?
Memang rakyat dan bangsa West Papua tidak setuju dengan pemerintah Indonesia menduduki dan menjajah bangsa West Papua. NKRI HARUS angkat kaki dan tinggalkan tanah dan bangsa kami West Papua. Kami adalah tuan dan pemilik sah tanah Melanesia ini. Kami punya hak 100% & NKRI tidak boleh menjajah, menindas dan memusnahkan kami.
TANAH Melanesia ini tanah kami. Ini rumah kami. Ini mama kami. Ini kehidupan kami. Ini masa depan anak dan cucu kami. Baik dan tidak baik waktu, hujan dan tidak hujan, lapar dan tidak lapar dan perang dan tidak perang, kami TETAP & SELAMANYA, DI SINI, KAMI BERDIRI DI ATAS TANAH TUMPAH DARAH KAMI. NKRI silakan angkat dari Tanah ini.
3.6. Apakah benar, upaya yang selama ini dilakukan oleh NRFPB, KNPB, PRD, ULMWP serta organisasi-organisasi yang ilegal lainnya untuk memisahkan Papua bagian dari NKRI akan jadi sia-sia karena Tuhan telah berkehendak atas ini?
Kalau menurut Ramses Ohee, BIN dan Kopassus bahwa usaha-usaha NRFPB, KNPB, PRD & ULMWP itu sia-sia dan Tuhan sudah berkenan kepada NKRI, kalian jangan paniklah. Mengapa diplomat2 Indonesia terus menebarkanisu-isu berbasis kebohongan di Luar Negeri sampai berbohong di PBB?
Perlu diketahui bahwa NRFPB, KNPB, PRD dan ULMWP adalah wadah sah, resmi karena wadah ini berdiri bukan di Indonesia (Ambon, Sulawesi, Kalimantan, Jawa dan Sumatra). Wadah-wadah perjuangan ini lahir di atas tanah pusaka dan tanah leluhurnya sendiri. Tidak ada yang melarangnya. Terkutuklah orang-orang yang merampas hak orang lain.
Yang benar-benar ilegal, tidak sah dan HARUS tinggalkan tanah Melanesia West Papua ialah Republik Indonesia yang sekarang jargon NKRI harga mati. Jadi, NKRI-lah ilegal, NKRI harus angkat kaki Tanah Melanesia, West Papua.
Raja Daud berkata kepada raja Filistin, Hai Goliat, "Engkau mendatangi aku dengan pedang dengan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kau tantang ini" (1 Samuel 17:45).
Selamat berdebat.

Tuesday, August 16, 2016

MENGAPA RAKYAT PAPUA INGIN MERDEKA DILUAR INDONESIA ?

Mypapua     8:19 PM   No comments
Aksi Demo 15 Agustus 2016, (foto doc knpb)
Pertanyaan Yang seringkali akan selalu bartanya ketiga ada tuntutan referendum memuncak di west Papua yang dimotori oleh KNPB berapa tahun terkhir ini .
Mengapa rakyat Papua Barat ingin merdeka di luar Indonesia? 

Mengapa rakyat Papua Barat masih tetap meneruskan perjuangan mereka? 

Kapan mereka mau berhenti berjuang?
Ada empat faktor yang mendasari keinginan rakyat Papua Barat untuk memiliki negara sendiri yang merdeka dan berdaulat di luar penjajahan manapun, yaitu:

1. Hak 

2. Budaya 

3. Latarbelakang Sejarah 
4. Realitas Sekarang
 
1. Tentang Hak

Kemerdekaan adalah »hak« berdasarkan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration on Human Rights) yang menjamin hak-hak individu dan berdasarkan Konvenant Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang menjamin hak-hak kolektif di dalam mana hak penentuan nasib sendiri (the right to self-determination) ditetapkan.

»All peoples have the right of self-determination. By virtue of that right they freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development - Semua bangsa memiliki hak penentuan nasib sendiri. Atas dasar mana mereka bebas menentukan status politik mereka dan bebas melaksanakan pembangunan ekonomi dan budaya mereka« (International Covenant on Civil and Political Rights, Article 1). Nation is used in the meaning of People (Roethof 1951:2) and can be distinguished from the concept State - Bangsa digunakan dalam arti Rakyat (Roethof 1951:2) dan dapat dibedakan dari konsep Negara (Riop Report No.1). Riop menulis bahwa sebuah negara dapat mencakup beberapa bangsa, maksudnya kebangsaan atau rakyat (A state can include several nations, meaning Nationalities or Peoples).

Ada dua jenis the right to self-determination (hak penentuan nasib sendiri), yaitu external right to self-determination dan internal right to self-determination. 
External right to self-determination yaitu hak penentuan nasib sendiri untuk mendirikan negara baru di luar suatu negara yang telah ada. Contoh: hak penentuan nasib sendiri untuk memiliki negara Papua Barat di luar negara Indonesia. External right to self-determination, or rather self-determination of nationalities, is the right of every nation to build its own state or decide whether or not it will join another state, partly or wholly (Roethof 1951:46) - Hak external penentuan nasib sendiri, atau lebih baiknya penentuan nasib sendiri dari bangsa-bangsa, adalah hak dari setiap bangsa untuk membentuk negara sendiri atau memutuskan apakah bergabung atau tidak dengan negara lain, sebagian atau seluruhnya (Riop ReportNo.1). Jadi, rakyat Papua Barat dapat juga memutuskan untuk berintegrasi ke dalam negara tetangga Papua New Guinea. Perkembangan di Irlandia Utara dan Irlandia menunjukkan gejala yang sama. Internal right to self-determination yaitu hak penentuan nasib sendiri bagi sekelompok etnis atau bangsa untuk memiliki daerah kekuasaan tertentu di dalam batas negara yang telah ada. Suatu kelompok etnis atau suatu bangsa berhak menjalankan pemerintahan sendiri, di dalam batas negara yang ada, berdasarkan agama, bahasa dan budaya yang dimilikinya. Di Indonesia dikenal Daerah Istimewa Jogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh. Pemerintah daerah-daerah semacam ini biasanya dilimpahi kekuasaan otonomi ataupun kekuasaan federal. Sayangnya, Jogyakarta dan Aceh belum pernah menikmati otonomi yang adalah haknya.
2. Tentang Budaya

Rakyat Papua Barat, per definisi, merupakan bagian dari rumpun bangsa atau ras Melanesia yang berada di Pasifik, bukan ras Melayu di Asia. Rakyat Papua Barat memiliki budaya Melanesia. Bangsa Melanesia mendiami kepulauan Papua (Papua Barat dan Papua New Guinea), Bougainville, Solomons, Vanuatu, Kanaky (Kaledonia Baru) dan Fiji. Timor dan Maluku, menurut antropologi, juga merupakan bagian dari Melanesia. Sedangkan ras Melayu terdiri dari Jawa, Sunda, Batak, Bali, Dayak, Makassar, Bugis, Menado, dan lain-lain. 
Menggunakan istilah ras di sini sama sekali tidak bermaksud bahwa saya menganjurkan rasisme. Juga, saya tidak bermaksud menganjurkan nasionalisme superior ala Adolf Hitler (diktator Jerman pada Perang Dunia II). Adolf Hitler menganggap bahwa ras Aria (bangsa Germanika) merupakan manusia super yang lebih tinggi derajat dan kemampuan berpikirnya daripada manusia asal ras lain. Rakyat Papua Barat sebagai bagian dari bangsa Melanesia merujuk pada pandangan Roethof sebagaimana terdapat pada ad 1 di atas.
3. Tentang Latarbelakang Sejarah

Kecuali Indonesia dan Papua Barat sama-sama merupakan bagian penjajahan Belanda, kedua bangsa ini sungguh tidak memiliki garis paralel maupun hubungan politik sepanjang perkembangan sejarah. Analisanya adalah sebaga berikut:

Pertama: Sebelum adanya penjajahan asing, setiap suku, yang telah mendiami Papua Barat sejak lebih dari 50.000 tahun silam, dipimpin oleh kepala-kepala suku (tribal leaders). Untuk beberapa daerah, setiap kepala suku dipilih secara demokratis sedangkan di beberapa daerah lainnya kepala suku diangkat secara turun-temurun. Hingga kini masih terdapat tatanan pemerintahan tradisional di beberapa daerah, di mana, sebagai contoh, seorang Ondofolo masih memiliki kekuasaan tertentu di daerah Sentani dan Ondoafi masih disegani oleh masyarakat sekitar Yotefa di Numbai. Dari dalam tingkat pemerintahan tradisional di Papua Barat tidak terdapat garis politik vertikal dengan kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia ketika itu.

Kedua: Rakyat Papua Barat memiliki sejarah yang berbeda dengan Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda dan Jepang. Misalnya, gerakan Koreri di Biak dan sekitarnya, yang pada awal tahun 1940-an aktif menentang kekuasaan Jepang dan Belanda, tidak memiliki garis komando dengan gerakan kemerdekaan di Indonesia ketika itu. Gerakan Koreri, di bawah pimpinan Stefanus Simopiaref dan Angganita Menufandu, lahir berdasarkan kesadaran pribadi bangsa Melanesia untuk memerdekakan diri di luar penjajahan asing.

Ketiga: Lamanya penjajahan Belanda di Indonesia tidak sama dengan lamanya penjajahan Belanda di Papua Barat. Indonesia dijajah oleh Belanda selama sekitar 350 tahun dan berakhir ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Papua Barat, secara politik praktis, dijajah oleh Belanda selama 64 tahun (1898-1962).

Keempat: Batas negara Indonesia menurut proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah dari »Aceh sampai Ambon«, bukan dari »Sabang sampai Merauke«. Mohammed Hatta (almarhum), wakil presiden pertama RI dan lain-lainnya justru menentang dimasukkannya Papua Barat ke dalam Indonesia (lihat Karkara lampiran I, pokok Hindia Belanda oleh Ottis Simopiaref).

Kelima: Pada Konferensi Meja Bundar (24 Agustus - 2 November 1949) di kota Den Haag (Belanda) telah dimufakati bersama oleh pemerintah Belanda dan Indonesia bahwa Papua Barat tidak merupakan bagian dari negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Status Nieuw-Guinea akan ditetapkan oleh kedua pihak setahun kemudian. (Lihat lampiran II pada Karkara oleh Ottis Simopiaref).

Keenam: Papua Barat pernah mengalami proses dekolonisasi di bawah pemerintahan Belanda. Papua Barat telah memiliki bendera national »Kejora«, »Hai Tanahku Papua« sebagai lagu kebangsaan dan nama negara »Papua Barat«. Simbol-simbol kenegaraan ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea). NGR didirikan pada tanggal 5 April 1961 secara demokratis oleh rakyat Papua Barat bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Nama negara, lagu kebangsaan serta bendera telah diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda.

Ketujuh: Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963 hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional (international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling memiliki hubungan sejarah.

Kedelapan: Pernah diadakan plebisit (Pepera) pada tahun 1969 di Papua Barat yang hasilnya diperdebatkan di dalam Majelis Umum PBB. Beberapa negara anggota PBB tidak setuju dengan hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) karena hanya merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. Adanya masalah Papua Barat di atas agenda Majelis Umum PBB menggaris-bawahi nilai sejarah Papua Barat di dunia politik internasional. Ketidaksetujuan beberapa anggota PBB dan kesalahan PBB dalam menerima hasil Pepera merupakan motivasi untuk menuntut agar PBB kembali memperbaiki sejarah yang salah. Kesalahan itu sungguh melanggar prinsip-prinsip PBB sendiri. (Silahkan lihat lebih lanjut pokok tentang Pepera dalam Karkara oleh Ottis Simopiaref).

Kesembilan: Rakyat Papua Barat, melalui pemimpin-pemimpin mereka, sejak awal telah menyampaikan berbagai pernyataan politik untuk menolak menjadi bagian dari RI. Frans Kaisiepo (almarhum), bekas gubernur Irian Barat, pada konferensi Malino 1946 di Sulawesi Selatan, menyatakan dengan jelas bahwa rakyatnya tidak ingin dihubungkan dengan sebuah negara RI (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Johan Ariks (alm.), tokoh populer rakyat Papua Barat pada tahun 1960-an, menyampaikan secara tegas perlawanannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Indonesia (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Angganita Menufandu (alm.) dan Stefanus Simopiaref (alm.) dari Gerakan Koreri, Raja Ati Ati (alm.) dari Fakfak, L.R. Jakadewa (alm.) dari DVP-Demokratische Volkspartij, Lodewijk Mandatjan (alm.) dan Obeth Manupapami (alm.) dari PONG-Persatuan Orang Nieuw-Guinea, Barend Mandatjan (alm.), Ferry Awom (alm.) dari Batalyon Papua, Permenas Awom (alm.), Jufuway (alm.), Arnold Ap (alm.), Eliezer Bonay (alm.), Adolf Menase Suwae (alm.), Dr. Thomas Wainggai (alm.), Nicolaas Jouwe, Markus Wonggor Kaisiepo dan lain-lainnya dengan cara masing-masing, pada saat yang berbeda dan kadang-kadang di tempat yang berbeda memprotes adanya penjajahan asing di Papua Barat.
4. Tentang Realitas Sekarang

Rakyat Papua Barat menyadari dirinya sendiri sebagai bangsa yang terjajah sejak adanya kekuasaan asing di Papua Barat. Kesadaran tersebut tetap menjadi kuat dari waktu ke waktu bahwa rakyat Papua Barat memiliki identitas tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Di samping itu, penyandaran diri setiap kali pada identitas pribadi yang adalah dasar perjuangan, merupakan akibat dari kekejaman praktek-praktek kolonialisme Indonesia. Perlawanan menjadi semakin keras sebagai akibat dari (1) penindasan yang brutal, (2) adanya ruang-gerak yang semakin luas di mana seseorang dapat mengemukakan pendapat secara bebas dan (3) membanjirnya informasi yang masuk tentang sejarah Papua Barat. Rakyat Papua Barat semakin mengetahui dan mengenal sejarah mereka. Kesadaran merupakan basis untuk mentransformasikan realitas, sebagaimana almarhum Paulo Freire (profesor Brasilia dalam ilmu pendidikan) menulis. Semangat juang menjadi kuat sebagai akibat dari kesadaran itu sendiri. 
Pada tahun 1984 terjadi exodus besar-besaran ke negara tetangga Papua New Guinea dan empat pemuda Papua yaitu Jopie Roemajauw, Ottis Simopiaref, Loth Sarakan (alm.) dan John Rumbiak (alm.) memasuki kedutaan besar Belanda di Jakarta untuk meminta suaka politik. Permintaan suaka politik ke kedubes Belanda merupakan yang pertama di dalam sejarah Papua Barat. Gerakan yang dimotori Kelompok Musik-Tari Tradisional, Mambesak (bahasa Biak untuk Cendrawasih) di bawah pimpinan Arnold Ap (alm.) merupakan manifestasi politik anti penjajahan yang dikategorikan terbesar sejak tahun 1969. Kebanyakan anggota Mambesak mengungsi dan berdomisili di Papua New Guinea sedangkan sebagian kecil masih berada dan aktif di Papua Barat.
Dr. Thomas Wainggai (alm.) memimpin aksi damai besar pada tanggal 14 Desember 1988 dengan memproklamirkan kemerdekaan negara Melanesia Barat (Papua Barat). Setahun kemudian pada tanggal yang sama diadakan lagi aksi damai di Numbai (nama pribumi untuk Jayapura) untuk memperingati 14 Desember. Dr. Thom Wainggai dijatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun, namun beliau kemudian meninggal secara misterius di penjara Cipinang. Papua Barat dilanda berbagai protes besar-besaran selama tahun 1996. Tembagapura bergelora bagaikan air mendidih selama tiga hari (11-13 Maret). Numbai terbakar tanggal 18 Maret menyusul tibanya mayat Thom Wainggai. Nabire dijungkir-balik selama 2 hari (2-3 Juli). Salah satu dari aksi damai terbesar terjadi awal Juli 1998 di Biak, Numbai, Sorong dan Wamena, kemudian di Manokwari. Salah satu pemimpin dari gerakan bulan Juli 1998 adalah Drs. Phillip Karma. Drs. P. Karma bersama beberapa temannya sedang ditahan di penjara Samofa, Biak sambil menjalani proses pengadilan. Gerakan Juli 1998 merupakan yang terbesar karena mencakup daerah luas yang serentak bergerak dan memiliki jumlah massa yang besar. Gerakan Juli 1998 terorganisir dengan baik dibanding gerakan-gerakan sebelumnya. Di samping itu, Gerakan Juli 1998 dapat menarik perhatian dunia melalui media massa sehingga beberapa kedutaan asing di Jakarta menyampaikan peringatan kepada ABRI agar menghentikan kebrutalan mereka di Papua Barat. Berkat Gerakan Juli 1998 Papua Barat telah menjadi issue yang populer di Indonesia dewasa ini. Di samping sukses yang telah dicapai terdapat duka yang paling dalam bahwa menurut laporan dari PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) lebih dari 140 orang dinyatakan hilang dan kebanyakan mayat mereka telah ditemukan terdampar di Biak. Menurut laporan tersebut, banyak wanita yang diperkosa sebelum mereka ditembak mati. Realitas penuh dengan represi, darah, pemerkosaan, penganiayaan dan pembunuhan, namun perjuangan tetap akan dilanjutkan. Rakyat Papua Barat menyadari dan mengenali realitas mereka sendiri. Mereka telah mencicipi betapa pahitnya realitias itu. Mereka hidup di dalam dan dengan suatu dunia yang penuh dengan ketidakadilan, namun kata-kata Martin Luther King masih disenandungkan di mana-mana bahwa »We shall overcome someday!« (Kita akan menang suatu ketika!).
Masa depan: Tidak diikut-sertakannya rakyat Papua Barat sebagai subjek masalah di dalam Konferensi Meja Bundar, New York Agreement yang mendasari Act of Free Choice, Roma Agreement dan lain-lainnya merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri yang dilakukan oleh pemerintah (state violence) dalam hal ini pemerintah Indonesia dan Belanda. (Untuk Roma Agreement, silahkan melihat lampiran pada Karkara oleh Ottis Simopiaref). Rakyat Papua Barat tidak diberi kesempatan untuk memilih secara demokratis di dalam Pepera. Act of Free Choice disulap artinya oleh pemerintah Indonesia menjadi Pepera. Di sini terjadi manipulasi pengertian dari Act of Free Choice (Ketentuan Bebas Bersuara) menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Ortiz Sans sebagai utusan PBB yang mengamati jalannya Pepera melaporkan bahwa rakyat Papua Barat tidak diberikan kebebasan untuk memilih. Ketidakseriusan PBB untuk menerima laporan Ortiz Sans merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri. PBB justru melakukan pelecehan HAM melawan prinsip-prinsipnya sendiri. Ini merupakan motivasi di mana rakyat Papua Barat akan tetap berjuang menuntut pemerintah Indonesia, Belanda dan PBB agar kembali memperbaiki kesalahan mereka di masa lalu. Sejak pencaplokan pada 1 Mei 1963, pemerintah Indonesia selalu berpropaganda bahwa yang pro kemerdekaan Papua Barat hanya segelintir orang yang sedang bergerilya di hutan. Tapi, Gerakan Juli 1998 membuktikan yang lain di mana dunia telah menyadari bahwa jika diadakan suatu referendum bebas dan adil maka rakyat Papua Barat akan memilih untuk merdeka di luar Indonesia. Rakyat Indonesia pun semakin menyadari hal ini.
Menurut catatan sementara, diperkirakan bahwa sekitar 400 ribu orang Papua telah meninggal sebagai akibat dari dua hal yaitu kebrutalan ABRI dan kelalaian politik pemerintah. Sadar atau tidak, pemerintah Indonesia telah membuat sejarah hitam yang sama dengan sejarah Jepang, Jerman, Amerikat Serikat, Yugoslavia dan Rwanda. Jepang kemudian memohon maaf atas kebrutalannya menduduki beberapa daerah di Asia-Pasifik pada tahun 1940-an. Sentimen anti Jerman masih terasa di berbagai negara Eropa Barat. Ini membuat para pemimpin dan orang-orang Jerman menjadi kaku jika mengunjungi negara-negara yang pernah didukinya, apalagi ke Israel. Berbagai media di dunia pada 4 Desember 1998 memberitakan penyampaian maaf untuk pertama kali oleh Amerika Serikat (AS) melalui menteri luarnegerinya, Madeleine Albright. "Amerika Serikat menyesalkan »kesalahan-kesalahan yang amat sangat« yang dilakukannya di Amerika Latin selama perang dingin", kata Albright. AS ketika itu mendukung para diktator bersama kekuatan kanan yang berkuasa di Amerika Latin di mana terjadi pembantaian terhadap berjuta-juta orang kiri. Semoga Indonesia akan bersedia untuk merubah sejarah hitam yang ditulisnya dengan memohon maaf kepada rakyat Papua Barat di kemudian hari. Satu per satu para penjahat perang di bekas Yugoslavia telah diseret ke Tribunal Yugoslavia di kota Den Haag, Belanda. Agusto Pinochet, bekas diktator di Chili, sedang diperiksa di Inggris untuk diekstradisikan ke Spanyol. Dia akan diadili atas terbunuhnya beribu-ribu orang selama dia berkuasa di Chili. Suatu usaha sedang dilakukan untuk mendokumentasikan identitas dan kebrutalan para pemimpin ABRI di Papua Barat. Dokumentasi tersebut akan digunakan di kemudian hari untuk menyeret para pemimpin ABRI ke tribunal di Den Haag. Akhir tahun ini (1998) dunia membuka mata terhadap beberapa daerah bersengketa (dispute regions), yaitu Irlandia Utara, Palestina dan Polisario (Sahara Barat). Kedua pemimpin di Irlandia Utara yang masih dijajah Inggris menerima Hadiah Perdamaian Nobel (Desember 1998). Bill Clinton, presiden Amerikat, yang mengunjungi Palestina, tanggal 14 Desember 1998, mendengar pidato dari Yaser Arafat bahwa daerah-daerah yang diduki di Palestina harus ditinggalkan oleh Israel. Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan, yang mengadakan tour di Afrika Utara mampir di Aljasaria untuk mencoba menengahi konflik antara Front Polisario dan Maroko. Front Polisario dengan dukungan Aljasaria masih berperang melawan Maroko yang menduduki Polisario (International Herald Tribune, Nov. 30, 1998). Mengapa ada konflik di Irlandia Utara, Palestina dan Polisario? Karena rakyat-rakyat di sana menuntut hak mereka dan memiliki budaya serta latar-belakang sejarah yang berbeda dari penjajah yang menduduki negeri mereka. Realitas sekarang menunjukkan bahwa rakyat-rakyat di sana masih tetap berjuang untuk membebaskan diri dari penjajahan. Realitas sekarang di Papua Barat membuktikan adanya perlawanan rakyat menentang penjajahan Indonesia. Ini merupakan manifestasi dari makna faktor-faktor budaya, latar-belakang sejarah yang berbeda dari Indonesia dan terlebih hak sebagai dasar hukum di mana rakyat Papua Barat berhak untuk merdeka di luar Indonesia.
Sejarah Papua Barat telah menjadi kuat, sarat, semakin terbuka dan kadang-kadang meledak. Perjuangan kemerdekaan Papua Barat tidak pernah akan berhenti atau dihentikan oleh kekuatan apapun kecuali ketiga faktor (hak, budaya dan latarbelakang sejarah) tersebut di atas dihapuskan keseluruhannya dari kehidupan manusia bermartabat. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi negara tetangga yang baik dengan Indonesia. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi bagian yang setara dengan masyarakat internasional. Perjuangan akan dilanjutkan hingga perdamaian di Papua Barat tercapai. Anak-anak, yang orang-tuanya dan kakak-kakaknya telah menjadi korban kebrutalan ABRI tidak akan hidup damai selama Papua Barat masih merupakan daerah jajahan. Mereka akan meneruskan perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Mereka akan meneriakkan pekikan Martin Luther King, pejuang penghapusan perbedaan warna kulit di Amerka Serikat, "Lemparkan kami ke penjara, kami akan tetap menghasihi. Lemparkan bom ke rumah kami, dan ancamlah anak-anak kami, kami tetap mengasihi". Rakyat Papua Barat mempunyai sebuah mimpi yang sama dengan mimpinya Martin Luther King, bahwa »kita akan menang suatu ketika«.

Tulisan di atas dipetik dari diktat berjudul Karkara karangan Ottis Simopiaref. Ottis Simopiaref lahir tahun 1953 di Biak, Papua Barat dan sedang berdomisi di Belanda sejak 14 Maret 1984 setelah bersama tiga temannya lari dan meminta suaka politik di Kedutaan Besar Belanda di Jakarta tanggal 28 Februari 1984.  

SUMBER:http://vietnamanddress.blogspot.co.id/2016/08/mengapa-rakyat-papua-ingin-merdeka.html

Friday, July 22, 2016

Mengingat Kembali Tokoh Papua Merdeka “Karel Gobay”

Mypapua     8:33 PM   No comments
Karel O. Gobai 

OLEH : BENY  PAKAGE

Bila kita membuka kembali Sejarah Perlawnan orang Papua, bulan Juli adalah Puncak dari Rakyat Papua yang di wakili oleh orang Mee  di Paniai   melakukan perang menolak kehadiran Indonesia di Papua di Hadapan PBB dan UNTEA. Dan dalam semangat itu, kami menulis sebuah kisah yang indah menjelang Perang antara Indonesia dan Orang Papua yang di wakili oleh orang Mee berlangsung di Paniai.
Sore hari di akhir tahun 1968, Siswa – siswi  SGB (Sekolah Guru Biasa) YPPGI Enarotali dalam cuaca dingin sibuk dengan kegiatan masing – masing dilingkungan sekolah, tampak Willem (Wim) Zonggonauw yang saat itu sebagai anggota DPRGR Irian Barat, datang dari Soekarnapura (Jayapura) ke  Kota Enarotali dan tinggal di penginapan Misi Katholik di Iyaitaka. Sepintas saja sore itu dia nampak dengan mengenakan celana pendek abu – abu dengan sepatu hitam dan kaos kaki setengah tiang melewati asrama dengan melambaikan tangan kepada para siswa SGB YPPGI Enarotali dengan setengah senyum.
Melihat beliau lewat, para siswa SGB YPPGI sebagian kembali melambaikan tangan tanda memberi salam, dan ada yang diam dan ada yang bertanya tanya,sebenarnya orang hitam tinggi dan besar serta hidung panjang ini dari mana. Sehingga sejenak di lingkungan asrama SGB YPPGI terjadi diskusi yang seru antar siswa. Dimana sebagian siswa dari daerah Tigi, Kamu dan Mapia terheran dan kagum katakan bahwa “Kike Kaya ka Ogay”,.Maksudnya Bos ini berasal dari mana. Ungkapan ini keluar karena saat itu semua orang yang berpenampilan dan berpakaian bagus orang menyebutnya dengan Ogay atau bos. Sedangkan mereka yang tahu’ khusunya dari daerah Weyadide, Kebo Agadide dan Kopo katakan dia ini“ Ogay “ atau Bos  dan anggota DPRGR Irian Barat di Sukarnapura.
Lewat pertemuan sejenak dan diskusi di sore itu, pada esok  harinya orang yang sama kembali lagi dengan di temani Karel Gobay seorang terdidik orang Mee yang saat  itu menjabat sebagai Wakil Bupati Paniai menjelang Pepera 1969. Kedua  orang ini masuk komleks sekolah  SGB YPPGI dan  ijin pak guru Sumule dan memberikan semacam diskusi tentang Papua dan ajakan untuk belajar yang serius. Setelah sekitar 2 jam memberikan cerama, bersama Karel Gobay, mereka dua jalan dalam diskusi serius namun dengan suara yang tertahan dalam mulut.
Belakangan di ketahui, Willem Zonggonauw datang ke Enarotali untuk mengecek sampai sejauh mana hasil persiapan pertemuan rahasia bersama di Jayapura yang di hadiri oleh  Kabupaten Jayapura, Biak, Jayawijaya,Yapen Waropen, Manokwari, Sorong, Fakfak, Merauke dan Paniai yang bersepakat untuk gagalkan PEPERA 1969. Dimana sesuai kesepakatan di Soekarnapura, mereka meminta agar Indonesia menarik semua pasukan, Menghetikan pembunuhan,culik dan teror kepada orang Irian dan minta agar UNTEA tidak memihak Indonesia dan bila tidak, semua petugas UNTEA dan PBB yang di anggap memihak Indonesia dan tidak netral dalam persiapan pelaksanaan PEPERA 1969 harus di bunuh  .
Willem Zonggonau datang saat Karel Gobay melakukan persiapan, dimana saat itu orang Mee sudah beberapa kali menyampaikan pendepat kepada Indonesia,UNTEA dan PBB agar Tentara Indonesia di tarik sebelum pelaksanaan PEPERA 1969 dan meminta UNTEA dan PBB agar netral dalam persiapan PEPERA 1969. Namun semua aspirasi ini tidak di indahkan mereka. Dan untuk menyikapi tuntutan orang Mee ini, sesuai kesepakatan Karel Gobay sudah membicarakan rencana untuk gagalkan PEPERA 1969 dengan semua Dewan Perwakilan Rakyat di Paniai melalui ketuanya David Pekey.
Kemudian membagi pos perlawanan kepada para Polisi putra daerah, dimana untuk melakukan perlawanan di wilayah Mapia, pimpinannya Karel berikan kepada Mapia Mote dengan titik/ lokasi pertempuran di Degei Dimi; Wilayah Kamu dibawah pimpinan Garis Adii dengan titik/lokasi pertempuran di Ode Dimi; Wilayah Tigi dibawah Pimpinan Senin Mote dengan titik/ lokasi pertempuran Iya Dimi dan Okomo Tadi; Wilayah Paniai Barat dibawah pimpinan Kores Pigai dengan titik/lokasi pertempuran di Ogiyai Dimi; Wilayah Paniai dibawah pimpinan Karel Gobay sendiri dengan titik/lokasi Pertempuran Enarotali,Dagouto dan Bunauwo dan semua orang Mee sudah mengetahui itu.
Setelah sekitar 1 minggu di Enarotali, Willem Zonggonau kembali ke  Soekarnapura dengan menaiki pesawat AMA milik Misi  Katholik dari Epouto setelah memberi cerama kepada siswa SMP YPPK St.Franmsiscus Epouto ,dan kepergiannya menjadi cerita yang heboh di semua siswa SGB YPPGI Enarotali saat itu.
Lepas kepergian Zonggonauw,pada tanggal 25 April 1969, beberapa siswa SGB YPPGI dari Weyadide yang hadir dalam pertemuan masyarakat dengan Karel Gobay membawa kabar bahwa Karel Gobay  baru saja panah seekor sapi yang besar di Kampung Aikai dalam pertemuan itu dan hanya dengan sebuah anak panah, sapi besar itu mati di tempat, sehingga Karel Gobay menyatakan siap berperang melawan Indonesia.
Mendengar berita bahwa Karel siap perang  untuk  batalkan Pepera 1969,semua siswa SGB YPPGI Enarotali di liburkan oleh pihak Sekolah dan berharap agar Siswa SGB saat kembali ke Daerah masing – masing, bisa mengajar untuk praktek di kampung mereka yang ada sekolah.
Sementara Siswa SGB siap – siap untuk kembali ke daerah masing, masing,  tepat tanggal 1 Mei 1969 pemimpin perang Karel Gobay meninggalkan Jabatan sebagai Wakil Bupati Kabupaten Paniai dan mengambil alih komando dan menyatakan perang menolak PEPERA 1969 yang jelas – jelas pasti tidak netral.Sekaligus memerintahkan, Mapia Mote di Degei Dimi; Garis Adii di Ode Dimi; Senin Mote dan Aman/Thomas Douw Di Iya Dimi dan Okomo Tadi untuk melakukan perang.
Dalam perintah yang sama, tanggal 2 Mei 1969 Karel Gobay mengumumkan kepada seluruh masyarakat yang berdomisili di Meuwodide Paniai segera mencari tempat persembu nyian, serta Karel Gobay melakukan boikot semua fasilitas umum seperti gedung-gedung perkantoran dan lapangan terbang Enarotali. Dan saat itulah datang Sarwo Edi Wibowo ke Enarotali untuk membicarakan persoalan itu dan saat mendarat dengan pesawat, Polisi Mambrisu melepaskan peluruh dari senjatanya di Lapangan terbang Enarotali mengenai salah satu personil yang ikut rombongan Sarwo Edi Wibowo dan pecalah perang antara TNI dan rakyat bangsa Papua yang berdomisi di wilayah Paniai selama 3 (tiaga) bulan yaitu bulan Mei sampai dengan bulan Juli 1969 di depan mata PBB sebagai bukti bahwa orang Asli Papua menolak Pepera 1969 yang penuh penipuan dan curang serta penuh Intimidasi dan Pembunuhan.
Di depan UNTEA dan PBB, Pasukan Indonesia dari semua kesatuan di terujunkan di Paniai dengan basis penerjunan di Okomotadi dan Wanghete. Sebelum Penerjunan, TNI menghaburkan BOM dari udara dengan pesawat B-2 di sekitar Danau tigi,lalu dengan tiga buah pesawat, TNI di hambur dari Udara. Semua orang Mee siap siaga dan berperang. Militer mulai masuk melakukan operasi mulai dari Moanemani hingga Paniai.Banyak orang Mee terbunuh dan juga TNI/Polisi.
Perang Tahun 1969 di Enarotali berlangsung kurang lebih selama 3 (tiga) bulan lebih yaitu mulai Tanggal 2 Mei sampai dengan bulan Juli tahun 1969 dan dalam pertempuran di beberapa wilayah /titik pertempuran berjalan sangat sengit dan sana sini terdapat banyak korban jiwa berjatuhan baik pihak TNI dari NKRI maupun rakyat Bangsa Papua di Paniai termasuk harta benda mereka tetapi Karel Gobay selaku pemimpin perang tetap kobarkan semangat juangnya.
Dalam kondisi demikian tepat pada bulan Juli 1969 Karel Gobay mendapat sebuah surat yang dikirim oleh Ketua C&MA Pdt. Katto, orang  America Serikat. Yang sebelumnya di minta oleh Brig.Jend.Sarwo Edi Wibowo yang saat itu menjabat Panglima Kodam cendrawasih di Jayapura. Setelah membaca surat tersebut,dalam surat  Katto meminta kepada Karel Gobay bertemu di Perumahan Misionaris di Kebo II Paniai  Utara. Karel menyetujui. Sesuai kesepakatan, tanggal dan hari yang dijanjikan, Katto terbang dari bandara udara Sentani Jayapura dengan menggunakan pesawat milik MAF dan sekitar pukul,11 siang Katto mendarat di bandar udara Kebo II dan Katto langsung melakukan pertemuan singkat dengan Karel Gobay.
Dalam pertemuan itu sesuai permintaan dan kesepakatan dia dengan Panglima Kodam Cendrawasih, Pdt.Katto memaksa Karel Gobay untuk segera hentikan perang dan menyerahkan diri kepada pemerintah dengan dengan mengatakan;  Tuntutan Pengakuan Kedaulatan Bangsa Papua Barat merupakan masalah seluruh Bangsa Papua Barat tetapi mengapa Rakyat Paniai di bawah pimpinan Karel Gobay saja yang melakukan perlawanan melaui perang kepada NKRI;Lalu Karel jawab, perlawanan ini di lakukan oleh seluruh Bangsa Papua sesuai kesepakatan kami  tetapi saudara – saudara kita di 8 (delapan) kabupaten yang lain sementara kami tahu mereka ada dalam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh TNI NKRI sehingga mereka tidak bisa buat apa-apa.
Setelah jawab itu Katto kembali menyampaikan bahasa Propagandanya dengan kembali menyampaikan banyak Masyarakat yang tidak berdosa telah korban didalam perang yang Saudara pimpin ini bagaiman, lalu Karel Gobay mengatakan saya siap bertanggung jawaba pengorbanan  jiwa mereka dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa diakhirat nanti; dan  saya percaya Tuhan tidak akan adili saya karena tindakan saya ini membela kebenaran.  Karena Karel memberi Jawaban perlawanan maka; Pdt.Katto yang warga negara Amerika yang saat itu menjabat sebagai pemimpin C&MA ini dalam ketergesannya mengambil Alkitab  dan meletakkannya diatas meja  dan mengambil selembar Bendera Bintang Fajar yang dibawah dari Jayapura  diatas meja pertemuan lalu  mengajukan pertanyaan kembali kepada Karel Gobay.
Dari kedua benda ini Karel mau pegang Alkitab atau Bendera bintang Fajar.Melihat dan mendengar pertanyaan itu, Karel Gobay mengambil kedua benda tersebut dan menggenggam Alkitab ditangan kanan dan Bendera BangsaPapua ditangan kiri dan secara tegas Karel Gobay menjawab Saya pegang kedua duanya. Melihat itu Katto kembali memohon kepada Karel Gobay denga mengatakan saat ini sebaiknya saudara pegang Alkitab sedangkan untuk Bendera ini sebaiknya anda simpan di tempat ini dan dikemudian hari nanti  dilanjutkan oleh anak cucu Saudara. Lepas pertemuan itu,  Karel Gobay tanpa melakukan kesepakatan dengan rakyat Paniai yang masih semangat berperang, mengambil keputusan hentikan perang.
Mendengar pernyataan Karel Pdt.Katto membawa Karel Gobay ke Jayapura dengan Karel mengenakan pakaian pimpinan perang, dan didampingi dua orang yang lain yaitu Manis Yogi dan Kuyai Bedo Adii  dari berangkat dari Kebo II dengan menggunakan pesawat terbang Cessna milik MAFke Jayapura untuk Karel pertanggung jawabkan Perag 1969 di hadapan Pemerintah Indonesia melalui Panglima wilayah Maluku dan Irian Barat yaitu Brig.Sarwo Edi Wibowo. Pukul,12,00 WIT, Karel bersama kedua orang pengantar dan Pdt.Katto Tiba di di bandar udara Sentani dan Karel di jemput dengan pengawalan yang ketat oleh TNI. Di Celah pengawalan yang ketat itu ada suara dari seorang tokoh politik  pemerintah Hindia Belanda dan dia katakan  Tuan Gobay kamu sudah menang perang namun anda tidak didukung oleh saudara-saudara dari  8 (delapan ) Kabupaten yang lain.
Di hadapan Panglima Wilayah Maluku dan Irian Barat Brig.Jend.Sarwo Edi Wibowo, Karel Gobay mempertanggung jawabkan apa saja dilakukannya,dan mereka katakan  Karel anda adaah Pejabat Negara NKRI yang telah melawan Ideolgi Pancasila.Lalu Karel katakan, perbuatan saya ini hanya untuk mempertahankan Ideologi Bangsa Papua Barat.
Nau sebagaimana kesepakatan awal, Pemerintah Indonesia memintah agar  Karel Gobay kembali bekerja sebagai Wakil Bupati Kabupaten Paniai sepertibiasanya.Namun tidak alam kemudian di tahun 1971,sementara dia ke Jakarta untuk berobat,dia di hentikan Presiden Soeharto.
Penulis Adalah Peduli Pemerhati Papua 
Sumber:https://papuapost.wordpress.com/2016/07/23/mengingat-kembali-tokoh-papua-merdeka-karel-gobay/

Translate

Followers

NEWS