Sunday, January 27, 2013

LPMA SWAMEMO: “KAMI TOLAK DEGEUWO DIJADIKAN WPR”

Mypapua     11:06 AM   No comments


Tobias Bagubau (Jubi/Musa Abubar)
NABIRE--  — Ketua Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Suku Wolani, Mee dan Moni (LPMA SWAMEMO), Thobias Bagubau, menyatakan, menolak gagasan mengenai Degeuwo dijadikan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagaimana diusulkan Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Paniai, John NR Gobai.

Menurut Thobias, selama ini banyak masalah yang terjadi di kawasan pendulangan emas di sepanjang Kali Degeuwo, sehingga dengan rencana WPR justru akan menambah persoalan lagi. “Jadi, kami tolak kalau Degeuwo dijadikan WPR. Untuk apa juga, karena selama ini kasus-kasusnya belum ditangani. Jangan tambah masalah lagi, kami tidak mau masyarakat kami jadi korban diatas kekayaan alam,” tuturnya saat jumpa pers di Nabire, Minggu (27/1) sore.
Thobias Bagubau mengungkapkan hal itu sekaligus menanggapi ide dari Ketua DAD Paniai pada saat peluncuran bukunya “Penambangan Tanpa Ijin (PETI) Menuju Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)”, di Aula Susteran SMSJ Maranatha, Waena, Jayapura, Jumat (25/1) lalu.
“Alasan mengapa WPR harus ditolak, karena itu bukan aspirasi murni masyarakat yang tinggal di sepanjang Kali Degeuwo. Jadi, saya atas nama masyarakat tiga suku ini menolak Degeuwo dijadikan WPR. Jangan ada konspirasi lagi, hanya untuk kepentingan satu dua orang,” tegas pria Wolani yang cukup vokal dengan masalah pertambangan emas Degeuwo.
Di Degeuwo, dia menyebut, ada lima masalah yang hingga kini belum pernah dituntaskan. Pertama, masalah administrasi yakni pemberian ijin kepada badan usaha dan perusahaan yang tidak sesuai aturan atau prosedur. Kedua, terjadi kerusakan lingkungan yang cukup parah sejak adanya pendulangan emas. Ketiga, banyak kasus pelanggaran HAM, mulai dari tindak kekerasan dan kasus penembakan, juga terjadinya diskriminasi terhadap warga pemilik ulayat.
Masalah keempat, sebut Thobi, kasus penyebaran HIV dan AIDS yang marak di lokasi pendulangan karena secara terselubung didatangkan wanita penghibur dan dengan mudah dibarter sama emas jika hendak berhubungan badan. Dan yang kelima, kasus perampasan hak-hak adat, selain lokasi milik masyarakat dikuasai pengusaha pendatang, juga emas berton-ton dikeruk tanpa ada manfaat yang dirasakan oleh warga asli Degeuwo.
“Kami mendata banyak kasus di Degeuwo. Dulu, kami dari AISWM (Aliansi Intelektual Suku Wolani-Moni) perjuangkan supaya Degeuwo ditutup atau mungkin ada solusi lain yakni penertiban dan lain-lain, tapi semua buntu. Sekarang melalui LPMA SWAMEMO kami lebih fokuskan masalah Degeuwo ini,” ujar Thobias Bagubau.
Kata dia, masalah Degeuwo bukan masalah lokal Papua, tetapi sudah diketahui dunia internasional. Oleh karena itu, mekanisme penyelesaiannya harus tepat, dan tidak bisa diselesaikan dengan pola WPR. “WPR untuk apa, kalau toh pada akhirnya tidak akan selesaikan masalah. Kami tidak sependapat. Itu John dia dibacking salah satu pengusaha, Haji Ari, untuk kepentingan mereka saja,” tudingnya.
Thobi bahkan menyatakan, tak akan menerima apapun tawarannya. Tidak mau ada tawaran atau intervensi dari perusahaan manapun. LPMA SWAMEMO, bukan milik dia, melainkan milik masyarakat tiga suku sesuai hak kepemilikan tanah adat di sepanjang Kali Kemabu atau Kali Degeuwo.
“Kami tidak terima, mau tawaran apapun. Kami mau Degeuwo harus ditutup. Jangan terus menerus korbankan rakyat, sementara kekayaan yang ada di negeri leluhur mereka selalu dicuri orang luar. Sudah begitu tiap hari masyarakat berhadapan dengan moncong senjata, jika mau persoalkan hak ulayat di lokasi pendulangan. Saya terus konsen perjuangkan keselamatan manusia, alam dan kekayaan. Tidak perlu ada kompromi. Ini negeri kami, kami anak-anak perjuangkan untuk masyarakat, untuk generasi masa depan,” tuturnya panjang lebar.
Perjuangan yang sudah dirintis, kata Thobi, mendapat simpati banyak pihak. Koordinasi masih berlanjut, sejumlah lembaga siap mengadvokasi untuk memantau langsung kondisi riil Degeuwo. Sehingga, menurut dia, jaringan yang dibangun tidak akan digadaikan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi lebih memperjuangkan hak-hak dan nasib masyarakat adat. “Jadi, intinya, kami tolak WPR,” ujarnya menyudahi jumpa pers. (Jubi/Markus You)

sumber:;jubi

Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

0 SILAKAN BERKOMENTAR :

silakan komentar anda!

Translate

Followers

NEWS