Sunday, July 8, 2012

KEMATIAN AKTIVIS PAPUA, MENYUBURKAN SEL-SEL PERJUANGAN

Mypapua     8:25 AM   No comments


ARNOLD CLEMENS AP (FOTO: ILST/UP)

Semangat nasionalisme orang Papua untuk merdeka, tidak pernah mati, walau dibendung oleh kekuatan meliter apa pun juga. Semangat itu terus lahir dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Nasionalisme membentuk jiwa semangat manusia Papua untuk berjuang, membebaskan dirinya dari cengkraman penguasa. Hal itu adalah realita. Fakta historis membuktikan bahwa setiap hati nurani orang Papua, besar dan kecil, tua dan muda, menyimpan nyanyian kerinduan, nyanyian kebebasan, nyanyian kemerdekaan. Semangat nasionalisme itu tidak pernah padam, ia terus membara di hati setiap generasi Papua. Penaburan janji politik oleh Soekarno tentang sebuah kemerdekaan orang Papua, saat menjadi tahanan Belanda di kota Nika (Kampung Harapan-Sentani) 1947, hanya sebuah mimpi. Pada tahun 1963 janji politik yang sama kembali dikomandangkan Amerika dan Belanda tentang sebuah kemerdekaan kepada masyarakat Papua, pun tinggal sebatas janji. Akhirnya, dengan memiliki semangat nasionalisme, Organisasi Papua Merdeka (OPM) dilahirkan di Manokwari 1965. Bendera Bintang Kejora pun tercipta karena nasionalisme. Begitu pula, lagu Hai Tanahku Papua, di dalam buku nyanyian “Seruling Mas”, karya I.S.Kijne, dijadikannya sebagai lagu kebangsaan. Inilah realita perjuangan Papua.

Semenjak OPM menjadi kendaraan utama perjuangan harga diri Papua, eksistensi kekuatan meliter di pulau Cenderawasih ini disusun secara terorganisir dan sistematis. Jakarta tak tanggung-tanggung mengirimkan pasukan meliternya menumpas pergerakan OPM. Saat itu, banyak orang Papua dan guru-guru YPK (Yayasan Pendidikan Kristen) harus kehilangan hak hidupnya, demi sebuah perjuangan. Kota Manokwari, Sorong, Serui, Biak dan Jayapura serta kota-kota lainnya di Papua, menjadi saksi dari setiap tetesan darah para pejuang membasahi persada ini. Semangat kemerdekaan berjalan terus seiring waktu dan sejumlah mata meliter pun membayangi setiap gerak-gerik perjuangan Papua. Satu persatu mahkluk hitam-keriting, anak-anak negeri Papua, jatuh berguguran. Darah bercampur keringat, tangis dalam duka tak putus-putusnya mewarnai derap langkan para pejuang Papua. Satu gugur, tumbuh lagi seribu, hanya karena sebuah kemerdekaan. Perjuangan tetap berjalan dan terus berjalan. Tahun demi tahun formulasi model perjuangan tercipta, baik itu lewat strategis gerilya di hutan, penyandraan, pengibaran bendera di setiap pelosok negeri ini, penanaman identitas manusia Papua lewat nilai budaya Cenderawasih, sampai pada diplomasi politik luar negeri, demi memperoleh sebuah kebebasan mutlak. Semua bentuk perjuangan itu pada kenyataannya menelang banyak korban. Kaleb Taran (Sekjen OPM) Permenas Awom (Panglima Perang OPM), Yustus Yoku, Arnold Ap dan Eduard Mofu (Budayawan Papua), Zeth Rumkorem, Yunus Prawar, Derek Demotokai, Melkianus Salosa, Barens Mandacan; Tom Wapai Wanggai dan sekitar 78 aktivis Papua harus dikurung dan menghabiskan masa tahanan politiknya di luar pulau Papua, akhirnya Yulius Benyamin Wanma, Yosef Nawipa harus mengakhiri hidupnya di masa itu; dan Kelly Kwalik serta Theis Oluway di era 2000-an, serta sejumlah politisi Papua lainnya, menjadi korban dan martil perjuangan ini. Semangat nasionalisme Papua terus mengalir deras.

Kini, di tahun ini, tahun 2012, gugur lagi seorang aktivis Papua, Mako Tabuni. Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ini mengakhiri hidup perjuangannya, saat ditembak oleh meliter. Ormas masyarakat Papua yang lahir 9 November 2008 ini, Mako dan kawan-kawannya melibatkan diri mereka dan terus giat bersuara menyampaikan aspirasi murni orang Papua, diantaranya kesetaraan ras, peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua dan referendum menuju Papua merdeka. Menyikapi pesan politik yang begitu tajam, menusuk jantung Jakarta, dan pula saat bertindak meredam konflik politik Papua, Jakarta kembali memobilisasi pasukan meliter di wilayah negeri Cenderawasi yang disebut-sebut “zona damai.” Sampai-sampai pasukan yang dilatih khusus untuk meredam teroris, Densus 88, pun diterjunkan ke Papua. Diperkirakan sekitar 14 sampai 16 ribu pasukan TNI berada di Papua dengan 200-an lebih inteljennya, untuk mengamankan penduduk Papua yang hanya berkisar 1,5 juta orang. 

Penembakan Mako Tabuni bukanlah sesuatu yang baru di mata orang Papua. Kebiasaan tembak-menembak manusia Papua, penculikan secara diam-diam oleh pihak inteljen, itu hal biasa, itu lagu lama, lagu yang masih tetap dinyanyikan oleh meliter sampai saat ini. Mungkinkah dengan menembak-mati para aktivis pejuang kemerdekaan Papua, nasionalisme orang Papua akan redup? Oh, tidak! Nasionalisme itu tetap terbungkus erat di hati setiap insan Papua. “Selagi nafas ini masih ada, perjuangan menuju kemerdekaan Papua tetap ada dan terus berlangsung. Tetapi, bila nafas ini berhenti, perjuangan itu pun tidak akan ikut berhenti, melainkan ia tetap bertumbuh di setiap sanubari generasi Papua, sampai tiba pada maksud Tuhan.” Tak dapat dipungkiri bahwa penembakan-mati Mako merupakan “pupuk” bagi pertumbuhan semangat nasionalisme dan perjuangan yang tak mengenal lela demi mencapai tujuan kebebasan. Benarlah seperti yang diungkapkan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, seorang politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Jakarta bahwa: “Tewasnya Mako Tabuni, itu martil perjuangan dan menyuburkan sel-sel perjuangan,” 

Sebenarnya martil perjuangan dan penyuburan sel-sel perjuangan Papua merdeka, bukan baru sekarang bertumbuh subur, melainkan sudah sejak dulu kala. Semangat orang Papua tidaklah berbeda dengan semangat para pejuang kemerdekaan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Ketika seorang atau sekelompok aktivis kemerdekaan gugur di medan perjuangan, tubuh darah, semangat dan nilai perjuangan mereka menjadi “pupuk” bagi aktivis kemerdekaan berikutnya. Senjata dan amunisi meliter penguasa tidak mampu membunuh semangat juang anak-anak negeri Papua. Moncong-moncong senjata meliter penguasa menyanyikan kidung bhineka tunggal ika, begitu sulit menghibur dan mendamaikan Papua dan Jakarta. Berbagai cara dipakai Garuda untuk membujuk Cenderawasih, sulit tercapai, karena mereka berbeda jenisnya, buluhnya dan bahkan suaranya. Solusi konflik terus dirumuskan demi merayu Papua bisa tenang dalam rumah NKRI, tapi tetap saja negeri Cenderawasih ini pingin bebas terbang dan benyanyi di atas alam persadanya. Akibatnya, “Garuda hijau dan coklat”, terbang dan memangsa Cenderawasi dalam habitatnya. Apakah eksion Garuda itu meredam semangat nasionalisme cenderawasih? Oh.., tidak! Sekali lagi, Tidak! Malah sebaliknya menjadi sumber semangat juang meraih kebenaran, keadilan dan kejujuran di atas negerinya. 

Pasca kematian Mako Tabuni, Jakarta begitu vocal berkomentar tentang konflik politik di Papua. Spekulasi para petinggi Jakarta tentang Papua beraneka ragam. Lembaga eksekutif bersama yudikatif terlihat senada dibanding legislatif. Kedua lembaga negara terdahulu begitu santai menanggapai konflik di Papua, tetapi dibelakang layar mobilisasi meliter ke Papua begitu besar jumlahnya dihadirkan. Selain itu, pernyataan beberapa petinggi negara yang cukup mengecewakan masyarakat Papua, seperti contoh, pernyataan SBY yang seolah-olah nyawa orang Papua yang tewas hanya satu dua orang dan tidak perlu dibesar-besarkan. Memang dia bisa aqounting (menghitung) jumlah rakyat Papua. Setiap nyawa itu berharga, nyawa itu milik Tuhan," tutur seorang intelektual Papua, Natalis Pigay, dalam diskusi Polemik Sindo Radio di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu(16/6/2012). Selain pernyataan SBY, Natalis menyitir beberapa pernyataan pemipin negara yang dianggap melukai hati warga Papua. Seperti pernyataan Gubernur Sulsel, yang menyebut Papua sebagau suku pemberontak, serta pernyataan Menkopolhukam yang terkesan mendeskriditkan rakyat Papua sebagai pelaku kekerasan. "Pernyataan tiga pemimpin menimbulkan sentimen kesukuan yang mendalam," imbuhnya. Akibatnya, kata dia, terjadi perubahan konfrontatif dalam perjuangan masyarakat Papua. Tanpa disadari, pada satu sisi, solusi seperti ini mereka sedang membangun rasa ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap Jakarta menjadi semakin kental, dan di sisi lain pertumbuhan nasionalisme orang Papua begitu subur untuk meraik kebebasan mutlak. Semakin banyaknya jumlah aktivis Papua mati ditumpas meliter penguasa, semakin banyak sumber daya alam Papua dieksploitasi ke luar demi kesejahteraan rakyat sang penguasa dan semakin meningkat kesenjangan sosial masyarakat Papua di atas negerinya sendiri, serta perhatian sebelah mata Jakarta terhadap Papua, dengan pernyataan pendeskriditan terhadap suku Papua, maka sudah pasti, dengan sendirinya semangat perjuangan Papua merdeka menjadi harga mati.
Semoga bermanfaat!!! 

Lucky Matui

SUMBER: FACEBOOK.COM

Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

0 SILAKAN BERKOMENTAR :

silakan komentar anda!

Translate

Followers

NEWS