UMAGINEWS-- Teror, intimidasi, penangkapan, penyiksaan dan melayangnya banyak nyawa
terus terjadi, akibat konflik politik yang berkepanjangan di Tanah Papua
sejak tahun 1961, dimasa reformasi bahkan di masa otonomi khusus
(otsus) Papua. Tidak ada niat baik pemerintah Indonesia menyelesaikan
kasus-kasus pelanggaran HAM sebagai upaya merebut hati orang Papua,
namun justru dipandang sebagai manusia yang tidak berharga di atas
tananya. Pelanggaran hak asasi manusia tersebut justru terus meningkat.
Berbagai kekerasan yang dilakukan oleh negara terhadap rakyat sipil di
Papua bertumpuk, tanpa memberikan rasa keadilan, akhirnya menjadi batu
kerikil bagi pemerintah dan menimbilkan ketidak percayaan rakyat Papua
terhadap NKRI semakain memuncak.
Semua perlawanan
rakyat Papua yang menuntut hak dalam semua aspek kehidupan dipandang
separatis lalu distigma sehingga berakhir dengan ketidakadilan bagi
korban, akibatnya menimbulkan rasa benci dan kepercayaan terhadap NKRI
telah runtuh karena hukum benar-benar tidak menjamin hak hidup orang
Papua, namun demi negara manusia sama sekali tidak bernilai dan berharga
dibanding kekayaan alam di Papua.
Pepera 1969
tidak ada unsur demokrasi, hak asasi manusia dan tidak memenuhi asas
hukum internasional, namun hasil Pepera memenuhi unsur manupulasi dan
rekayasa karena rakyat Papua saat itu melakukan Pepera dalam tekanan dan
pembohongan. Ini bukti bahwa Indonesia merebut Papua hanya kepentingan
ekonomi dan membawa malapetaka, bukan membebaskan rakyat Papua secara
utuh dari segalah aspek kehidupan.
Kasus Abepura berdarah 7 Desember 2000, adalah puncak dari gunung es
yang namanya pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Komisi penyelidik
pelangaran HAM Abepura (KPP HAM Abepura) yang terdiri dari unsur KOMNAS
HAM, LSM dan gereja yang dibentuk oleh komisi nasional hak asasi
manusia pada tahun 2001 telah melaporkan kasus Abepura ke KOMNAS HAM
Jakarta, dan hasilnya menyatakan bahwa kasus Abepura telah berhasil
mengumpulkan fakta dan bukti yang menunjukan indikasi kuat bahwa dalam
peristiwa Abepura 7 Desember 2000 telah menjadi pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang dilakukan secara sistematik serta meluas berupa
penyiksaan, pembunuhan kilat, dan penganiayaan, perampasan kemerdekaan
dan perampasan kebebasan fisik lainnya secara sewenag-wenang yang
ditunjukan kepada sekelompok sipil yang merupakan kejahatan kemanusiaan
dan kategori pelanggaran HAM, dan juga tidak terbatas pada perusakan dan
perampasan barang milik pribadi. Korban dalam kasus ini 105 orang, 2
diantaranya meninggal dalam sel kapolresta Jayapura akibat penyiksaan,1
orang ditembak mati dan 22 orang lainya disiksa, dihina serta ditangkap
secara sewenang-wenang.
Namun dalam
keputusan sidang di pengadilan HAM permanen di Makassar 8-9 Sebtember
2005, para hakim memutuskan, 2 orang pelaku, Jonny Wainal Usman dan Daud
Sihombing dibebaskan tanpa jeratan hukum satupun justru memberikan
impunitas (pengampunan) kepada pelaku kejahatan kemanusian. Persidangan
itu telah berakhir dengan tangisan dan histeris para korban dan
perjuangan korban hanya menjadi sebuah tragedy yang berakhir dengan
tragis.
Lalu bagaimanan
dengan nasib kasus Wasior dan Wamena kategori kasus pelanggaran HAM
berat, dan berkas-berkasnya dilimpahkan kepada kejaksaan Agung Jakarta,
namun sampai hari ini, dokumen kedua kasus tersebut telah hilang tanpa
kabar, barang kali menjadi sarang kakarlak atau sudah dibakar. Kalaupun
disidangkan, tidak mungkin akan memberikan keadidaln bagi korban dan
rakyat Papua. Karena berdasarkan pengalaman kasus Abepura dan juga
kasus-kasus yang terjadi didepan mata saat ini, tidak satupun
memberikan keadilan bagi rakyat Papua.
Berangkat dari
pengalaman tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, ketidakadilan
itu berakhir ketika komplik politik itu berakhir pula, karena korban
masyarakat sipil selalu dikaitkan dengan masalah politik di Papua, dan
bagi para pelaku kejahatan kemanusiaan tidak pernah mendapat efek
jerah, melainkan lolos dari jeratan hukum dan justru memberikan
legistimasi kepada negara melalui alat kekauasaan yakni TNI dan Polri
untuk terus melakukan kekerasan di Tanah Papua.!!