Monday, November 21, 2011

Tolak Dialog, OPM Minta Perundingan Internasional

Mypapua     8:40 PM   No comments



Lambertus Pekikir, Koordinator Umum Organisasi Papua MerdekaJAYAPURA—Organisasi Papua Merdeka kembali menolak rencana dialog Jakarta-Papua untuk menyelesaikan sejumlah persoalan di bumi cenderawasih. OPM berpendapat dialog bukan merupakan jalan keluar terbaik bagi penyelesaian sengketa Papua.
“Markas besar OPM menegaskan menolak dialog atau apapun bentuknya untuk penyelesaian masalah Papua, yang tepat adalah perundingan internasional dan PBB ada didalamnya,” kata Lambertus Pekikir, Koordinator Umum Organisasi Papua Merdeka, Senin (21/11). 

Menurutnya, yang harus dilakukan warga Papua saat ini adalah tenang dan menunggu. “Masalah Papua sudah ditangani lewat mekanisme internasional, sehingga jangan bikin gerakan diluar itu, biar dunia internasional yang menyelesaikannya,” katanya.
Untuk mengatasi gejolak Papua merdeka, pemerintah telah mengirim utusan khususnya. Orang yang dipercaya yakni Farid Husein. Dia diberi tugas untuk mencari solusi secara kekeluargaan, dan menyeluruh.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak memberi batas waktu kepada Farid untuk melaksanakan tugasnya. Namun, jika semuanya berjalan lancar, upaya dialog tersebut diharapkan bisa melahirkan hasil positif paling lambat Agustus 2012. Penunjukkan Farid berdasarkan pengalamannya bersama mantan Wapres Jusuf Kalla dalam mendamaikan GAM di Aceh dan sejumlah daerah konflik lainnya, seperti Poso dan Ambon. “Jangan bikin dialog macam-macam, dialog tidak akan membuat Papua aman, justru yang terjadi nanti adalah polemik yang sangat panjang,” kata Lambert.
Sementara itu,terkait hari jadi kemerdekan Papua Barat pada 1 Desember 2011 mendatang, OPM berjanji tidak akan mengibarkan Bendera Bintang Kejora. “Itu sudah keputusan dari markas besar OPM, kalau ada yang mengibarkan, diluar tanggungjawab kami dan polisi bisa menangkap mereka,” kata Lambert.
Ia menambahkan, instruksi pelarangan pengibaran Bintang Kejora diambil setelah berbagai insiden yang menewaskan warga sipil di Papua. Pengibaran terakhir ketika pembukaan Kongres Papua III di Lapangan Zakeus, Padang Bulan, Abepura, Jayapura, 19 Oktober 2011 lalu. Kongres tersebut dibubarkan paksa kepolisian hingga menewaskan tiga warga. “Itu akibatnya kalau tidak mengikuti perintah dari markas besar, kami sudah menegaskan agar jangan membuat kongres, tidak bisa itu dideklarasikan Negara dalam Negara, jadi pantas saja enam orang itu ditahan,” ujarnya.
OPM tetap berada pada jalurnya yakni menunggu peninjauan ulang Perserikatan Bangsa-Bangsa atas Papua. “Kita hanya menginginkan agar resolusi 2504 diubah oleh PBB, kalau itu sudah dilakukan, mau bikin kongres merdeka pun terserah,” katanya.
Selain memperingati HUT Papua Barat, juga dilakukan ibadah besar menyambut Natal 2011. “Kita akan buat ibadah dan renungan, itu perintah dari kami untuk seluruh tentara pertahanan di seluruh Papua,” katanya lagi.
Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Koordinator Wilayah DPP PERADIN Papua Barat Yan Christian Warinussy mengapresiasi respon positif Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono terhadap keinginan luhur orang asli Papua untuk melakukan dialog dengan Pemerintah Indonesia. “Ini adalah salah satu contoh sikap seorang Negarawan yang Baik dan Patut didukung oleh semua pihak di Tanah Papua, terutama kalangan Pimpinan Adat dan pilar perjuangan politik seperti PDP, WPNA, KNPB, WPNCL maupun Dewan Melanesia Barat dan TPN/OPM,” katanya.
Saat ini, lanjutnya, sangat penting untuk dilakukan perenungan dan pengkajian secara cermat terhadap pola, starategi dan metode yang dapat digunakan untuk memulai dialog internal diantara berbagai lapisan dan komponan rakyat Papua.
“Pada saat yang sama, pemerintah Indonesia tentu dapat juga mulai mempersiapkan kerangka dan format dialog menurut versi pemerintah dengan tidak perlu melakukan intervensi kepada rakyat Papua. Persiapan di tingkat pemerintah sangat penting, karena kerangka/frame dan format yang dihasilkan pemerintah akan dibahas pula nantinya dengan rakyat Papua untuk mendapatkan persetujuan bersama,” paparnya.
Baginya, persoalan pelanggaran hak asasi manusia dan hukum serta kebebasan politik dalam konteks penyelenggaraan pembangunan di sektor ekonomi serta lingkungan hidup seharusnya menjadi tema penting yang mesti dibahas dalam dialog tersebut. “Yang terpenting harus disadari bahwa persoalan integrasi politik Papua masih menjadi masalah yang terus diperdebatkan di tingkat nasional dan internasional.  Hal itu terbukti karena secara hukum di dalam Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, soal tersebut masih diatur untuk dicari solusinya melalui pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsialiasi yang hingga saat ini belum dibentuk oleh pemerintah pusat dan daerah,” urai Warinussy. (jer/roy/l03)

Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

0 SILAKAN BERKOMENTAR :

silakan komentar anda!

Translate

Followers

NEWS