Sunday, June 26, 2016

LP3BH: PBB SEGERA KELUARKAN RESOLUSI SOAL HAM DI PAPUA

Mypapua     8:59 PM   No comments

Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2012-2016) ini, situasi pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua mengalami kondisi yang sangat kritis karena negara yang diwaikili oleh aparat keamanan (POLRI dan TNI) tidak berubah dalam menangani berbagai aksi protes politik secara damai yang dilakukan sejumlah elemen rakyat Papua dan difasilitasi senantiasa oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Hal ini jelas-jelas menjadi catatan buruk dalam konteks perlindungan hak asasi manusia, khususnya hak kebebasan berpendapat, hak kebebasan berekspresi dan hak kebebasan berkumpul di sebuah negara demokrasi bernama Indonesia.

Ditangkapnya sekitar 4.000 an orang di seluruh tanah Papua dan juga di beberapa wilayah lain di Indonesia seperti Makassar, Malang dan Yogyakarta telah menunjukkan kepada dunia, betapa pemerintah Indonesia sama sekali tidak memberi pernghormatan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia yang diatur di dalam

Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universala Declaration of Human Rights) 10 Desember 1948 dan kovenan hak-hak sipil dan politik yang sudah diratifikasi dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2005.
Berkenaan dengan itu dalam 5 (lima) tahun terakhir ini, Indonesia terus mendapat sorotan dari banyak negara di dunia mengenai catatan pelanggaran hak asasi manusia yang terus terjadi mulai sejak adanya rekomendasi dalam Universal Periodic Revieuw (UPR) pada tahun 2012 lalu.

Kemudian disusul dengan penyampaian pidato dan laporan dari Perdana Menteri Vanuatu mengenai situasi hak asasi manusia di Tanah Papua pada tahun 2013 dan 2014 maupun pidato dari Perdana Menteri Kepulauan Solomon dan Perdana Menteri Tonga pada tahun 2015.

Dilanjutkan dengan diterimanya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai anggota peninjau (observer member) dalam Melanesian Spearhead Group (MSG) atau Kelompok Persaudaraan Melanesia pada tahun 2015.

Selanjutnya, para Pemimpin Negara-negara Kepulauan Pasifik (Pasific Island Forum/PIF) mendesak pengiriman missi pencari fakta mengenai dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua selama lebih dari 50 tahun terakhir.

Belakangan ini pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presidenb Joko Widodo melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) membentuk Tim Terpadu Penyelesaian Pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat.

Lalu pada penyelenggaraan Sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang sedang berlangsung saat ini (13 Juni-1 Juli 2016) di Jenewa-Swiss, Pelapor Khusus sekjen PBB untuk hak kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat, Maina Kiai telah membeberkan tentang tindakan represif pemerintah Indonesia dalam membatasi kebebasan berkumpul dan berserikat di Tanah Papua.

Disusul dengan pidato diplomat Vanuatu, Setareki Waoanitoga pada sesi 32 dari Sidang Dewan PBB tersebut menyampaikan tentang penangkapan ribuan orang asli Papua dalam beberapa bulan terakhir di tahun 2016 karena aksi demonstrasi damai di beberapa kota.

Demikian halnya juga diplomat Kepulauan Solomon, Barret Salato juga menyampaikan bahwa perhatian pemerintah Indonesia terhadap Papua memang meningkat, tetapi pelanggaran hak asasi manusia tetap terjadi dan tidak terselesaikan.

Salato mengatakan bahwa Kepulauan Solomon menerima laporan berkala dari Papua tentang penangkapan sewenang-wenang, eksekusi kilat, penyiksaan, pembatasan kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat, yang dilakukan terutama oleh polisi Indonesia.

"Apa yang kami sampaikan akan memberikan kesadaran pada komunitas internasional tentang apa yang sedang terjadi di Papua", kata Salato yang menyungguhkan langkahnya membawa masalah Papua ke PBB, karena informasi tersebut sulit sampai kepada komunitas internasional.

Baik diplomat Waoanitoga dari Vanuatu maupun diplomat Salato dari Kepulauan Solomon sama-sama mendesak agar pemerintah Indonesia bekerjasama dengan PBB demi mengijinkan Pelapor Khusus PBB untuk kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat berkunjung ke Tanah Papua untuk mendapatkan pandangan yang objektif dan independen tentang Tanah Papua.

Pada saat yang bersamaaan sejumlah LSM Internasional, termasuk LP3BH sebagai salah satu organisasi hak asasi manusia di Tanah Papua yang mendukungnya juga menyampaikan laporan yang sama dengan diplomat-diplomat tersebut. Sekaligus mendesak pentingnya intervensi PBB atas nama komunitas internasional dan negara-negara anggotanya demi hak asasi manusia ke Tanah Papua.

Berkenaan dengan itu, sebagai salah satu Advokat dan Pembela HAM serta sebagai Peraih Penghargaan Internasional di bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" tahun 2005 dari Canada, saya ikut mendorong PBB melalui Dewan HAM di Jenewa-Swiss untuk mengeluarkan resolusi atas situasi yang sangat gawat dan mengkhawatirkan di Tanah Papua.

Sehingga diperlukan adanya intervensi internasional, guna mengungkapkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan terus terjadi atas perbuatan negara Indonesia melalui aparat keamanan (POLRI/TNI) sepanjang lebih dari 50 tahun pasca integrasi Politik tahun 1963.

Hal ini dapat di awali dengan memberi akses dan ijin bagi hadirnya Pelapor Khusus Sekjen PBB untuk hak kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat serta Pelapor Khusus Sekjen PBB untuk kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi agar dapat mengunjungi Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) selambat-lambatnya pada bulan Agustus 2016.

Ini penting agar hasil kunjungan para Pelapor Khusus Sekjen PBB tersebut dapat disampaikan pada Sidang Majelis Umum PBB pada September 2016 mendatang sebagai bahan untuk dikaji dan dibawa pada UPR tahun 2017 mendatang.

Kedua Pelapor Khusus Sekjen PBB tersebut perlu diberi akses untuk mengunjungi Tanah Papua di Jayapura, Wamena, Merauke, Timika, Nabire, Serui, Biak, Manokwari, Sorong dan Fakfak.
Keduanya harus dapat bertemu dan memperoleh pandangan dan informasi yang objektif dari semua masyarakat sipil di Tanah Papua, termasuk para pemimpin agama, pembela hak asasi manusia, wartawan, aktivis LSM HAM di Tanah Papua yang tentu sangat banyak mengetahui dan memiliki informasi yang diperlukan dalam hal tersebut.

Terakhir adalah kedua pejabat tinggi PBB tersebut harus pula diberi akses yang seluas-luasnya untuk dapat bertemu dengan para aktivis politik dari KNPB, NRFPB, WPNCL dan WPNA serta solidaritas perempuan Papua maupun Presidium Dewan Papua (PDP) demi memperoleh informasi termasa mengenai hal-hal yang dialami mereka dalam setiap aksi dan langkah mereka selama ini.

Peace,

Yan Christian Warinussy 
Direktur Ekskutif LP3BH Manokwari .-

Sumber: www.fak-fak.com

, ,

Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

0 SILAKAN BERKOMENTAR :

silakan komentar anda!

Translate

Followers

NEWS