Upacara simbolis penyerahan air dan abu dari
rombongan Freedom Flotilla, Jumat (13/9/2013)
pagi, di wilayah
Indonesia. Sumber foto:
radioaustralia.net
|
Merauke, --
Rombongan aktivis Australia yang menamakan diri Freedom Flotilla
berhasil masuk ke wilayah teritorial Indonesia dan melakukan persembahan
air dan abu secara simbolis kepada pemimpin adat Papua.
Kepada ABC, koordinator
aktivis Izzy Brown menjelaskan, rombongan perahu layar itu menerobos
wilayah Indonesia Kamis (12/9/2013) malam setelah menempuh pelayaran
5000 km dari Australia.
Upcara simbolis itu berlangsung di perairan selatan Papua, namun lokasi pastinya dirahasiakan demi pertimbangan keamanan.
Pemimpin Aborijin Kevin
Buzzacott bertindak mewakili rombongan dan menyerahkan air yang diambil
dari Danau Eyre serta abu yang diambil dari sejumlah perkemahan
aborijin. Air dan abu itu kemudian diterima para pemimpin adat Papua
sebagai upacara simbolis mempertemukan kembali dua komunitas aborijin.
"Upacaranya sangat mengharukan," kata Izzy Brown. "Bagi Uncle Kevin, ini sangat mengharukan, dan begitu juga bagi orang Papua."
Menurut Izzy, hal ini
sudah lama direncanakan, dan apa yang mereka lakukan ini dinilainya
sebagai sejarah tersendiri. "Fakta bahwa kami bisa bertemu para pemimpin
Papua sangat mengesankan," katanya.
Kelompok Freedom Flotilla terdiri atas 30 aktivis Australia dan Papua, pembuatan film, dan pemimpin aborijin.
Rencana kelompok ini
selanjutnya belum jelas. Namun mereka berharap bisa berlabuh di Merauke
sebelum apa yang mereka sebut upacara penyambutan yang direncanakan
Sabtu (14/9/2013) besok.
Menurut Izzy, pihak
berwenang Indonesia tidak bersedia berkomunikasi dengan mereka. "Kami
sudah berusaha mengontak pihak militer Indonesia," katanya, "Setidaknya
tiga kali kami menelepon seorang kapten di Merauke dan menelepon
jurubicara Angkatan Laut Indonesia".
Namun, kata Izzy, kedua
pejabat itu tidak menjawab dan tiga kali pula menutup telepon. "Kami
juga menggunakan komunikasi radio, namun sama saja, mereka tidak
menjawab," jelasnya.
"Sikap mereka ini menggambarkan bagaimana mereka memperlakukan rakyat Papua sehari-hari," kata Izzy Brown lagi.