Thursday, June 27, 2013

Refleksi Biak Berdarah, 6 July 1998

Mypapua     11:32 PM  

Oleh : Ibiroma Wamla

REFLEKSI SINGKAT MENGENANG PERISTIWA BIAK BERDARAH ( TOWER) 6 July 1998

Pengantar : Tanggal 2 Juli sampai 6 Juli 1998 Bintang Kejorah berkibar di diatas tower air yang berketinggian 35 meter. Tower air ini berada dekat dengan pelabuhan laut Biak . Bintang Kejorah berkibar pada tower itu sekitar jam 5.00 pagi. Sekitar 100 masa sedang berada dibawah tower menyuarakan merdeka-merdeka, menyanyi dan menari dengan tarian traditional Papua dibawah Tower itu. Sejumlah orang mengikat kain bintang kejarah ditangan mereka. Sesaat kemudian banyak orang Papua beramai-ramai bergabung dalam kegiatan dibawah tower tersebut. Bupati Biak Pada waktu itu bersama komandan TNI AD, AL. AU dan Kepolisian turun untuk memberikan arahan kepada massa untuk bubar namun para demostrasi tidak mengiraukan kedatangan rombongan bupati itu. Mereka membuka Mimbar terbuka, Yopy Karma adalah orang yang menyampaikan atau membacakan tuntutan aspirasi masyarakat Biak untuk Merdeka atau lepas dari NKRI atas nama bangsa Papua Barat.

Untuk mengenang kembali peristiwa yang tidak dapat dilupakan oleh masyarakat Biak dimana tindakan brutal dan kekerasan yang dilakukan Aparat Keamanan RI terhadap masyarakat Biak pada saat sejumlah masyarakat Biak menaikan benderah Bintang Kejorah di atas Tower Air, dan dalam kurung waktu tanggal 2 sampai 6 Juli 1998 massa bertahan dibawah Tower itu 24 jam berturut-turut untuk menlakukan demonstrasi Papua Merdeka dan mempertahankan berkibarnya Bintang Kejorah. Berikut ini adalah wawacara dengan sejumlah masyarakat Biak untuk mengenang bagaimana tindakan aparat keamanan RI pada waktu itu terhadap masyarakat Biak.

Ketua Dewan Adat Biak ( Yan Pieter Yarangga) : Peristiwa Biak berdarah adalah suatu peristiwa pembantaian kemanusiaan yang dilakukan aparat keamanan miliknya pemerintah RI terhadap masyarakat Biak . Tindakan aparat pada waktu tidak manusiawi dan tidak menghormati nilai-nilai universal HAM yang ada pada mayarakat Biak . Untuk itu kami mita dukungan dari Uni Eropa dan masyarakat International untuk dapat membantu kami mengugat peristiwa pembantaian tersebut. Perlu adanya penegakan Hak Asasi Manusia, keadilan dan hukum bagi penentuan nasib sendiri dalam rangka penyelamatan rakyat Papua.

Paulus Kafiar : 10 tahun yang lalu mengingatkan kami para korban pada peristiwa Biak Berdarah pada tanggal 6 Juli 1998, peristiwa itu sangat-sangat tidak manusiawi. Aparat Keamanan RI pada waktu itu berlapis-lapis dengan kekuatannya mengepung keadaan Kota Biak. Rumah masyarakat pada waktu ditembak, pengebrekan dari rumah-ke rumah. Penyiksaan masal pun dilakukan aparat kepada masyarakat yang keluar dari rumah mereka. Pada waktu itu saya menyaksikan betapa kejamnya aparat keamanan kepada masyarakat, Masa yang berkumpul dibawah Tower itu digiring ke Halaman Pelabuhan Laut Biak untuk disiksa, Agus Sada dipukul dengan balok 5x5 dan dihukum berjalan dengan dada. Martinus Ronsumbre dipukul dengan kopor senjata, Elly Ansek ditempak diperutnya, Masa yang digiring ke halaman pelabuhan itu dibuang ke dalam truk-truk aparat dan diambil ke kantor polisi. Di kantor polisi kami dibagi menjadi dua bagian yaitu kelompok yang terlibat langsung dan kelompok yang tidak terlibat langsung. Para pemilik toko yang sempat memberi air minum pada masyarakat pada waktu itu turut disiksa oleh aparat keamanan seperti yang dialami oleh toko Sami-sami. Semua anak-anak Papua yang terlibat langsung pada kegiatan dibawah Tower itu ditahan dan diproses ke pengadilan. Sejak kami dalam tahan berbagai tindakan yang tidak manusiawi dilakukan pada kami. Sejumlah saksi-saksi yang akan dikirim ke pengadilan di ancaman oleh aparat untuk menyangkal, sehingga pengadilan dapat memberikan vonis hukum pada para demostran. Saya ditekan oleh aparat untuk menyangkal tindakan kekerasan aparat kepada masyarakat. Harapan saya yaitu Stop kekerasan kepada masyarakat sipil Papua, perlunya suatu dialog International untuk penyelesaian masalah Papua. Jika dialog International ini tidak dilakukan, maka masalah Papua terkatung-katung dan kekerasanpun tidak akan pernah berakhir diPapua.

Akwila Wabiser : Saya pada waktu itu berdiri sangat dekat dengan Komandan TNI AL Biak, saya secara langung melihat dan mendengar bagaimana Komandan TNI AL Biak memberikan perintah untuk membubarkan masa. Dengan dikeluarkan peritah tersebut aparat TNI mulai memblokade semua lokasi Tower. Yang namanya pembubaran paksa massa yang dilakukan oleh aparat keamanan itu sangat tidak manusiawi. Hal ini membuat bentrok antara para demonstrasi dan aparat keamanan. Dengan tindakan yang diambil oleh aparat ini untuk membubarkan massa pada waktu itu membuat banyak orang Papua ( Biak ) disiksa, dan ditembak agar bisa bubar. Masyarakat yang berkumpul pada lokasi tower itu terjepit oleh blockade aparat keamanan hal ini membuat masyarakat juga berusaha untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tindakan aparat pada waktu tidak saja di lokasi Tower tetapi tindakan aparat ini meluas sampai ke pedesan. Hal ini masyarakat tidak dapat bebas untuk berpergian. Harapan saya; Kami orang Papua mengalami trauma akibat tindakan yang tidak manusiawi oleh aparat keamanan. Tindakan aparat seperti itu harus dihentikan dan pemerintah RI mesti dengan serius mau melihat dan mendengar suara hati nurani orang Papua yang telah berlangsung cukup lama.

Gerard Kafiar : Saya waktu itu ditangkap dan disiksa di tahan polisi karena ikut serta dalam kegiatan Aksi demonstrasi di Tower itu yaitu menulis atau mencetak spanduk yang berbunyi “Saatnya West Papua lepas dari NKRI” untuk digunakan pada saat demonstrasi. Di Polisi saya disiksa sampai tidak sadar diri.

Harapan saya : Dunia International mesti menekan pihak Pemerintah Indonesia, supaya perlu diadakan suatu proses penyelesaian masalah Papua, karena orang Papua sudah lama dilakukan tidak manusiawi oleh Aparat keamanan Indonesia ketika kami berteriak untuk penyelesaian masalah status politik Papua.

Sem Rumbin : Peristiwa 10 tahun lalu yaitu peristiwa Biak Berdarah 6 Juli 1998, dimana aparat kemanan RI dengan berbagai kesatuan baik yang ada di Biak dan maupun yang didatangkan dari luar Biak secara stragis melakukan tindakan penyerangan untuk membubarkan aksi demonstrasi damai masyarakat Biak yang sedang menyuarakan aspirasi bangsa Papua. Tindakan pembubaran yang dilakukan aparat keamanan RI itu tidak manusiawi. Pembubaran masa dibawah Tower itu dilanjutkan dengan tindakan penyisiran ke sudut-sudut kota Biak dan bahkan ke sudut-sudut perkampungan. Haparan saya ; Pemerintah RI mesti terbuka dan jujur untuk mau mengakui proses pengabungan bangsa Papua ke dalam NKRI yang penuh dengan rekayasa, karena orang papua sampai saat ini tahu benar bahwa mereka dipaksa untuk menyatakan sikapnya bergabungan dengan NKRI. Zona damai yang dicanangkan oleh orang Papua untuk menjadikan Papua sebagai Zona damai ternyatak tidak direspon oleh Pemerintah RI, nyatanya sampai saat ini aparat-aparat keamanan terus meningkat di tanah Papua.

Rulan Manggaprauw ( Ketua Himpunan Mahasiswa Biak di Biak) : Tindakan aparat keamanan pada waktu itu ( July 6, 1998) sangat tidak manusiawi, kita sama-sama manusia mengapa tindakan itu harus dilakukan pada masyarakat Biak pada waktu. Kami sangat menyangkan tindakan aparat keamanan pada watu dalam rangaka membubarkan demonstrasi. Demonstrasi berhasil dibubarkan dengan tindakan kekerasan namun akar persoalannya belum diselesaikan sampai saat ini. Sehingga mesti pemerintah RI lebih melihat pada bagaimana ada upaya yang harus dilakukan dalam penyelesaian masalah, daripada selalu menanggapi perjuangan rakyat Papua dengan pendekatan atau tindakan militer, justru hal ini akan menjadi beban persoalan bagi rakyat papua dan pihak pemerintah RI sendiri. Harapan saya Pemerintah RI mesti membuka diri untuk perlu diadakannya suatu penyelesaian yang bermatabat terhadap apa yang diperjuangan orang Papua yang sudah berjalan sekian lama ini.

Wirya ( Perwakilan Mahasiswa Amber di Biak ): Negara haru mesti melindungi rakyatnya, jika perlindungan ini tidak dilakuka maka hal ini akan menjadi suatu pertanyaan sejauhmana Negara melindungi masyarakatnya. Negara Indonesia cenderung mengabaikan hak-hak masyarakat yang sudah secara international di akui. Dalam posisi ini Indonesia sudah ikut dalam deklarasi Hak Asasi Manusia dan bahkan ikut ratifikasi konvenan-konvenan international itu. Harapan saya perlu adanya restitusi, rehabilisasi dan kompesasi terhadap korban peristiwa Biak Berdarah. Hal yang terpenting disini adalah peristiwa 6 Juli 1998 ini harus di usut tuntas kasus pembantaian yang dikenal dengan peristiwa Biak berdarah itu.
Sumber: FB

Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

Translate

Followers

NEWS