Monday, December 19, 2011

GRPB MENGENCAM TRIKORA 19 DESEMBER 1961, Bubarkan Pendudukan Kolonialisme NKRI di Tanah West Papua

Mypapua     5:04 AM  


GERAKAN RAKYAT PAPUA BERSATU (GRPB)
(AMP, FNMP, GP3-PB)
Sekretariat: Jln. Kusumanegara No 119 Yogyakarta


UMAGINEWS -- Yogyakarta  Puluhan Mahasiswa asal Papua yang menimba ilmu di sejawa dan bali  kembali melakukan aksi demo menggugat Trikora 19 desember 1961 . Dalam aksinya, mahasiswa meminta agar warga Papua dapat menentukan pilihannya nasib sendiri.

Aksi dimulai dari Asrama Papua di Jalan Kusumanegara melintas ke barat menuju Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Di sepanjang perjalanan, menyampaikan berbagai tuntutan terhadap pemerintah, di antaranya keinginan melepaskan diri dari NKRI karena  orang Papua Sudah merdeka sejak 1 desember 1961.

“Yang kita inginkan, pemerintah Indonesia membuka ruang demokrasi untuk mengadakan referendum di Papua. Kami ingin menentukan nasib sendiri tanpa campur tangan pemerintah Indonesia,” jelas Pengurus Aliansi Mahasiswa Papua di Yogyakarta, Martinus, Senin (19/12/2011)

Senada diteriakan Heri Hegemur, dari Gerakan Rakyat Papua Bersatu (GRBP) di Yogyakarta. Aksi turun jalan yang dilakukan ini untuk menggugat maklumat Trikora (Tri Komando Rakyat) 19 Desember 1961 yang dikeluarkan pemerintah Indonesia.

“Salah satu akar masalah konflik di Papua karena keluar maklumat Trikora 19 Desember 1961. Hari ini pula, tepat 50 tahun kami tertindas,” jelasnya.

Dia juga menyampaikan, pelanggaran HAM dan penindasan terhadap rakyat Papua masih terjadi hingga saat ini.

“Kami atas nama Rakyat West Papua dari Sorong sampai Merauke, menyatakan dengan tegas menggugat maklumat Trikora yang menciderai kemanusiaan di Papua,” teriaknya.

Pihaknya juga menolak percepatan otonomi khusus untuk Papua yang dilakukan pemerintah. “Biarkan kami mengurus rumah kami sendiri, kembalikan rumah kami yang sudah dirampas selama 50 tahun ini,” katanya.





GERAKAN RAKYAT PAPUA BERSATU (GRPB)
(AMP, FNMP, GP3-PB)
Sekretariat: Jln. Kusumanegara No 119 Yogyakarta


MENGGUGAT SEJARAH PENCAPLOKAN WEST PAPUA
OLEH INDONESIA MELALUI TIGA KOMANDO RAKYAT (TRIKORA)

 

Sudah jelas, menurut orang Papua. Orang Papua minta Merdeka BUKAN karena ketidakadilan, keterbelakangan, perbedaan ras, dan sebagainya, Orang Papua tidak melihat sebuah masalah dalam hal mau menerima Otsus atau menolak dan label-label lainnya. Pokok sengketa ada pada sejarah West Papua, ada pada hal-hal yang jauh sebelum itu, jauh sebelum Orde Baru, jauh sebelum G-30/S-PKI, yaitu jauh sebelum semua yang mendasari kebijakan Jakarta, dan retorika politik elit politik Papua, pemimpin dunia, dan penguasa di Jakarta. Maka kami akan membahas dalil-dalil kebijakan dalam hal Papua Merdeka.

PERTAMA:  Fakta Kongres Papua I 1961 (1 Desember 1961)[i]

Persoalannya mulai nampak sejak 1 Desember 1961,  dalam Kongres Nasional West Papua I, 1961, peristiwa bersejarah dalam sejarah Papua sebagai sebuah bangsa, dan sebagai sebuah entitas negara yang terlepas dan berbeda dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dimana telah terjadi peristiwa penting yang memperkenalkan, mengumumkan dan mensahkan:
Pertama, West Papua sebagai nama negara,
Kedua, Papua sebagai nama bangsa
Ketiga, Bintang Kejora sebagai nama Bendera negara (bukan bendera kebudayaan)
Keempat, Burung Mambruk sebgai lambang negara (bukan lambang kebudayaan)
Dengan batas negara wilayah laut, darat dan udara, (bukan sebagai sebuah provinsi NKRI)
Kelima, lagu Hai Tanahku Papua, sebagai Lagu Kebangsaan (bukan lagu kebudayaan)
sah sebagai sebuah negara, (atas nama demokrasi, HAM, dan hukum universal)
dan diakui oleh Belanda (yaitu pemerintah yang sudah merdeka dan yang kebetulan ada di West Papua waktu itu)

KEDUA, Pengakuan Sukarno dalam Butir Trikora (19 Desember 1961)

Secara terbuka di Alun-Alun Utara kota Yogyakarta, tanggal 19 Desember 1961, setelah Indonesia mendengar bahwa West Papua sudah dalam persiapan mengumumkan kemerdekaannya tanggal 1 Juli 1970, Soekarno yang ekspansionis-kolonialis itu mengumumkan apa yang disebutnya Trikora (yaitu Tiga Komando Rakyat). Tiga buah komando itu berbunyi:
o        Bubarkan Negara Boneka Papua buatan Belanda
o        Kibarkan Bendera Merah Putih di seluruh Irian Barat, dan
o        Bersiaplah untuk mobilisasi umum[ii]

 


KETIGA:  The New York Agreement (15 Augustus 1962)[iii]

Setelah perdebatan yang alot antara elit politik NKRI, terutama antara pihak nasionalis-ekspansionis pimpinan Soekarno dengan pihak realis-humanis di bawah pimpinan Moh. Hatta, akhirnya Bung Hatta mengundurkan diri karena politik Soekarno berbau kolonialis, tidak sama dengan cita-cita kemerdekaan NKRI. Walaupun Moh. Hatta memimpin delegasi Indonesia dalam perundingan awal menyangkut West Papua, Moh. Hatta mengundurkan diri karena politik Sukarno tidak sehat. Setelah itu, Soekarno melanjutkan perundingan-perundingan dengan Belanda menyangkut status West Papua karena Indonesia mengkleim bahwa West Papua adalah bagian integral Indonesia.
Alasan yang jelas,  waktu itu Sukarno pandai memanfaatkan konflik perang dingin melawan komunisme. Sukarno mendrop pasukan Trikora, yaitu masyarakat sipil dan anggota tentara Indonesia, termasuk kapal-kapal perang buatan Uni Sovyet. Seperti Sukarno tidak enak tidur gara-gara pengakuan negara West Papua 1 Desember 1961 dan mengeluarkan dektrit Trikora, sekarang J. F. Keneddy mendapat giliran mimpi buruk. Poros Jakarta - Pyong Yang – Peking – Moskwa membuat J.F. Keneddy mengambil langkah hidup-mati.
Sukarno telah melanggar prinsip politik luar negeri Indonesia, yaitu politik yang bebas dan aktif dengan poros ini, karena ia jelas-jelas berpihak pada Blok Timur. Tetapi hasilnya jelas, yaitu membuat Kennedy (pemimpin Blok Barat) turun tangan. Dan ia berhasil, yaitu Elsworth Bunker diutus secara khusus menjadi sutradara penyelesaian sengketa dan berhasil membawa NKRI dan Belanda ke New York dan akhirnya jadilah "The New York Agreement" tanggal 15 August 1962.

KEEMPAT, The "Secret"  Memmorandum of Rome (30 September 1962) dan The Rome Joint Statement (20 – 21 Mei 1969)[iv] Dalam Memorandum ini tertulis bahwa:

a.       Possibility to delay or to cancel The Act of Free Choice set for 1969 by the New York Agreement. (Artinya : Kemungkinan menunda atau membatalkan Pepera 1969 sesuai Perjanjian New York) ;
b.       Indonesia to occupy West Papua for 25 (twenty five years only, commencing May 01, 1963) [Artinya : Indonesia akan menduduki West Papua selaam 25 tahun (duapuluh lima tahun saja, mulai dari 1 Mei, 1963] ;
c.       The execution of the 1969 Act of Free Choice would be carried out based on the Indonesian parliamentary 'musyawarah' (deliberation) practices. [Artinya : Pelaksanaan 1969 Penentuan Pendapat akan dijalankan berdasarkan cara Indonesia ‘musyawarah’.] ;
d.       U.N.'s final report on the implementation of The Act of Free Choice to the UN General Assembly had to be accepted without open debate. [Artinya : Laporan akhir PBB atas implementasi Pepera kepada SU PBB harus diterima tanpa perdebatan terbuka] ;
e.       The USA to make investment through Indonesia state-owned companies for the exploitation of Natural Resources in West Papua. [Artinya : AS membuat investasi melalui BUMN Indonesia untuk eksploitasi sumberdaya alam di West Papua];
f.        USA guaranteed Asian Development Bank US$ 30 Million to UNDP for the development of West Papua for 25 years. [Artinya : AS menjamin lewat Bank Pembangunan Asia dana sebesar US$20 Juta kepada UNDP untuk pembangunan di West Papua selama 25 tahun] ;
g.       USA to guarantee the World Bank plan and implement Transmigration of Indonesians to West Papua. [Artinya : AS menjamin rencana Bank Dunia dan menerapkan Transmigrasi orang Indonesia ke West Papua].

KELIMA, Penyerahan West Papua dari UNTEA kepada NKRI (1 Mei 1963)

Salah satu hasil The Joint Rome Agreement itu adalah penyerahan wilayah West Papua dari Belanda kepada NKRI lewat UNTEA, dan dilaksanakan secepat-cepatnya. Peristiwa itu terjadi 1 Mei 1963.[v]  Peristiwa ini terjadi lima tahun lebih dulu daripada PEPERA 1969[vi] yang akan menentukan keputusan orang Papua apakah mau bergabung dengan NKRI atau mau berdiri sendiri sesuai dengan deklarasi 1 Desember 1961. Dalam Perjanjian New York dijelaskan dua tahapan pengalihan kekuasaan, seperti dilihat dalam Terjemahan Paper Indonesia di Pasal sebelumnya, yaitu bahwa tahapan pertama dimulai
"dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963. Dalam tahap ini, pegawai Belanda digantikan oleh non-Belanda dan non-Indonesia. Pada tahap kedua, Administrasi UNTEA diimplementasikan dengan mempertimbangkan perkembangan lokal dan waktu pemberlakuan tahap kedua ini tidak dibatasi. PBB menemukan waktu yang tepat, UNTEA akan menjalankan transfer tanggungjawab administrasi kepada Indonesia.[vii]
Ini pokok persoalan utama kelima, yang sampai detik ini masih diingat, masih dituntut dan masih disengketakan orang Papua. Karena itu pemaksaan Otsus sebagai pengganti aspirasi "M" dengan jelas-jelas tidak ada korelasi dan tidak ada relevansinya dengan skandal perjanjian rahasia, di luar koridor hukum yang diadakan antara Belanda dan Indonesia.

KEENAM: Pepera (14 Juli – 2 August 1969)

Inilah jangka waktu pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di West Papua. Sengketa pertama di sini adalah bahwa Pepera 1969 itu dilaksanakan atas dasar The New York Agreement yang di dalamnya tidak ada konsultasi dalam bentuk apapun dengan orang Papua atau wakil bangsa Papua. Ditambah lagi, pelaksanaan Pepera itu sendiri tidak sesuai dengan seluruh bunyi dan pasal dalam perjanjian yang mereka sendiri tandatangani itu. Contoh yang paling menonjol adalah prinsip satu orang satu suara (one-man one-vote) seperti tertera dalam The New York Agreement (15 Agustus1962), kemudian dirubah menjadi musyawarah (dalam diskusi awal 1962) dan dalam penandatanganan The Rome Joint Statement (20-21 Mei 1969).
Kita perlu tanya dua hal sekarang:
·   Dapatkah sebuah penentuan pendapat rakyat yang seratus persen  berpihak kepada satu pihak itu disebut sebuah proses demokratis?
·   Dapatkah Suharto menjalankan sebuah proses Pepera yang demokratis? Kalau orang Indonesia sekarang menganggapnya diktator, mengapa mereka tidak bisa mengerti bahwa Pepera 1969 juga penuh dengan kekerasan militer?
Bukan itu saja, nama Pepera itu sendiri tidak pernah ada dalam kamus hukum dan politik manapun juga di dunia ini. Tetapi dalam kasus West Papua, isitilah yang tidak memenuhi syarat hukum ini dipakai.

KETUJUH: Resolusi SU PBB No. 2504 (XXIV) (19 November 1969)

Pepera 1969 menjadi dasar bagi NKRI untuk mengkleim keputusan bangsa Papua dan negara West Papua ke dalam NKRI, dan Resolusi SU No. 2504  (XXIV) tanggal 19 November 1969 sebagai alasan hukum untuk menduduki, mengeksploitasi, membunuh, memperkosa, menyiksa, menangkap, menghukum dan apa saja atas bangsa dan Tanah Papua.

Proses yang penuh dengan rekayasa dan sarat dengan skandal itu membuahkan skandal selanjutnya, yaitu secara sepihak SU PBB tidak membahas, tidak menanyakan kepada wakil bangsa Papua ataupun kepada bangsa lain dan menerima hasil Pepera 1969 di West Papua. Malahan amandemen 15 negara Afrika yang dipimpin Ghana atas resolusi ini ditolak mentah-mentah.

MAKA JELASLAH DISINI, bahwa: Selain Perjanjian New York, The Rome Joint Statement (Memorandum of Rome), penyerahan West Papua ke tangan NKRI, Trikora yang penuh dengan skandal, resolusi 2504 (XXIV) itupun secara de jure tidak pernah menghapus status West Papua sebagai wilayah dekolonisasi dan mengakuinya sebagai bagian dari NKRI. Walaupun secara de facto NKRI ada sampai hari ini,  secara de jure sama sekali tidak sah. Karena  itu Indonesia sedang menjajah bangsa dan negara yang masih dalam status dekolonisasi.
Jelaslah bahwa kasus pelanggaran HAM berupa pemerkosaan, penyiksaan, ketidak-adilan, keterbelakangan, kekerasan militer era orde baru BUKAN POKOK SENGKETANYA. Pokoknya jauh lebih parah dan lebih hakiki.
Jadi, pokok persoalannya adalah kasus pelanggaran HAM, pelanggaran prinsip demokrasi dan hukum internasional yang lebih parah, terarah di dunia, yaitu tragedi pembunuhan hak kebangsaan dan hak bernegara bangsa Papua dan negara West Papua.
Maka apa yang mendasari atau menjadi patokan paksaan Otsus di West Papua adalah limbah politik kotor tahun 1960-an dan politik kotor 2000-2001 sebagai hasil konspirasi internasional yang sarat dengan skandal moral kemanusiaan, demokrasi dan hukum. Perlakuan buruk Indonesia tidak sampai disitu namun berlanjut hingga kini.
Peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi setelah Kongres tahun 2000 dan pasca pemberian Otonomi Khusus tidak terhenti sampai disitu. Masalah HAM di Papua mencuat di dunia Internasional pada tahun 2010 dalam sidang umum PBB, banyak negara kawasan yang mengintervensi dalam forum itu, namun perwakilan dari Indonesia beri tanggapan bahwa Pelanggaran HAM terjadi sudah lama dan itu sebuah peristiwa lama. Menjelang beberapa bulan terjadi lagi Peristiwa pelanggaran HAM berat di Puncak Jaya yang dilakukan oleh aparat keamanan, setelah itu terjadi juga pada saat Kongres di Abepura West Papua. Setelah dari Abepura terjadi lagi di Areal PT. Freeport Indonesia, kemudian yang paling terbaru lagi adalah di Paniai wilaya hukum adat Suku Mee, dan hal serupa terjadi di beberapa wilayah lain di seluruh West Papua hingga kini.
Semua peristiwa pelanggaran HAM itu terjadi sejak tahun 1961 hingga sekarang tahun 2011 motif dan semangatnya tidak lain, semuanya itu berlandaskan pada Pemberantasan atau Pembasmian atas nama OPM, GPK, Separatis, Makar, dan label-label lainnya yang selalu membayangi kehidupan masyarakat di West Papua.
Carut marut pelanggaran Ham tidak hanya terjadi di West Papua, stigma serupa juga terjadi di wilayah kontrol pemerintahan pusat ini, dengan stigma bahwa mahasiswa Papua selalu membuat onar dan mengganggu masyarakat setempat tempat dimana mereka berada, untuk melakukan penertipan harus dilakukan sweping sehingga mahasiswa Papua merasa ketakutan dan semangat kuliah pun terganggu.  
Oleh sebab itu, GRPB menyatakan sikap dengan tegas kepada pihak-pihak yang pernah terlibat dalam persoalan West Papua Merdeka:
1.       Pemerintah Indonesia dan sekutunya segera mengakui atas Kemerdekaan West Papua pada tanggal 1 Desember 1961;
2.       Menolak dengan tegas Produk Hukum Internasional (New York Agreement dan Rome Agreement); dan PBB segera bertanggung jawab serta mengembalikan atas penyerahan wilayah West Papua ke dalam NKRI secara sepihak, sehingga Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 melahirkan Resolusi Sidang Umum PBB No. 2504 (XXIV) tentang pengesahan hasil Pepera karena tidak Demokratis dan Aspiratif;
3.       Menolak tegas dengan isu-isu (Otonomi Khusus, UP4B, Dialog Nasional, Perundingan Damai) murahan yang ditawarkan oleh pemerintah kolonialisme Indonesia melalui kaki tangannya PAPINDO (Papua Indonesia) di West Papua;
4.       Segera Adili Para Pelaku Pelanggar HAM Berat melalui Mekanisme Pengadilan Kriminal Internasiona yang berkedudukan di Den Hag Belanda; Segera tarik militer organik dan non organik dan hentikan kekerasan terhadap rakyat West Papua;
5.       Atas nama Rakyat West Papua dari Sorong sampai Merauke, kami menyatakan dengan sikap tegas MENGGUGAT MAKLUMAT TRIKORA yang menciderai nilai kemanusiaan di Papua;
6.       Membuka Ruang bagi Jurnalis Internasional dan Pekerja HAM Internasional di West Papua; 
7.       Segerah lakukan REFERENDUM bagi Rakyat West Papua.   
Atas nama seluruh Rakyat West Papua dan Tulang Belulang, Pernyataan Sikap Gugatan Maklumat TRIKORA 19 Desember 1961 ini dapat kami sampaikan, terima kasih.
Yogyakarta, 19 Desember 2011
Hormat Kami,
Koordinator Umum



Heri Hegemur



[i] Baca sejarah singkat di: http://www.westpapua.net/about/wp/history.htm
[ii] Dinas Sejarah Militer TNI-AD: 'Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI-AD, 1972:462.
[iii] Agreement Between the Republic of Indonesia and the Kingdom of the Netherlands Concerning West New Guinea (West Irian) (Signed at the Headquarters of the United Nations, New York, on 15 August 1962)Isi New York Agreement ada di [ Versi revisi setelah Rome Joint Statement: http://www.westpapua.net/docs/nya.htm dan Versi aslinya sebelum revisi di Roma: [http://www.westpapua.net/docs\books/book1/part09.htm]
[iv] The Rome Agreement between the Republic of Indonesia and the Kingdom of the Netherlands on West Irian, 30 September 1962, [http://www.westpapua.net/docs/books/book1/part03.htm]
[v] Ini patokan tanggal Megawati untuk mengumumkan pembunuh Theys H. Eluay, tetapi beliau ingkar janji. Janji Mega 1 Mei 2002 itu mengingatkan kita pada 39 tahun silam, yaitu tanpa sebuah proses demokratis, tanpa masa persiapan yang memadai, tanpa konsultasi dengan orang Papua ataupun perwakilannya, dengan resmi PBB menyerahkan West Papua ke tangan NKRI.
[vi] Walaupun Pepera sarat dengan pelanggaran HAM, yang kami maksud adalah peristiwa seperti itu belum terjadi, tetapi West Papua sudah jatuh ke tangan NKRI karena hasil memorandum rahasia Roma itu.
[vii] Sejarah Kembalinya Irian Jaya (West Papua) kepada Indonesia, op.cit.




GERAKAN RAKYAT PAPUA BERSATU (GRPB)
(AMP, FNMP, GP3-PB)
Sekretariat: Jln. Kusumanegara No 119 Yogyakarta
 TRIKORPA
TIGA KOMANDO RAKYAT PAPUA

Atas nama Nenek Moyang, Anak Cucu, Tulang-Belulang, Segenap Komunitas Makhluk, sang Khalik serta atas nama Bangsa dan Tanah Papua, dengan ini Memproklamirkan Tiga Komando Rakyat Papua (TRIKORPA) yaitu sebagai berikut:
1.      Bubarkan Pendudukan Kolonialisme NKRI di Tanah West Papua;
2.      Kibarkan Sang Bintang Kejora di Seluruh West Papua Tanah air Bangsa Papua;
3.      Bersiaplah untuk mobilisasi umum, guna Merebut Kembali Kemerdekaan Bangsa Papua.

Demikian Pernyataan Politik Rakyat West Papua Menggugat TRIKORA, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati Perjuangan Kemerdekaan bagi Bangsa Papua.


Yogyakarta, 19 Desember 2011

A.n Panglima Tertinggi West Papua Revolutionary Army
Description: The Sigin TRPB copySecretary General
                                           

Amunggut Tabi Leut. Gen WPRA
BRN. A. 018676

FORO. AKSI:
































































































Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

Translate

Followers

NEWS