GERAKAN
RAKYAT PAPUA BERSATU (GRPB)
(AMP,
FNMP, GP3-PB)
Sekretariat:
Jln. Kusumanegara No 119 Yogyakarta
UMAGINEWS -- Yogyakarta Puluhan Mahasiswa asal Papua yang menimba ilmu di sejawa dan bali kembali melakukan aksi demo menggugat Trikora 19 desember 1961 . Dalam aksinya, mahasiswa meminta agar warga Papua dapat menentukan pilihannya nasib sendiri.
Aksi dimulai dari Asrama Papua di Jalan Kusumanegara melintas ke barat menuju Titik Nol Kilometer
“Yang kita inginkan, pemerintah
Senada diteriakan Heri Hegemur, dari Gerakan Rakyat Papua Bersatu (GRBP) di Yogyakarta. Aksi turun jalan yang dilakukan ini untuk menggugat maklumat Trikora (Tri Komando Rakyat) 19 Desember 1961 yang dikeluarkan pemerintah
“Salah satu akar masalah konflik di Papua karena keluar maklumat Trikora 19 Desember 1961. Hari ini pula, tepat 50 tahun kami tertindas,” jelasnya.
Dia juga menyampaikan, pelanggaran HAM dan penindasan terhadap rakyat Papua masih terjadi hingga saat ini.
“Kami atas nama Rakyat West Papua dari Sorong sampai Merauke, menyatakan dengan tegas menggugat maklumat Trikora yang menciderai kemanusiaan di Papua,” teriaknya.
Pihaknya juga menolak percepatan otonomi khusus untuk Papua yang dilakukan pemerintah. “Biarkan kami mengurus rumah kami sendiri, kembalikan rumah kami yang sudah dirampas selama 50 tahun ini,” katanya.
GERAKAN
RAKYAT PAPUA BERSATU (GRPB)
(AMP,
FNMP, GP3-PB)
Sekretariat: Jln. Kusumanegara No 119 Yogyakarta
|
Sudah jelas, menurut orang Papua. Orang
Papua minta Merdeka BUKAN karena ketidakadilan, keterbelakangan, perbedaan ras,
dan sebagainya, Orang Papua
tidak melihat sebuah masalah dalam hal mau menerima Otsus atau menolak dan
label-label lainnya. Pokok sengketa ada pada sejarah West Papua, ada pada
hal-hal yang jauh sebelum itu, jauh sebelum Orde Baru, jauh sebelum G-30/S-PKI,
yaitu jauh sebelum semua yang mendasari kebijakan Jakarta, dan retorika politik
elit politik Papua, pemimpin dunia, dan penguasa di Jakarta. Maka kami akan
membahas dalil-dalil kebijakan dalam hal Papua Merdeka.
PERTAMA: Fakta Kongres Papua I 1961
(1 Desember 1961)[i]
Persoalannya mulai nampak sejak 1 Desember
1961, dalam Kongres Nasional West Papua
I, 1961, peristiwa bersejarah dalam sejarah Papua sebagai sebuah bangsa, dan
sebagai sebuah entitas negara yang terlepas dan berbeda dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dimana telah terjadi peristiwa penting yang
memperkenalkan, mengumumkan dan mensahkan:
Pertama, West Papua sebagai nama negara,
Kedua, Papua sebagai nama bangsa
Ketiga, Bintang Kejora sebagai nama Bendera negara (bukan bendera kebudayaan)
Keempat, Burung Mambruk sebgai lambang negara (bukan lambang kebudayaan)
Dengan batas negara wilayah laut, darat dan udara, (bukan sebagai sebuah provinsi NKRI)
Kelima, lagu Hai Tanahku Papua, sebagai Lagu Kebangsaan (bukan lagu kebudayaan)
sah sebagai sebuah negara, (atas nama demokrasi, HAM, dan hukum
universal)
dan diakui oleh Belanda (yaitu pemerintah yang sudah merdeka dan yang kebetulan ada
di West Papua waktu itu)
KEDUA, Pengakuan Sukarno dalam
Butir Trikora (19 Desember 1961)
Secara
terbuka di Alun-Alun Utara kota Yogyakarta, tanggal 19 Desember 1961, setelah
Indonesia mendengar bahwa West Papua sudah dalam persiapan mengumumkan
kemerdekaannya tanggal 1 Juli 1970, Soekarno yang ekspansionis-kolonialis itu
mengumumkan apa yang disebutnya Trikora (yaitu Tiga Komando Rakyat).
Tiga buah komando itu berbunyi:
o
Bubarkan
Negara Boneka Papua buatan Belanda
o
Kibarkan
Bendera Merah Putih di seluruh Irian Barat, dan
o
Bersiaplah
untuk mobilisasi umum[ii]
KETIGA: The New York Agreement (15 Augustus
1962)[iii]
Setelah
perdebatan yang alot antara elit politik NKRI, terutama antara pihak
nasionalis-ekspansionis pimpinan Soekarno dengan pihak realis-humanis di bawah
pimpinan Moh. Hatta, akhirnya Bung Hatta mengundurkan diri karena politik
Soekarno berbau kolonialis, tidak sama dengan cita-cita kemerdekaan NKRI.
Walaupun Moh. Hatta memimpin delegasi Indonesia
dalam perundingan awal menyangkut West Papua ,
Moh. Hatta mengundurkan diri karena politik Sukarno tidak sehat. Setelah itu,
Soekarno melanjutkan perundingan-perundingan dengan Belanda menyangkut status West
Papua karena Indonesia
mengkleim bahwa West Papua adalah bagian integral Indonesia .
Alasan
yang jelas, waktu itu Sukarno pandai
memanfaatkan konflik perang dingin melawan komunisme. Sukarno mendrop pasukan
Trikora, yaitu masyarakat sipil dan anggota tentara Indonesia , termasuk kapal-kapal
perang buatan Uni Sovyet. Seperti Sukarno tidak enak tidur gara-gara
pengakuan negara West Papua 1 Desember 1961 dan mengeluarkan dektrit Trikora,
sekarang J. F. Keneddy mendapat giliran mimpi buruk. Poros Jakarta - Pyong Yang
– Peking – Moskwa membuat J.F. Keneddy
mengambil langkah hidup-mati.
Sukarno telah
melanggar prinsip politik luar negeri Indonesia , yaitu politik yang bebas
dan aktif dengan poros ini, karena ia jelas-jelas berpihak pada Blok Timur.
Tetapi hasilnya jelas, yaitu membuat Kennedy (pemimpin Blok Barat) turun
tangan. Dan ia berhasil, yaitu Elsworth Bunker diutus secara khusus menjadi
sutradara penyelesaian sengketa dan berhasil membawa NKRI dan Belanda ke New York dan akhirnya jadilah "The New York Agreement"
tanggal 15 August 1962.
KEEMPAT, The
"Secret" Memmorandum of Rome
(30 September 1962) dan The Rome Joint Statement (20 – 21 Mei 1969)[iv] Dalam Memorandum ini tertulis bahwa:
a.
Possibility to delay or to cancel
The Act of Free Choice set for 1969 by the New York Agreement. (Artinya : Kemungkinan
menunda atau membatalkan Pepera 1969 sesuai Perjanjian New York) ;
b.
Indonesia to occupy West Papua
for 25 (twenty five years only, commencing May 01, 1963) [Artinya : Indonesia akan
menduduki West Papua selaam 25 tahun (duapuluh lima tahun saja, mulai dari 1
Mei, 1963] ;
c.
The execution of the 1969 Act of
Free Choice would be carried out based on the Indonesian parliamentary
'musyawarah' (deliberation) practices. [Artinya : Pelaksanaan 1969 Penentuan Pendapat akan
dijalankan berdasarkan cara Indonesia ‘musyawarah’.] ;
d.
U.N.'s final report on the
implementation of The Act of Free Choice to the UN General Assembly had to be
accepted without open debate.
[Artinya : Laporan akhir PBB atas implementasi Pepera kepada SU PBB harus
diterima tanpa perdebatan terbuka] ;
e.
The USA to make investment
through Indonesia state-owned companies for the exploitation of Natural
Resources in West Papua.
[Artinya : AS membuat investasi melalui BUMN Indonesia untuk eksploitasi
sumberdaya alam di West Papua];
f.
USA guaranteed Asian Development
Bank US$ 30 Million to UNDP for the development of West Papua for 25 years. [Artinya : AS menjamin
lewat Bank Pembangunan Asia dana sebesar US$20 Juta kepada UNDP untuk
pembangunan di West Papua selama 25 tahun] ;
g.
USA to guarantee the World Bank
plan and implement Transmigration of Indonesians to West Papua. [Artinya : AS menjamin
rencana Bank Dunia dan menerapkan Transmigrasi orang Indonesia ke West Papua].
KELIMA, Penyerahan West Papua
dari UNTEA kepada NKRI (1 Mei 1963)
Salah
satu hasil The Joint Rome Agreement itu adalah penyerahan wilayah West Papua dari Belanda kepada NKRI lewat UNTEA, dan
dilaksanakan secepat-cepatnya. Peristiwa itu terjadi 1 Mei 1963.[v] Peristiwa ini terjadi lima tahun lebih dulu daripada PEPERA 1969[vi]
yang akan menentukan keputusan orang Papua apakah mau bergabung dengan NKRI atau
mau berdiri sendiri sesuai dengan deklarasi 1 Desember 1961. Dalam Perjanjian New York dijelaskan dua
tahapan pengalihan kekuasaan, seperti dilihat dalam Terjemahan Paper Indonesia
di Pasal sebelumnya, yaitu bahwa tahapan pertama dimulai
"dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963. Dalam tahap
ini, pegawai Belanda digantikan oleh non-Belanda dan non-Indonesia. Pada tahap
kedua, Administrasi UNTEA diimplementasikan dengan mempertimbangkan
perkembangan lokal dan waktu pemberlakuan tahap kedua ini tidak dibatasi. PBB
menemukan waktu yang tepat, UNTEA akan menjalankan transfer tanggungjawab
administrasi kepada Indonesia.[vii]
Ini
pokok persoalan utama kelima, yang sampai detik ini masih diingat, masih
dituntut dan masih disengketakan orang Papua. Karena itu pemaksaan Otsus
sebagai pengganti aspirasi "M" dengan jelas-jelas tidak ada korelasi
dan tidak ada relevansinya dengan skandal perjanjian rahasia, di luar koridor
hukum yang diadakan antara Belanda dan Indonesia.
KEENAM: Pepera (14 Juli – 2
August 1969)
Inilah
jangka waktu pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di West Papua . Sengketa pertama di sini adalah bahwa Pepera
1969 itu dilaksanakan atas dasar The New York Agreement yang di dalamnya
tidak ada konsultasi dalam bentuk apapun dengan orang Papua atau wakil bangsa
Papua. Ditambah lagi, pelaksanaan Pepera itu sendiri tidak sesuai dengan
seluruh bunyi dan pasal dalam perjanjian yang mereka sendiri tandatangani itu.
Contoh yang paling menonjol adalah prinsip satu orang satu suara (one-man
one-vote) seperti tertera dalam The New York Agreement (15
Agustus1962), kemudian dirubah menjadi musyawarah (dalam diskusi awal
1962) dan dalam penandatanganan The Rome Joint Statement (20-21 Mei
1969).
Kita perlu tanya dua hal
sekarang:
·
Dapatkah
sebuah penentuan pendapat rakyat yang seratus persen berpihak kepada satu pihak itu disebut sebuah
proses demokratis?
·
Dapatkah
Suharto menjalankan sebuah proses Pepera yang demokratis? Kalau orang Indonesia
sekarang menganggapnya diktator, mengapa mereka tidak bisa mengerti bahwa
Pepera 1969 juga penuh dengan kekerasan militer?
Bukan itu saja, nama Pepera itu sendiri
tidak pernah ada dalam kamus hukum dan politik manapun juga di dunia ini.
Tetapi dalam kasus West Papua , isitilah yang
tidak memenuhi syarat hukum ini dipakai.
KETUJUH: Resolusi SU PBB No. 2504
(XXIV) (19 November 1969)
Pepera
1969 menjadi dasar bagi NKRI untuk mengkleim keputusan bangsa Papua dan negara West
Papua ke dalam NKRI, dan Resolusi SU No. 2504
(XXIV) tanggal 19 November 1969 sebagai alasan hukum untuk menduduki,
mengeksploitasi, membunuh, memperkosa, menyiksa, menangkap, menghukum dan apa
saja atas bangsa dan Tanah Papua.
Proses
yang penuh dengan rekayasa dan sarat dengan skandal itu membuahkan skandal
selanjutnya, yaitu secara sepihak SU PBB tidak membahas, tidak menanyakan
kepada wakil bangsa Papua ataupun kepada bangsa lain dan menerima hasil Pepera
1969 di West Papua. Malahan amandemen 15 negara Afrika yang dipimpin Ghana atas
resolusi ini ditolak mentah-mentah.
MAKA JELASLAH DISINI, bahwa:
Selain Perjanjian New York, The Rome Joint Statement (Memorandum of Rome),
penyerahan West Papua ke tangan NKRI, Trikora yang penuh dengan skandal,
resolusi 2504 (XXIV) itupun secara de jure tidak pernah menghapus
status West Papua sebagai wilayah dekolonisasi dan mengakuinya sebagai bagian
dari NKRI. Walaupun secara de facto NKRI ada sampai hari ini, secara de jure sama
sekali tidak sah. Karena itu Indonesia
sedang menjajah bangsa dan negara yang masih dalam status dekolonisasi.
Jelaslah
bahwa kasus pelanggaran HAM berupa pemerkosaan, penyiksaan, ketidak-adilan,
keterbelakangan, kekerasan militer era orde baru BUKAN POKOK SENGKETANYA.
Pokoknya jauh lebih parah dan lebih hakiki.
Jadi, pokok persoalannya adalah
kasus pelanggaran HAM, pelanggaran prinsip demokrasi dan hukum internasional
yang lebih parah, terarah di dunia, yaitu tragedi pembunuhan hak kebangsaan dan
hak bernegara bangsa Papua dan negara West Papua.
Maka
apa yang mendasari atau menjadi patokan paksaan Otsus di West
Papua adalah limbah politik kotor tahun 1960-an dan politik
kotor 2000-2001 sebagai hasil konspirasi internasional yang sarat dengan
skandal moral kemanusiaan, demokrasi dan hukum. Perlakuan buruk Indonesia tidak
sampai disitu namun berlanjut hingga kini.
Peristiwa
pelanggaran HAM yang terjadi setelah Kongres tahun 2000 dan pasca pemberian
Otonomi Khusus tidak terhenti sampai disitu. Masalah HAM di Papua mencuat di
dunia Internasional pada tahun 2010 dalam sidang umum PBB, banyak negara
kawasan yang mengintervensi dalam forum itu, namun perwakilan dari Indonesia
beri tanggapan bahwa Pelanggaran HAM terjadi sudah lama dan itu sebuah
peristiwa lama. Menjelang beberapa bulan terjadi lagi Peristiwa pelanggaran HAM
berat di Puncak Jaya yang dilakukan oleh aparat keamanan, setelah itu terjadi
juga pada saat Kongres di Abepura West Papua .
Setelah dari Abepura terjadi lagi di Areal PT. Freeport Indonesia, kemudian
yang paling terbaru lagi adalah di Paniai wilaya hukum adat Suku Mee, dan hal
serupa terjadi di beberapa wilayah lain di seluruh West Papua hingga kini.
Semua
peristiwa pelanggaran HAM itu terjadi sejak tahun 1961 hingga sekarang tahun
2011 motif dan semangatnya tidak lain, semuanya itu berlandaskan pada
Pemberantasan atau Pembasmian atas nama OPM, GPK, Separatis, Makar, dan
label-label lainnya yang selalu membayangi kehidupan masyarakat di West Papua.
Carut
marut pelanggaran Ham tidak hanya terjadi di West Papua, stigma serupa juga
terjadi di wilayah kontrol pemerintahan pusat ini, dengan stigma bahwa mahasiswa
Papua selalu membuat onar dan mengganggu masyarakat setempat tempat dimana
mereka berada, untuk melakukan penertipan harus dilakukan sweping sehingga mahasiswa
Papua merasa ketakutan dan semangat kuliah pun terganggu.
Oleh sebab itu, GRPB menyatakan sikap
dengan tegas kepada pihak-pihak yang pernah
terlibat dalam persoalan West Papua Merdeka:
1.
Pemerintah Indonesia dan sekutunya segera mengakui atas
Kemerdekaan West Papua pada tanggal 1 Desember 1961;
2.
Menolak dengan tegas Produk Hukum Internasional (New York Agreement dan Rome Agreement); dan PBB segera
bertanggung jawab serta mengembalikan
atas penyerahan wilayah West Papua ke dalam NKRI secara sepihak, sehingga Penentuan Pendapat
Rakyat (Pepera) 1969 melahirkan Resolusi
Sidang Umum PBB No. 2504 (XXIV) tentang pengesahan
hasil Pepera karena tidak Demokratis dan Aspiratif;
3.
Menolak tegas dengan isu-isu (Otonomi Khusus, UP4B,
Dialog Nasional, Perundingan Damai) murahan yang ditawarkan oleh pemerintah
kolonialisme Indonesia
melalui kaki tangannya PAPINDO
(Papua Indonesia) di West Papua;
4.
Segera
Adili Para Pelaku Pelanggar HAM Berat melalui Mekanisme Pengadilan Kriminal
Internasiona yang berkedudukan di Den Hag Belanda; Segera tarik militer
organik dan non organik dan hentikan kekerasan terhadap rakyat West Papua ;
5.
Atas
nama Rakyat West Papua dari Sorong sampai
Merauke, kami menyatakan dengan sikap tegas MENGGUGAT MAKLUMAT TRIKORA yang
menciderai nilai kemanusiaan di Papua;
6.
Membuka
Ruang bagi Jurnalis Internasional dan Pekerja HAM Internasional di West Papua;
7.
Segerah lakukan REFERENDUM
bagi Rakyat West Papua.
Atas nama seluruh Rakyat West Papua dan Tulang Belulang, Pernyataan
Sikap Gugatan Maklumat
TRIKORA 19 Desember 1961 ini dapat kami sampaikan, terima kasih.
Yogyakarta, 19 Desember 2011
Hormat Kami,
Koordinator
Umum
Heri
Hegemur
[i] Baca sejarah singkat di: http://www.westpapua.net/about/wp/history.htm
[ii] Dinas Sejarah Militer TNI-AD: 'Cuplikan Sejarah
Perjuangan TNI-AD, 1972:462.
[iii] Agreement Between the Republic of Indonesia and the Kingdom of
the Netherlands Concerning West New Guinea (West Irian) (Signed at the
Headquarters of the United Nations, New York, on 15 August 1962)Isi New York
Agreement ada di [ Versi revisi setelah Rome Joint Statement:
http://www.westpapua.net/docs/nya.htm dan Versi aslinya sebelum
revisi di Roma: [http://www.westpapua.net/docs\books/book1/part09.htm]
[iv] The Rome Agreement between the Republic of Indonesia
and the Kingdom of the Netherlands on West Irian, 30 September 1962,
[http://www.westpapua.net/docs/books/book1/part03.htm]
[v] Ini patokan tanggal Megawati untuk mengumumkan pembunuh Theys H.
Eluay, tetapi beliau ingkar janji. Janji Mega 1 Mei 2002 itu mengingatkan kita
pada 39 tahun silam, yaitu tanpa sebuah proses demokratis, tanpa masa persiapan
yang memadai, tanpa konsultasi dengan orang Papua ataupun perwakilannya, dengan
resmi PBB menyerahkan West Papua ke tangan NKRI.
[vi] Walaupun Pepera sarat dengan pelanggaran HAM, yang kami maksud adalah
peristiwa seperti itu belum terjadi, tetapi West Papua sudah jatuh ke tangan
NKRI karena hasil memorandum rahasia Roma itu.
[vii] Sejarah Kembalinya Irian Jaya (West Papua) kepada Indonesia,
op.cit.
GERAKAN
RAKYAT PAPUA BERSATU (GRPB)
(AMP,
FNMP, GP3-PB)
Sekretariat:
Jln. Kusumanegara No 119 Yogyakarta
TIGA
KOMANDO RAKYAT PAPUA
Atas nama Nenek Moyang, Anak Cucu,
Tulang-Belulang, Segenap Komunitas Makhluk, sang Khalik serta atas nama
Bangsa
dan Tanah Papua, dengan ini Memproklamirkan Tiga Komando Rakyat Papua
(TRIKORPA) yaitu sebagai berikut:
1. Bubarkan
Pendudukan Kolonialisme NKRI di
Tanah West Papua ;
2. Kibarkan
Sang Bintang Kejora di Seluruh West Papua
Tanah air Bangsa Papua;
3. Bersiaplah
untuk mobilisasi umum, guna
Merebut Kembali Kemerdekaan Bangsa Papua.
Demikian
Pernyataan Politik Rakyat West Papua Menggugat TRIKORA, semoga Tuhan
Yang Maha
Esa memberkati Perjuangan Kemerdekaan bagi Bangsa Papua.
A.n Panglima
Tertinggi
West Papua Revolutionary Army
Secretary General
Amunggut Tabi Leut. Gen WPRA
BRN. A. 018676
FORO. AKSI: