Wednesday, November 9, 2011

Siaran Pers Komnas Perempuan dan Mitra-mitranya Menyikapi Situasi Keamanan Papua

Mypapua     7:09 AM   No comments


Jakarta (UP)-- Komnas Perempuan dan mitra-mitranya sangat menyesalkan terjadinya kekerasan terhadap masyarakat sipil, termasuk terhadap perempuan dan anak, yang meluas dan makin meningkat di Papua belakangan ini. Rentetan kekerasan ini membuktikan bahwa pemerintah masih memakai pendekatan keamanan yang sangat kental di Papua.  Pada April 2010 Komnas Perempuan dan mitra-mitranya di Papua dan Jakarta telah
 meluncurkan buku berjudul  STOP SUDAH, merupakan laporan hasil pendokumentasian kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap perempuan Papua yang terjadi pada periode 1963-2009. Pada pemantauan bulan Oktober dan November 2011, Komnas Perempuan dan mitra-mitranya di Papua mencatat bahwa berbagai faktor dan konteks sosial Papua (konflik politik termasuk dalam situasi Pemilukada, konflik sumberdaya alam, dll) menyebabkan semua korban yang telah terdokumentasi dalam STOP SUDAH masih terabaikan dan belum tertangani.  Situasi ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan Papua saat ini membuat perempuan Papua tetap (rentan) menjadi korban kekerasan, termasuk kekerasan seksual oleh aparat keamanan di wilayah perbatasan RI dan PNG. Realita kekerasan terhadap perempuan Papua di semua aspek kehidupan berdampak, antara lain, menghilangnya rasa aman; menguatnya keyakinan masyarakat bahwa kebijakan Otonomi Khusus tidak berhasil meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan kebanyakan orang asli Papua; serta melemahkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah.
Komnas Perempuan menghargai sejumlah inisiatif terkait upaya pencegahan dan penanganan kekerasan yang dilakukan oleh DPR Papua & DPRD Papua Barat, Majlis Rakyat Papua (MRP), Pemerintah Daerah serta Lembaga Keamanan dan Lembaga Penegak Hukum (TNI, Polri, Kejaksaan) di tingkat provinsi di Papua dan Papua Barat, maupun tingkat kabupaten khususnya di Wamena dan Merauke.  Namun, sesuai laporan masyarakat dan pengakuan pejabat instansi dimaksud di atas, Komnas Perempuan menyimpulkan bahwa efektifitas inisiatif penanganan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan di Papua masih jauh dari harapan. Kendala-kendala utamanya antara lain: masih kuatnya pendekatan keamanan; sistem dan mekanisme pencegahan dan penanganan yang belum sempurna (struktur, kebijakan, anggaran, kordinasi lintas lembaga); kapasitas aparat penegak hukum dan keamanan yang belum memadai; serta nilai-nilai budaya yang masih mensubordinasi perempuan.
Terkait kekerasan pasca Kongres Rakyat Papua III pada 19 Oktober 2011, Komnas Perempuan menerima informasi adanya penjagaan ketat kongres berupa pengerahan personil (berseragam dan tidak, membawa senjata) dan peralatan keamanan (panser, baracuda, dll) mengelilingi sekitar Lapangan Zakeus lokasi kongres; aparat keamanan mulai menembak kira-kira dua jam setelah acara KRP III berakhir dan jumlah orang di lokasi sudah berkurang. Menurut kesaksian korban dan saksi, tembakan aparat keamanan membuat masyarakat panik dan  lari menyelamatkan diri ke hutan, rumah penduduk serta asrama mahasiswa sekitar lokasi kejadian (termasuk asrama putri Nur Jaya). Kekerasan yang terjadi berupa kekerasan fisik: penembakan (terdapat 1 perempuan korban) dan serangan gas air-mata, pemukulan, penangkapan dan penahanan warga masyarakat termasuk penonton dan pedagang yang sedang berjualan di sekitar lokasi KRP III (360 orang ditahan di lapangan Polda Jayapura mulai kira-kira pukul 21.00 hingga pukul 12.00 wit keesokan harinya. Sebanyak 68 orang di antaranya adalah perempuan,  termasuk dua orang ibu hamil), kekerasan verbal berupa makian, bentakan dan ejekan (al. bangsa monyet) serta perampasan properti (HP, uang, tas, dompet, yang dilaporkan oleh 2 perempuan dan 2 laki-laki korban). Korban dan saksi melaporkan situasi mencekam saat penembakan dan beberapa hari pasca penembakan. Dampak rentetan kekerasan ini bagi korban dan masyarakat antara lain muncul trauma dan menguatnya rasa takut atau tidak aman termasuk pada anak-anak, serta hilangnya rasa percaya masyarakat kepada pemerintah.
Akhirnya Komnas Perempuan berpendapat bahwa masih kentalnya pendekatan keamanan yang melahirkan kekerasan berakibat kontra-produktif terhadap komitmen Pemerintah untuk lebih ”memakai pendekatan kesejahteraan” dalam menyelesaikan masalah Papua ataupun untuk ”mengatasi masalah Papua dengan hati” sebagaimana tercermin dalam pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Komnas Perempuan pada awal tahun 2008 dan di hadapan publik pada 16 Agustus 2011 dan 27 Oktober 2011. Lebih jauh, berbagai bentuk kekerasan oleh aparat keamanan bertentangan dengan tugas Pemerintah untuk menjamin keamanan dan menyediakan perlindungan bagi masyarakat sipil, termasuk perempuan dan anak, sebagaimana dimandatkan oleh Konstitusi, yaitu ”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan kehidupan dan kehidupannya” (UUD 45, psl.28 A); dan ”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya” (UUD 45, psl 28 G, ay.1); ”Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia..” (UUD 45, psl 28 G, ay.2).
Berangkat dari fakta-fakta di atas, dan untuk memastikan terlaksananya komitmen penghapusan kekerasan dan mandat Konstitusi untuk pemenuhan HAM warga negara RI di tanah Papua,  Komnas Perempuan dan mitra-mitranya mendesak agar:
Pemerintah
  • Menghentikan pendekatan keamanan dalam menangani masalah Papua
  • Mendengar dan menyikapi kebutuhan pemenuhan HAM masyarakat asli Papua melalui Dialog dengan masyarakat asli Papua, sebagaimana tercermin dalam komitmen  Presiden RI, Dr. Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan masalah Papua melalui  ”Komunikasi Konstruktif”.  Termasuk mendasarkan kebijakan apapun yang dibuat untuk menganani masalah Papua pada suara orang asli Papua
  • Memastikan bahwa perempuan Papua pemimpin di tingkat akar rumput hingga provinsi terlibat dalam Dialog, serta untuk ini mengoptimalkan implementasi RAN Perempuan, Perdamaian dan Keamanan yang sedang digodok dan segera disahkan oleh Pemerintah nasional di Jakarta
TNI dan POLRI
  • Menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap masyarakat sipil, termasuk terhadap perempuan. Segera mengambil langkah-langkah membarui kebijakan keamanan dengan fokus pada human security berperspektif gender, dalam rangka melindungi masyarakat dari kekerasan di tanah Papua.
  • Membarui dan menyempurnakan mekanisme penanganan dan pencegahan kekerasan oleh aparat keamanan, termasuk dengan cara mencari terobosan-terobosan baru dalam meningkatkan kapasitas lembaga dan personil keamanan dalam mencegah dan menangani kekerasan dengan menggunakan standard HAM berbasis gender. 
KOMNAS HAM
  • Komnas HAM melakukan investigasi pelanggaran HAM lanjutan terhadap kasus-kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yang telah didokumentasikan oleh Komnas Perempuan dan mitra-mitranya di Papua
Masyarakat Sipil, termasuk komunitas Adat dan Agama-agama
  • Mendukung upaya setiap pihak dalam langkah-langkah menghapus kekerasan terhadap perempuan dan memenuhi HAM perempuan Papua korban kekerasan atas Kebenaran, Keadilan dan Pemulihan.
Pernyataan ini disampaikan oleh Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak Indonesia, DPP Aisyiyah, ALIMAT, Departemen Perempuan & Anak PGI. DPP PERUATI, DPP Wanita Katolik RI, Sekretariat Gender & Pemberdayaan Perempuan KWI, Hj. Shinta Nuriyah Wahid, Prof.Dr. Saparinah Sadli, Kamala Chandrakirana, Maria Ulfah, Ita Fatia Nadia.
Kontak Komnas Perempuan: Sylvana Apituley/Komisioner-Ketua Gugus Kerja Papua (08119101151)

Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

0 SILAKAN BERKOMENTAR :

silakan komentar anda!

Translate

Followers

NEWS