Sunday, November 27, 2011

Dialog Damai Papua-Indonesia adalah Jalan Terbaik

Mypapua     9:42 AM   No comments


Dialog Damai Papua-Indonesia adalah Jalan Terbaik
                                         oleh: Socratez softyan Yoman

Kita mengikuti bersama kondisi terakhir di Tanah Papua yang disampaikan melalui berbagai media massa  maupun kita saksikan langsung  tentang terjadinya Kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh aparat keamanan TNI dan POLRI, kelompok OPM sejati  maupun OPM binaan dan juga dari Orang Tak di Kenal (OTK). Menyikapi kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Papua ini mendapat berbagai opini, pikiran, pendapat dan tanggapan yang disampaikan belakangan ini.  

Saya berterima kasih dan memberikan apresiasi kepada setiap orang dan manusia mempunyai kepeduliaan dan memberikan perhatian tentang penderitaan yang dialami oleh penduduk sipil di Tanah Papua.  Berbagai komentar dan pendapat yang kita dengar dan ikuti adalah ada yang mengatakan bahwa pemberontakan rakyat Papua karena kurangnya perhatian dalam aspek kesejahteraan, kurang adanya infrastruktur yang memadai, pejabat Papua yang tidak peduli, karena orang asli Papua minimnya dalam Sumber Daya Manusia (SMD), rakyat Papua banyak yang miskin dan bodoh,  tidak ada konsep yang jelas tentang pembangunan Papua,  dana Otonomi Khusus sebanyak 29 Triliun tidak digunakan dengan baik tapi dinikmati oleh segelintir orang.  Bahkan ada komenter yang lebih ekstrim, yaitu separatisme di Papua harus ditumpas demi kepentingan keutuhan Negara.  Presiden Republik Indonesia, Hj.Dr.
 Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa :”Kita cinta damai tetapi NKRI harga mati”.
Posisi Penguasa Indonesia
Ketika rakyat Papua dengan elegan dan cerdas menawarkan dialog damai, jujur, bermartabat dan setara dengan  Pemerintah Indonesia, penguasa menjawab dengan mengirim aparat keamanan dalam jumlah besar ke Papua untuk membantai rakyat sipil di Papua.  Para pejabat selalu dan terus-menerus membuat pernyataan-pernyataan intimidatif yang mencederai hati nurani rakyat Papua dan juga melukai nilai keadilan dan kesamaan derajat sebagai sesama anak bangsa. Penguasa Indonesia selalu menyatakan  Integrasi Papua ke dalam Indonesia sudah final. Sejarah Integrasi sudah final. PEPERA 1969 adalah final.  NKRI adalah harga mati. Siapapun mengkhianati NKRI akan ditumpas.
Pernyataan-pernyataan yang arogan, kejam dan tidak elegan   seperti ini, gagal memenangkan hati rakyat Papua untuk mencintai Indonesia. Pemerintah menjauhkan hati rakyat Papua dari rasa memiliki Indonesia dengan perilaku dan watak yang kejam dan  tidak manusiawi.  Penguasa gagal mendengar dan memahami jeritan suara hati dan bisikan nurani rakyat Papua. Pemerintah Indonesia tidak pernah bertanya kepada rakyat Papua.  Karena itu Penguasa Indonesia gagal mengintegrasikan rakyat Papua ke dalam ke-Bhineka Tunggal-Ika-an Indonesia.  Penguasa Indonesia hanya berhasil mengintegrasikan ekonomi, wilayah secara politik dengan kekuatan TNI dan POLRI dan juga dengan berbagai produk undang-undang dan regulasi yang tidak berpihak pada penduduk asli Papua.
Presiden Republik Indonesia, Hj. Dr. Jend.TNI (Purn.) Susilo Bambang Yudhoyono belum atau lamban memenuhi janji melalui pidato Kenegaraan 16 Agustus 2006 untuk menyelesaikan persoalan Papua dengan pendekatan dialog damai.  Janji terbaru sang Presiden RI, SBY, dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2011 adalah Masalah Papua diselesaikan dengan hati. Rakyat Papua sedang menantikan dialog damai dan penyelesaian dengan hati dari Pemerintah Republik Indonesia.
Dalam mewujud-nyatakan spirit Presiden, telah ditunjuk oleh SBY seorang utusan khusus (special envoy), dr. Farid Husein, untuk merintis dengan mengadakan pendekatan dan komunikasi awal terhadap semua orang di Papua di berbagai level. Farid Husein mempunyai tugas besar dan berat tapi mulia, yaitu memulai menanam benih-benih kasih, keadilan, kejujuran, kesamaan derajat sebagai sesama manusia. Husein akan dan terus mengadakan pertemuan dengan kelompok OPM, kelompok politik, pemimpin adat, tokoh-tokoh rakyat Papua yang ada di Papua dan di Luar Negeri seperti:  Rex Rumakiek, Otto Ondowame, Benny Wenda, Otto Mote, dan ratusan bahkan ribuan orang Papua di luar Negeri. Para pemimpin Gereja akan bekerja sama dengan Dr. Farid Husein untuk mengawal proses dialog damai antara Pemerintah Indonesia dan rakyat Papua.    Tetapi, sayang, usaha-usaha SBY ini dinodai dengan  Panglima TNI dan POLRI mengirim pasukan TNI dan POLRI ke Papua untuk menindas rakyat Papua dan menjaga sumber daya alam di Tanah Papua dengan stigma rakyat Papua adalah separatis, OPM dan Makar.

Posisi Rakyat Indonesia
Rakyat Papua dapat memahami posisi rakyat Indonesia dalam menyikapi gejolak dan permasalahan di Tanah Papua.  Rakyat Indonesia pada umumnya belum mengetahui dengan benar dan tepat masalah Papua.  Oleh karena itu, tidak heran, mereka (Rakyat Indonesia) selalu menilai perlawanan rakyat Papua adalah melawan Indonesia. Walaupun demikian, tidak sedikit rakyat Indonesia yang sangat prihatin tentang kekerasan dan kejahatan kemanusiaan, ketidakadilan yang dialami penduduk asli Papua.  Rakyat Indonesia pada umumnya tidak tahu sejarah dan kebudayaan serta latar belakang penduduk asli Papua. Orang asli Papua adalah rumpun Melanesia yang beda jauh dengan penduduk mayoritas Indonesia adalah berumpun Melayu.  Ketidaktahuan orang Melayu (Indonesia) tentang orang Melanesia (Papua) adalah wajarkarena orang-orang Luar Papua tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah dari SD-PT sejarah dan keberadaan penduduk asli Papua. Sebaliknya, sejarah dan keberadaan, kebudayaan dari luar Papua diajarkan di Papua dari SD-PT secara paksa untuk menerima sejarah dan keberadaan orang lain.  Karena itu, wajar, kebanyakan penduduk Indonesia marah dan tidak suka dengan penduduk asli Papua yang sedang menuntut rasa keadilan, kesamaan hak dan penghormatan terhadap martabatnya.

Posisi Rakyat Papua
Pemerintah Indonesia, aparat keamanan TNI dan POLRI dan rakyat Indonesia pada umumnya jangan keliru dalam menilai  dan marah serta menindas penduduk asli Papua.  Rakyat Papua bukan bangsa primitif, dan juga bukan bangsa yang tidak mempunyai budaya dan peradaban. Penduduk asli Papua adalah manusia-manusia secara turun-temurun yang mempunyai sejarah, budaya, nilai-nilai hidup dan pandangan hidup. Rakyat Papua adalah tuan dan orang-orang merdeka,  yang berada, hidup, di atas tanah leluhur dan tanah milik mereka dengan damai dan adil sebelum Missionaris, Belanda dan Indonesia datang menduduki dan menjajah Papua. Rakyat Papua bukan bodoh dan miskin. Penduduk asli Papua adalah manusia-manusia yang mempunyai pandangan hidup yang jelas dan bermartabat.
Yang menjadi masalah dan dipersoalkan penduduk asli Papua selama 4 (empat) dekade sejak 1961- 2011 ini adalah hak politik rakyat dan bangsa Papua yang dikhianati oleh PBB, Amerika Serikat, Belanda dan Indonesia. Rakyat Papua sadar. Rakyat Papua tahu. Rakyat Papua mengerti. Rakyat Papua pintar. Rakyat Papua cerdas. Rakyat Papua bukan bodoh dan miskin yang selama ini dinilai oleh orang-orang luar Papua.
Sejarah Integrasi Papua ke dalam wilayah Indonesia melalui Maklumat TRIKORA, di Jogjakarta, 1 Desember 1961,  Perjanjian New York 15 Agustus 1963 yang dibuat dan ditanda tangani oleh Indonesia dan Belanda yang dimediasi Amerika tanpa melibatkan penduduk asli Papua, penyerahan Papua dari United Nations Temporary Administration (UNTEA) ke dalam wilayah Indonesia secara administrasi 1 Mei  1963 sebelum PEPERA 1969, dan pelaksanaan PEPERA 1969 yang cacat hukum dan moral dengan kekuatan moncong militer Indonesia, kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang menyebabkan pelanggaran HAM berat dan kematian penduduk asli Papua di tangan TNI dan POLRI, kegagalan pelaksanaan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, marginalisasi penduduk asli Papua, eksploitasi sumber daya alam, penghancurkan hutan dan perampasan tanah milik rakyat untuk lahan pemukiman Transmigrasi, lahan kelapa sawit, pengambilan kayu secara illegal yang dibeking aparat TNI dan POLRI, dan dominasi ekonomi para migrant, deretan masalah ini  adalah akar masalah Papua yang sangat kompleks.  Rakyat Papua telah tiba pada kesemipulan bahwa Indonesia telah gagal membangun rakyat dan bangsa Papua Barat. Oleh karena itu, rakyat Papua telah kehilangan kepercayaan kepada Pemerintah Indonesia. Karena Pemerintah Indonesia menyembunyikan seluruh dosa dan kejahatan ini dengan berlindung dalam stigma orang Papua separatis, anggota OPM, dan pembuat makar tanpa bertnaya dan melihat substandi akar masalah Papua.

Menghindari Internasionalisasi Masalah Papua
Pejabat Negara dan Penguasa TNI dan POLRI bahkan rakyat Indonesia selalu mengatakan bahwa kita harus menjaga, mewaspadai dan menghindari internasionalisasi masalah Papua Barat.  Ini pernyataan yang sangat keliru, karena masalah Papua memang sejak dulu persoalan yang berdimensi internasional.  Pembuatan Perjaniian New York 15 Agustus 1962 yang dimediasi Amerika adalah keterlibatan masyarakat Internasional. Dalam pelaksaan PEPERA 1969 diawasi oleh perwakilan PBB, Dr. Fernando Ortiz Sanz dari diplomat Bolivia adalah keterlibatan Internasional. Hasil PEPERA 1969 diperdebatkan dan dicatat (take note) dalam Sidang Umum PBB tahun 1969 adalah keterlibatan masyarakat internasional. Pembentukan UU No. 21 Tahun 2001 yang disahkan oleh DPR RI juga didukung oleh PBB, Uni Eropa, Amerika Serikat dan Negara-Negara Asing lainnya adalah persoalan internasional. Jadi, yang jelas dan pasti: Persoalan Papua adalah masalah Internasional.

Jangan lupa bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) juga mempunyai andil besar mengkampanyekan masalah Papua di Luar Negeri dengan loby-loby yang dilakukan selama ini. Pemerintah dan masyarakat Internasional juga bertanya, ada apa dengan Papua atau ada terjadi apa di Papua atau ada sembunyikan apa di Papua?   Perilaku aparat keamanan TNI dan POLRI yang kejam dan tidak manusiawi di Papua telah memberikan gambaran jelas dan mendapat perhatian dari masyarakat dunia Internasional dalam semangat solidaritas.

Rakyat Papua menghargai dan menghormati pemerintah Indonesia  yang berjuang dengan pendekatan kekerasan militer untuk mempertahankan sumber daya alam Papua dengan membunuh penduduk asli Papua, sebaliknya pemerintah Indonesia juga harus menghargai dan menghormati  perjuangan rakyat Papua untuk mempertahankan  kehormatan dan harga diri rakyat Papua dan demi masa depan anak cucu rakyat dan bangsa Papua di atas tanah leluhurnya.  Rakyat Papua tidak melawan Indonesia tetapi rakyat Papua melawan ketidakadilan, kekerasan dan kejahatan kemanusiaan.

Jurang Pemisah Yang Besar Antara Papua-Indonesia
Ada jurang pemisah yang perlu dijembatani. Pemahaman tentang sejarah integrasi Papua yang dipahami Pemerintah Indonesia sangat jauh berseberangan dengan yang dipahami oleh rakyat dan bangsa Papua. Akar  masalah Papua yang sesungguhnya adalah sejarah integrasi Papua ke dalam wilayah Indonesia. Jadi, untuk menyelesaikan masalah Papua tidak bisa dengan pendekatan kekerasan dan keamanan atau tidak cukup dengan UU dan berbagai bentuk Peraturan dan juga tidak bisa dengan pendekatan kesejahteraan. Orang Papua bukan lapar. Orang Papua bukan miskin.  Orang Papua tidak mati karena lapar di atas tanah mereka. Orang Papua mati dan miskin karena pendekatan kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Negara  secara struktural dan sistematis. Penyelesaian yang bermartabat dan manusiawi adalah dialog damai tanpa syarat yang dimediasi pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga yang netral harus dilibatkan karena pihak ketiga seperti:  PBB, Amerika dan Belanda yang terlibat langsung memasukkan Papua ke dalam wilayah Indonesia tidak boleh berada di luar konstruksi dialog damai ini. Shalom. Tuhan memberkati kita.
Penulis:  Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua.

Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

0 SILAKAN BERKOMENTAR :

silakan komentar anda!

Translate

Followers

NEWS