Thursday, October 13, 2011

Mypapua     6:14 AM   No comments

UMAGI --- Berlakunya UU Otonomi Khusus di Papua Barat melahirkan wacana baru tentang pembentukan MRP di provinsi ini. Anggota DPRD Papua Barat hanya mengakui  satu lembaga kultural orang asli Papua.
Pemerintah Indonesia menetapkan  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua  menjadi undang-undang. Undang-undang ini sekaligus menjadi payung hukum bagi Papua Barat menjadi Provinsi dengan status Otonomi Khusus (Otsus).

Perubahan ini jelas memunculkan wacana baru tentang kedudukan MRP di Tanah Papua dan perlu-tidaknya MRP di Papua Barat.
Berlakunya UU Otsus  di Provinsi Papua Barat memerlukan kepastian hukum yang mendesak, agar tidak menimbulkan hambatan percepatan pembangunan khususnya bidang sosial, ekonomi, politik dan  infrastruktur.
Sehubungan dengan itu, maka sesuai ketentuan Pasal 22 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, untuk memberikan landasan hukum yang kuat dalam pemberlakuan otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat. 
Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat yang kemudian berubah menjadi Provinsi Papua Barat yang wilayahnya saat ini meliputi Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan dan Kota Sorong, dalam kenyataannya telah menjalankan urusan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat sejak  2003. Namun, belum diberlakukan otonomi khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001.
Berdasarkan itu dan  dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan dan efektivitas pemerintahan di Provinsi Papua Barat, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008  perlu ditetapkan menjadi Undang-Undang.
MRP sebagai lembaga representasi kultutral Masyarakat Asli Papua merupakan lembaga yang mutlak dibentuk  sebagai salah satu amanat UU Otsus.
Wacana pembentukan MRP di Papua Barat, pertama kali  diembuskan bertepatan dengan kunjungan 18 Anggota MRP yang dipimpin Dra. Hana S Hikoyabi (Wakil ketua II MRP)  ke Kabupaten Bintuni, Provinsi Papua Barat. Lawatan seminggu ini, ternyata dimanfaatkan kelompok tertentu untuk berwacana, namun tidak ditanggapi MRP.
Ketua Badan Legislasi pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Provinsi Papua Barat, Abdul Hakim Achmad, saat memimpin delapan anggota rombongannya yang melakukan kunjungan kerja di MRP di Jayapura pekan lalu mengatakan, pihaknya mengakui bahwa Majelis Rakyat Papua (MRP) hanya ada satu yakni berkedudukan di Kota Jayapura, Provinsi Papua. Ia mengaku pihaknya sama sekali tidak mempermasalahkan lokasi keberadaan MRP, tetapi lebih fokus kepada bagaimana meningkatkan kesejahteraan hidup Masyarakat Asli Papua.
Abdul Hakim Achmad justru meminta semua  tidak lagi mempersoalkan kedudukan MRP tetapi lebih melihat pada banyak hal yang memerlukan perlu   penyesuaian segera, karena sekarang, kedua provinsi paling Timur Indonesia ini sudah berstatus Otsus.
Hal itu juga yang mendasari dilakukannya kunjungan rombongan DPR Papua Barat ke MRP. Kunjungan yang diharapkan mendapat banyak masukan dari MRP, terutama perihal keselarasan kebijakan  publik.
"Kami mengharapkan mendapatkan banyak masukan dari MRP," ujarnya.
Sementara Ketua Komisi A DPR Papua Barat, Efendi Simanjuntak saat mengunjungi MRP mengatakan, yang penting bagaimana memanfaatkan dana otsus dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Papua.
Menanggapi soal wacana pembentukan MRP di Papua Barat, Efendi mengatakan, tidak ada niat  membentuk MRP. Kehadiran timnya  ke Papua untuk menjalin komunikasi yang lebih baik dengan pemerintah Papua dan lembaga-lembaga lainnya.
”Kita ingin komunikasi Pemerintah Papua Barat dengan Papua bisa lebih baik lagi. Soal pembentukan MRP, itu bukan urusan kita,’’ katanya.
Adanya keinginan sekelompok masyarakat untuk membentuk Majelis Rakyat Papua Barat (MRP-B),lanjut dia  tidak perlu ditanggapi sebab sangat tidak rasional dan sarat dengan kepentingan pemecahbelahan  Masyarakat Papua.
Ketua Dewan Adat Papua, Forkorus Yaboisembut  menambahkan, pihaknya  pernah menyampaikan penolakkan keras atas keinginan itu, dan menganggap wacana itu sebagai  upaya segelintir orang  untuk memecah belah masyarakat Papua dari kesatuan kultur dan adat- istiadat.
Ia berpendapat,   secara kultur, hanya ada  satu masyarakat Papua di Tanah Papua. Itu harus disadari.  Karena itu, ia menganggap keingian itu tidak murni muncul dari masyarakat Papua. “Kalau sampai terjadi, ini sama saja dengan pelecehan Hak-hak Dasar Orang Papua,” kata Forkorus.
Ia tidak menerima adanya  MRP di Papua Barat. Otsus  tidak muncul begitu saja. Ada  alasan yang mengawalinya.  Ia muncul untuk menjawab jeritan dan  tuntutan masyarakat Papua selama ini. Otsus dan MRP merupakan satu-satunya  media penghubung aspirasi mayarakat Papua ke Jakarta. “Apa jadinya, kalau  penghubung ini hancur," katanya.
Barnabas Mandatjan, Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III mengatakan, eksistensi adat Papua terbungkus dalam kultur yang sudah ada sejak dulu.  Bahkan sebelum ada peraturan pemerintah dan  agama di tanah ini. Karena adanya kesatuan kultur, lembaga  representasi orang Papua, cukup satu saja.
Hal senada pernah pula disampaikan Wenand Watory, saat masih menjabat Ketua Komisi F DPR  Papua. ”Hal    itu tidak boleh terjadi karena  melanggar hak adat dan kultur masyarakat Papua, kalau itu terjadi, itu proses  pemaksaan; menabrak konstitusi;  menghancurkan Otsus,”tegas Watory.
Sekjen PDP Thaha Al Hamid, secara tegas meminta untuk “menutup mata  dan membuang jauh wacana pembentukan MRP-B.” Menurutnya, saat ini negara sedang bermasalah.  “Jangan dikacaukan lagi oleh kepentingan kecil; yang penting saat ini mengoptimalkan lembaga yang sudah dibentuk sesuai konstitusi ini demi kemanfaatan  masyarakat Papua.
Thaha menghimbau pihak yang menginginkan MRP-B menghentikan niat itu ikut berupaya untuk membebaskan  Masyarakat Papua  dari jerat kemiskinan, ketertinggalan, kelaparan dan lain-lain.
Pengamat politik yang juga Kepala Pusat Kajian Demokrasi, Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Mohamad Abud Musa’ad mengatakan,  yang harus menjadi perhatian semua saat ini bukan pembentukan MRP baru, melainkan   penyusunan dan penetapan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang Tata Pemilihan Anggota Majelis Rakyat Papua  (MRP).
Musa’ad mengatakan, masa jabatan Anggota MRP  akan berakhir. Perlu pembuatan dasar hukum yang segera sebagai pedoman  pemilihan anggota baru. Karena sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001,  tata cara pemilihan Anggota MRP harus berdasarkan Perdasus.
"Kita tahu, Perdasus  dibuat dan ditetapkan oleh tiga lembaga di Papua, yakni gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPR-P) dan  MRP; prosesnya  lama, " katanya.
Yang terjadi malah  belum terdengar rencana penyusunan dan penetapan Perdasus. Padahal, masa jabatan anggota MRP akan berakhir  2010 ini.  Sebuah kondisi yang mengkhawatirkan.  Dan jelas, akan berpengaruh terhadap proses pemilihan mendatang;  proses dan mekanisme perekrutan akan terhambat.
Kasus demikian sudah terjadi pada proses perekrutan dan pemilihan anggota MRP pertama  2005 silam. Akibat mekanisme yang tidak jelas,  hingga kini tugas dan wewenang MRP sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 21 tidak maksimal. Padahal, fungsi dan wewenang lembaga ini tidak sedikit.  “Ibarat  ‘macan ompong,` ” kata Musa’ad

,

Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

0 SILAKAN BERKOMENTAR :

silakan komentar anda!

Translate

Followers

NEWS