Saturday, October 29, 2011

Temuan Sementara Tindak Kekerasan di Kongres III Abepura dan Mogok Kerja Karyawan PT Freeport Indonesia

Mypapua     9:35 AM   No comments

KontraS menyayangkan lemahnya profesionaitas aparat keamanan, terutama Polri, di Papua. KontraS dan KontraS Papua bersama berbagai organisasi HAM di Papua, seperti Foker LSM Papua, LBH Papua dan ALDP telah menghimpun data-data dan informasi lapangan. Kami menemukan terjadinya dugaan praktik pelanggaran HAM, berupa; pembunuhan, penangkapan sewenang – wenang, penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi lainnya  serta penggunaan kekuatan yang berlebihan terhadap Panitia Kongres Rakyat Papua III (19 Oktober 2011) di Abepura serta rangkaian kekerasan dan intimidasi terhadap Pengurus SPSI PT Freeport Indonesia dalam masa-masa pelaksanaan hak mogok (15 September sampai saat ini).
Temuan-temuan kekerasan tersebut adalah sebagai berikut dibawah ini;
I. Kekerasan di KRP III Abepura
  1. Pada 19 Oktober 2011, Aparat Gabungan TNI dan Polri dipimpin langsung oleh Kapolresta Jayapura, AKBP Imam Setiawan SIK. Ratusan aparat dari Polri dengan menggunakan senjata lars panjang terkonsentrasi disekitar jalan utama Jalan Raya Sentani-Abepura (disekitar jalan SMP Paulus). Sementara dijalan Yakonde Aparat Kepolisian bersiaga dengan anggota TNI. Di sisi jalan Sosiri terlihat anggota Polisi. Pengerahan pasukan TNI/Polri disekitar lokasi kongres didukung dengan kendaraan Barakuda sebanyak 3 kendaraan (2 milik TNI dan 1 milik Brimob Polda Papua), ketiganya disiagakan di jalan Yakonde.
  2. Komposisi pasukan yang disebutkan diatas merupakan pasukan di level utama. Dilevel kedua dijaga oleh ratusan anggota TNI. Sejumlah aparat polisi yang berpakain preman tersebar didaerah sekitar Jalan Sosiri atas sampai belakang kampus STFT (Sekolah Theolgia Filsafat Timur). Diketahui aparat TNI juga berada di belakang kampus STFT. Keterangan sejumlah Saksi menyatakan melihat ada pengiriman makanan yang  menggunakan 2 truk TNI pada sekitar pukul 1300 Wit.
  3. Warga yang berdomisili disekitar jalan Yakonde, belakang Korem 172-PWY atau biasa dikenal kompleks perumahan dosen Universitas Cenderawasih diminta untuk mengosongkan rumah sejak pagi hari. Permintaan tersebut dilakukan oleh anggota TNI. Sehari setelah penembakan, pada tanggal 120 Oktober 2011, disekitar pemukiman penduduk di belakang markas Korem 172-PWJ ditemukan 3 mayat peserta kongres III Papua.
  4. Tembakan yang diarahkan ke peserta Kongres III Papua bermula dilakukan oleh anggota Polisi, sekitar pukul 15.00 Wit. Penembakan terjadi setelah polisi menghentikan sebuah mobil Avanza berwarna silver yang diduga didalamnya membawa Forkorus. Penghentian tersebut dipimpin langsung oleh Kapolresta Jayapura. Sementara Petapa (Penjaga Tanah Papua) berusaha melindungi/mengawal jalannya mobil dari hentian Kapolresta dan sejumlah anggota Polri dan TNI. Namun setelah dicek, didalam mobil tidak didapati Forkorus. Ditengah situasi ini salah satu anggota polisi mengeluarkan tembakan ke udara sebagai peringatan agar anggota Petapa tidak menghalangi Polisi dan TNI. Kemudian Kapolresta masuk ke dalam lapangan, disaat bersamaan gas air mata sudah ditembak oleh anggota polisi ke lapangan kegiatan. Tidak lama kemudian penangkapan dan terdengar suara tembakan dalam jumlah yang banyak. Paling tidak sekitar satu jam lebih suara tembakan masih terdengar sampai menjelang jam 17.00. Penembakan tidak hanya disekitar lapangan namun juga diarahkan ke perbukitan, seiring dengan peserta kongres yang berlarian kearah perbukitan dibelakang komplek STFT dan belakang Korem.
  5. Penangkapan terjadi paska penembakan gas air mata terhadap banyak peserta kongres. Diperkirakan sekitar 380 orang ditangkap (360 orang berdasarkan pengakuan Kapolresta kepada tim KontraS, pada 25 Oktober). Penangkapan dilakukan oleh anggota polisi didalam lapangan sepak bola Zakeus.
  6. Penangkapan disertai tindakan penyiksaan dialami oleh peserta kongres. Tembakan peluru tajam dan gas airmata di arahkan ke peserta kongres, semua orang-orang yang ada di lokasi tidak dapat keluar untuk lari menyelematkan diri karena posisi mereka sudah dikepung oleh aparat. Beberapa peserta kongres berhasil melarikan diri ke Asrama Tunas Harapan yang berada di samping lapangan Zakeus. Brimob mengejar mereka ke asrama dengan menembak kaca-kaca di asrama. Salah seorang anggota Brimob menodongkan senjata ke orang-orang yang ditemui di asrama Tunas harapan  kemudian menyuruh mereka keluar menuju ke lapangan. Beberapa diantaranya dipukul dengan kayu dan digiring hingga kelapangan Zarkeus. Aparat juga menangkap ratusan peserta kongres yang hendak pulang kerumah atau yang semebtara membubarkan diri. Di tengah lapangan mereka mengalami intimidasi dan tindakan kekerasan berupa pemukulan dengan kayu, dipukul dengan laras senjata, ditendang dan dipukul dengan tangan.
  7. Dari arah asrama Taboria, Forkorus Yaboisembut (Ketua DAP Papua) dibawa oleh dua orang aparat, polisi dan TNI serta beberapa orang aparat lainnya di belakangnya  menuju ke depan orang-orang di lapangan Zakeus. Saat digiring menuju ke lapangan, Forkorus ditendang dan dipukul. Selang waktu kemudian, Dominikus Sorabut ditarik kea rah lapangan oleh aparat. Kedua orang tersebut kemudian dipisahkan dan dibawa masuk ke mobil. Orang-orang yang masih di lapangan kemudian dipindahkan ke Korem.
  8. Di markas Korem, beberapa peserta kongres ditahan dan menjalani interogasi. Saat itu mereka dipukuli dan mengakami intimidasi.
  9. Di Polda mereka diperiksa dan diminta untuk menandatangani surat pernyatan untuk tidak mengikuti acara itu lagi. Setelah itu mereka ditempatkan di lapangan tenis di Polda hingga esok harinya baru mereka di pulangkan, kecuali orang-orang Petapa yang masih harus menjalani pemeriksaan.
  10. Penyerangan disertai pengerusakan dan penangkapan di asrama Tunas Harapan, Taboria dan Wisma Ordo Salib Suci (OSC) keusukupan Agats. Penggeledehan di Tunas Harapan dilakukan oleh anggota Polisi termasuk oleh anggota dari kesatuan Brimob. Dari pengeladahan tersebut didapati pintu-pintu dirusak, lemari dibongkar dan barang-barang dari lemari dan dari rumah dilempar keluar. Pada penggeledahan di Taboria dilakukan oleh anggota polisi dan terutama dilakukan oleh anggota Brimob.
  11. 20 Oktober 2011, ditemukan tiga (3) mayat terkena peluruh tajam yaitu atas nama Melkias Kedepa, namun nama yang sbenarnya Daniel Taniwo Kedepa 25 thn, mahasiswa STIH Umel Mandiri, semester V (Lima), Yakobus Samonsabra, 53 thn penembakan kilat. (Anggota Petapa) warga kampung Waibron distrik Sentani barat, kab. Jayapura dan Maxsasa Yewi, 35 thn (anggota Petapa) warga kampung Sabron, Distrik Sentani barat, Kabupaten Jayapura. Selain itu keluarga korban juga tidak diperbolehkan memperoleh hasil otopsi dokter.
II. PT Freeport Indonesia
  1. Tindak kekerasan terhadap pengurus SPSI yang terjadi berupa ancaman pembunuhan dari Kapolres Timika Denny Siregar melalui telepon kepada Ketua SPSI PT Freeport,, Sudiro; Makian(penghinaan) Kapolda Papua  Bikman L Tobing juga kepada Ketua SPSI; Penembakan terhadap bangunan yang diduga sebagai rumah Sudiro; desakan/rayuan dari Kapolres terhadap ketua SPSI dan perwakilan perundungan dari SPSI disela-sela proses negosiasi untuk menuruti tuntutan PT Freeport.
  2. Tuduhan bahwa karyawan dan SPSI melaksanakan agenda anti NKRI, padahal Karyawan dan SPSI menuntut hak kesejahteraan (kenaikan upah per jam menjadi 7,5 dollar per jam); aksi SPSI merupakan tundakan kriminal dan illegal, hingga upah/gaji karyawan tidak dibayarkan selama mogok dilakukan;
  3. Ada rangkaian penembakan misterius di areal transportasi atau areal kerja PT Freeport, namun tidak ada proses hukum.
  4. Blokade akses terhadap (6 kelompok) masyarakat adat dan karyawan ke PT Freeport di terminal Gorong-gorong kota Timika oleh Polisi hingga terjadi penembakan dan membunuh 2 orang karyawan peserta aksi. Aksi dilakukan secara damai oleh karyawan, terbukti tidak ada satupun lempar benda keras ke arah polisi. Sementara penembakan  dilakukan dengan perintah Kapolres; dilakukan tanpa adanya ancaman sedikitpun dari peserta aksi artinya dilakukan diluar aturan sebagaimana yang diatur dalam Protap I tahun 2010. Penembakan terhadap korban dilakukan dengan jarak dekat (sekitar 40 meter). Dugaan sementara Petrus Ayamiseba adalah target penembakan, mengingat dia juga adalah salah satu pimpinan karyawan.
  5. Menurut keterangan keluarga korban Pertrus Ayamiseba, Polisi maupun menejemen PT Freeport belum melakukan tindakan pertanggung jawaban.
  6. Adanya pembayaran biaya keamanan dari PT. Freeport Indonesia kepada Polri dan TNI dan utamanya untuk mengamankan produksi PT. Freeport  Indonesia. Tapi kenyataannya justru Polisi hadir dalam proses negosiasi SPSI dengan pihak menejemen Karyawan PT Freeport.
Terhadap termuan tersebut di atas, kami merekomendasikan kepada :
  1. Presiden harus menghentikan pendekatan keamanan yang justru melahirkan kekerasan dan mengkriminalisasi rakyat Papua dengan mengevaluasi sistem pengaturan keamanan di Papua. Presiden harus memastikan pendekatan dialog dan perdamaian menjadi pendekatan utama dalam penyelesaian konflik di Papua.
  2. Kapolri, Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa Kapolda Papua dan Kapolres Timika atas rangkaian intimidasi terhadap Pengurus SPSI serta pembunuhan atas 2 korban di Gorong-gorong Timika termasuk korban lainnya.
  3. LPSK melindungi saksi dan korban kasus-kasus kekerasan, seperti korban di Abepura dan SPSI PT Freeport. Untuk efektivitas kerja tersebut, LPSK semestinya membuat kantor perwakilan khusus di Papua.
  4. Secara khusus, kami meminta Kapolri untuk :
    1. melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat Polri di lapangan, termasuk sejauhmana penggunaaan kekuatan sesuai Perkap No 1 tahun 1999 tentang Penggunaan Kekuatan ini diberlakukan, baik di Timika maupun di Abepura.
    2. memastikan Irwasum dan Divisi Propam untuk melakukan penghukuman yang layak, baik secara pidana maupun administratif kepada aparat yang jelas-jelas telah mengintimidasi pengurus SPSI bahkan melakukan ancaman secara terbuka.
    3. bertindak secara proporsional dalam menggunakan kekuatan, termasuk melakukan pendekatan persuasif dalam menghadapi sikap kritis masyarakat Papua.
    4. memastikan profesionalisme Polda Papua, agar dalam proses hukum kepada para pihak yang ditangkap dalam Kongres III Papua dapat dijalankan secara jujur (fair trial) dengan menjamin tidak terjadinya penyiksaan dalam proses penyelidikan, seluruh akses bantuan hukum, kesehatan dan pemenuhan hak-hak dasar mereka. 
Kami akan menyampaikan hal ini langsung kepada Kapolri dan meminta temuan ini untuk ditindaklanjuti.
Jakarta, 28 Oktober 2011

Mypapua


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

0 SILAKAN BERKOMENTAR :

silakan komentar anda!

Translate

Followers

NEWS